Aspal Merajah Negeri
[caption id="attachment_99" align="aligncenter" width="448"] 26 Mei 2010[/caption]
[caption id="attachment_100" align="aligncenter" width="448"] 03 November 2012[/caption]
Tahukan tuan dimana tempat pengambilan gambar pada kedua foto ini? Bagaimana perasaan tuan tatkala melihat gambar ini?
Tuan-tuan tentunya tahu ini rumah siapa dan dimana kawasannya. Ini ialah rumah Si Mister atau Haji Ajisah terletak di Kampuang Gurun Jorong Joho. Salah satu kawasan kesukaan saya di kampung kita, apabila pulang kampung saya berusaha meluangkan waktu untuk sekedar berjalan-jalan menikmati suasana kampung kita melalui kawasan ini.
Kenapa saya menyukainya? Karena suasananya tuan, benar-benar suasan kampung. Saya termasuk beberapa orang dari sedikit orang yang telah pasai dengan kehidupan perkotaan. Saya mengidamkan untuk tinggal di kampung yang lengang, tak ada suara mobil atau motor yang memekakkan telinga. Yang ada ialah ketenangan..
Saya tak hendak menceritakan kisah perihal diri tuan. Yang hendak saya ceritakan ialah salah satu perbedaan yang saya temui tatkala pulang kampung. Kedua gambar tersebut saya ambil pada dua masa yang berbeda. Gambar pertama saya ambil pada hari Rabu tanggal 26 Mei tahun 2010 yang silam, sedangkan gambar yang kedua saya ambil pada hari Sabtu tanggal 3 November 2012 yang lalu.
Tahukah tuan dimana perbedaannya? Ya tentu saja tuan tahu, perbedaannya ialah pada jalannya. Kalau pada masa 2010 yang silam, jalannya masih merupakan jalan tanah, tak rata, ditumbuhi rumput, dan tidak nyaman bagi sebagian orang untuk dilalui. Sedangkan pada gambar yang kedua jalannya sudah diaspal dengan aspal jaguang atau tepatnya telah mengalami pengerasan. Tidak ada lagi rumput, nyaman untuk dilalui, dan tentu saja rata. Inilah kira-kira yang diharapkan oleh orang-orang semenjak dahulu.
Di satu sisi saya akui memanglah kampung kita harus berubah, Terutama sekali dalam segi pembangunan. Ini pulalah yang diharapkan dan diusahakan oleh orang kampung, bagaimana hendaknya agar seluruh jalan-jalan di Nagari Kamang ini diberi aspal sehingga nikmat untuk dilalui. Bukankah begitu tuan?
Namun tuan, tanpa menghilangkan rasa hormat dan saya yakin banyak diantara tuan yang takkan suka dengan pendapat saya ini saya coba menerangkan harapan saya di sini. Memanglah benar perubahan merupakan sesuatu yang harus terjadi, begitu juga di kampung kita. Saya menyetujui dengan pengaspalan ini karena memudahkan orang kampung kita dalam berjalan. Namun hal ini memiliki sisi lain tuan.
Pernah saya mendengar di kampung kita tatkala jalan dari Jalan Basimpang menuju Nan Tujuah mula-mula diaspa oleh orang. Tak lama kemudian terdengar kabar kecelakaan yang terjadi di jalan tersebut (Tan Kamang). Kecelakaannya tak begitu parah, tak ada korban jiwa ataupun luka. Berselang beberapa bulan atau mungkin bilangan tahun, terdengar ada yang meninggal karena kecelakaan di jalan basimpang. Bukan karena kecelakaan beradu motor melainkan karena menghindari sesuatu.
Bagaimana menurut pendapat tuan?
Namun yang membuat kami sedih ialah hilangnya suasana perkampungan di kampung kita. Salah satu alasan saya suak sekali berjalan-jalan apabila pulang kampung di Gurun ialah karena saya menganggap daerah itu masih asli. Jalan tanah sudah langka di kampung kita dan sekarang bertambah langka.
Orang kampung sudah bosan dengan kampung dan berusaha mengubah ataupun mencari suasana perkotaan. Karena menurut mereka hal tersebut menarik, menyenangkan, dan pastilah nikmat sekali. Sedangkan orang kota sudah bosan dengan suasan perkotaan dan berusaha mencari suasana kampung. Mereka tak segan mengeluarkan banyak uang hanya untuk dapat menikmati suasana perkampungan. Tuan tentu pernah melihat orang-orang aneh yang begitu riang gembiranya mengambil gambar di kampung kita. Bagi orang kampung mereka ini ialah orang yang kurang pekerjaan. Sedangkan sesungguhnya mereka mencari ketenangan bathin, bathin mereka tak tenang selama tinggal di kota yang hiruk-pikuk. Mereka senang melihat sawah, melihat tanah, bakumuah-kumuah masuak parak atupun sawah.
Memanglah sudah menjadi sifat dan tabi’at manusia bahwa apa yang ada di tangan orang lebih bagus dan indah rasanya. Seperti kata pepatah rumput di halaman jiran lebih hijau daripada di halaman sendiri. Kata orang Faqih itu pertanda orang yang kurang pandai bersyukur, kata orang bijak itu tanda orang yang hidup di bawah tempurung, sedangkan kata orang pandir “wajar, itulah kebebasan, setiap orang memiliki pandangan dan penilaiannya sendiri..”, hehe..
Kalau kata tuan bagaimana..?
Namun yang terpenting mengapa saya kurang suka dengan pengaspalan jalan ialah karena masyarakat kita belumlah dewasa dalam bersikap. Apakah itu dalam keseharian, terlebih lagi ketika di Jalan Raya. Di jalan kampung saja motor sudah sedemikian kencangnya. Bukankah pada postingan terdahulu telah saya terangkan kepada tuan perihal kecelakaan yang terjadi di muka SMA di Pintu Koto. Cara orang tua sekarang menunjukkan rasa sayang kepada anak sungguh berbeda.
Saya harap tuan tidak salah faham dan menuduh saya macam-macam. Saya bukannya tidak bersyukur dengan apa yang ada di kampung sekarang. Biar bagaimanapun inilah yang terbaik kiranya yang diberikan oleh Allah Ta’ala untuk kampung kita tercinta. Semoga saja..
Komentar
Posting Komentar