Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label kampuang

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum...

Urang Gilo

[caption id="attachment_491" align="alignright" width="300"] Maaf tuan kalau gambar tak sesuai dengan isi tulisan. Gambar ini kami ambil di perbatasan Joho jo Mejan [/caption] Tatkala pulang kampung yang dahulu, tampak oleh kami orang dengan pakaian yang tak karuan, badan yang tak terawat, tatapan mata yang kosong, dan tentu saja badan yang mengeluarkan bau yang tak sedap. Ya tuan, itulah orang gila. Segera saja kami teringat akan masa lalu, suatu masa tatkala kami masih pandir-pandir, masuk  parak keluar  parak, kena buru oleh yang punya  parak. Dahulu ada satu orang gila yang sangat terkenal di kampung kita, “Si Ameh” namanya. Kalau kami tak salah si Ameh ini berasal dari Ampang. Kenapa dipanggil dengan sebutan Si Ameh? Karena dia sangat suka sekali meminta uang ke orang kampung. Dan uang yang dimintanya hanya sebesar Rp.50,- tak kurang dan tak lebih.

Ndak ba-raso..

[caption id="attachment_465" align="alignleft" width="300"] Ilustrasi Gambar: Internet [/caption] Tuan, sudah lama terasa di hati, namun berat bagi kami untuk menyampaikannya. Tuan pasti berkata “Ah.. kolot tuanku ko mah..!” memang, tapi kami lebih suka jika memakai kata “Konservatif”. Tuan, setiap membuka akun FB, selalu saja ada gambar-gambar aneh yang tampak oleh kami. Tentunya bukan gambar vulgar nan nampak di kami. Syukur Alhamdulillah, belum sampai ke arah itu lagi. Banyak anak-anak bujang dan gadis asal kampung kita yang me upload gambar-gambar bersifat pribadi yang tak patut untuk di pacaliak-an ke orang lain. Tidak hanya tak patut untuk dilihat oleh orang lain, akan tetapi juga tak patut untuk dilakukan oleh orang yang mengaku beragama Islam. Gambar yang kami maksudkan ialah gambar dua orang anak bujang dan gadis yang sedang tersenyum, ada yang berhimpitan badannya bagian samping, ada pula yang beradu kepalanya, ada juga.. hm.. entah tuan, sag...

"Urang" Bagak

[caption id="attachment_275" align="alignleft" width="300"] Tampak Belakang Gambar: Koleksi Pribadi [/caption] Urang bagak tagak di tangah jalan Ndak babanak Urang lo nan di ago Sarengeh Kurang aja [caption id="attachment_276" align="alignright" width="224"] Tampak Muka Gambar: Koleksi Pribadi [/caption] Mantiko Aka ndak ado Mantang-mantang di kampuang wak Kagang-gadangan Bantuak urang paliang bagak Kanai bae baru tau jo raso Yo lah, parangai wa-wau..  

Salam Taragak dari Rantau

 Den Takan Jo Kampuang [caption id="attachment_158" align="alignleft" width="448"] Mejan[/caption] Duhai tuan, takana di awak jalan basimpang ampek di Pintu Koto, basimpang tigo di Koto Panjang. Takana pula jalan lurus di Mejan dan Padang Sawah, jalan berliku di Solok dan Binu. Jalan Mandaki di Tanah Panyurek, Jalan manurun di Koto Kaciak. Takana pula Batang Agam di Joho, mengalir sampai ke Taluak, menjadi Tontonan di Tanah Panyurek dan Jambatan Koto Kaciak. Sudah beberapa kali air besar meluap sampai ke luar dari batang aia, dan setiap itu terjadi ramai pula orang menontonnya. Terbang pula ingatan ke masa selepas Isya, dimana Koncek sedang mahiruak meminta hujan di malam hari. Terkadang kesal hati ini karena mereka memekak saja semalaman namun sekarang rindu yang terasa. Beruntung kita memiliki banyak koncek, sebab di beberapa daerah terutama di perkotaan, sangatlah susah kita dengar suara koncek di malam hari. Jangankan koncek, kutu ari dan piangg...

Terkenang akan nan lama..

[caption id="attachment_196" align="aligncenter" width="336"] Tugu Peringatan Perang Kamang nan Baru Foto: Koleksi Pribadi[/caption]   [caption id="attachment_195" align="aligncenter" width="320"] Tugu Peringatan Perang nan Lama Foto: Koleksi Pribadi[/caption] Tahukah tuan ini foto apa? Ini ialah foto tugu peringatan Perang Kamang yang konon kabarnya diresmikan sendiri oleh Jendral Abdul Haris Nasution yang menjabat sebagau Mentri Pertahanan ketika itu. Pada saat sekarang tugu ini sudah tidak dapat tuan temui lagi. Telah ditukar dengan yang baru.. Kami tak begitu ingat kapan kiranya ditukar, yang jelas masih dalam masa tahun 1990-an. Kalau tak salah sekitar tahun 1994-1997. Kalau kami tak salah mendapat kabar, tugu baru ini diresmikan pada tahun 1997. Tugu ini dibuat atas bantuan dari almarhum Datuak Hakim Tantawi anak dari almarhumah Hj. Ajisah di Gurun.

Rumah Gadang di Kamang

Rumah Gadang nan Lah Lapuak   [caption id="attachment_44" align="alignleft" width="300" caption="Salah satu rumah gadang lama di Jorong Dangau Baru"] [/caption] Pernahkah engku mendengar orang yang mengeluh “ Ah..zaman sekarang sudah tak ada lagi Rumah Gadang di Ranah Minang. Ditukar dengan rumah batu yang tak ada bedanya dengan rumah-rumah yang terdapat di rantau. Kemana kekhasan Minangkabau hendak dicari? Ke Kabun Binatang di Bukittinggi atau ke Istano Basa Pagaruyuang di Batusangka..? ” Katakan tuan, apakah benar hal yang semacam itu yang sedang berlaku di negeri kita pada saat sekarang ini? Rumah gadang yang telah lapuk dibongkar lalu ditukar dengan rumah baru, rumah batu yang atapnya persegi tiga atau limas. Banyak memang alasan orang enggan mendirikan rumah gadang. Mulai dari susah atau banyaknya ritual adat yang harus dijalani, kemudian mahalnya upah membuat gonjong, atau tidak moderen menurut sebagian orang Minangkabau pandir yang salah...