Luak, begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang.
Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh.
[caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption]
Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum.
Orang-orang dari Lubuak dan sekitarnya sangat ramai mengunjungi luak ini. Tidak hanya untuk mandi, mencuci (tidak hanya menyasah-mencuci kain, melainkan membasuh segala yang kumuh-kotor) ataupun mengambil air untuk minum melainkan juga untuk buang hajat. Luak ini terletak di belakang Surau Lubuak dan di dekat luak ini terdapat lima buah tabek (kolam) yang dibuat orang jamban di atasnya.
[caption id="attachment_751" align="alignright" width="300"] Salah satu tabek di dekat Luak Gadang[/caption]
Adapun dengan air yang hendak dibawa pulang guna dijadikan air minum ataupun keperluan kedapur (memasak) lainnya dibawa oleh orang dengan menggunakan garigiak. Pada masa dahulu belum ada ember. Biasanya yang membawa air ini ialah para ibu-ibu dengan jara memikulnya di bahu.
Garigiak terbuat dari sebuah batuang (bambu) yang terdiri dari tiga ruas. Masihkan engku dan encik ingat dengan permainan kanak-kanak kurang ajar di kampung kita disaat bulan puasa. Mereka bermain meriam betung atau kita di kampung menyebutnya dengan “badia-badia garigiak” seperti itulah kiranya.
[caption id="attachment_750" align="alignleft" width="300"] Luak gadang dari dekat[/caption]
Sesungguhnya setiap kampung di Nagari Kamang Darussalam ini memiliki kisah tersendiri mengenai cara masyarakatnya dalam mendapatkan air. Untuk kampung-kampung yang dilalui Batang Agam tentulah berbeda kisah mereka dalam mendapatkan air. Pada beberapa kampung yang letaknya serupa tapi tak sama dengan Kampuang Lubuak juga memiliki kisah serupa. Mereka memiliki luak yang dipakai secara bersama-sama. Apakah pada setiap kesempatan ataupun pada saat Musim Kering saja.
Namun kami pintakan maaf kehadapan engku dan encik sekalian dikarenakan tak bersua oleh kami Luak Kaciak. Maklumlah, kami baru pertama kali ke sana, dahulu pernah pula tapi semasa kanak-kanak. Jadi, oleh karena itulah maka gambar Luak Kaciak tak ada kami tampilkan.
Semoga kisah ini menjadi bahan pemikiran bagi kita bersama..
Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh.
[caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption]
Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum.
Orang-orang dari Lubuak dan sekitarnya sangat ramai mengunjungi luak ini. Tidak hanya untuk mandi, mencuci (tidak hanya menyasah-mencuci kain, melainkan membasuh segala yang kumuh-kotor) ataupun mengambil air untuk minum melainkan juga untuk buang hajat. Luak ini terletak di belakang Surau Lubuak dan di dekat luak ini terdapat lima buah tabek (kolam) yang dibuat orang jamban di atasnya.
[caption id="attachment_751" align="alignright" width="300"] Salah satu tabek di dekat Luak Gadang[/caption]
Adapun dengan air yang hendak dibawa pulang guna dijadikan air minum ataupun keperluan kedapur (memasak) lainnya dibawa oleh orang dengan menggunakan garigiak. Pada masa dahulu belum ada ember. Biasanya yang membawa air ini ialah para ibu-ibu dengan jara memikulnya di bahu.
Garigiak terbuat dari sebuah batuang (bambu) yang terdiri dari tiga ruas. Masihkan engku dan encik ingat dengan permainan kanak-kanak kurang ajar di kampung kita disaat bulan puasa. Mereka bermain meriam betung atau kita di kampung menyebutnya dengan “badia-badia garigiak” seperti itulah kiranya.
[caption id="attachment_750" align="alignleft" width="300"] Luak gadang dari dekat[/caption]
Sesungguhnya setiap kampung di Nagari Kamang Darussalam ini memiliki kisah tersendiri mengenai cara masyarakatnya dalam mendapatkan air. Untuk kampung-kampung yang dilalui Batang Agam tentulah berbeda kisah mereka dalam mendapatkan air. Pada beberapa kampung yang letaknya serupa tapi tak sama dengan Kampuang Lubuak juga memiliki kisah serupa. Mereka memiliki luak yang dipakai secara bersama-sama. Apakah pada setiap kesempatan ataupun pada saat Musim Kering saja.
Namun kami pintakan maaf kehadapan engku dan encik sekalian dikarenakan tak bersua oleh kami Luak Kaciak. Maklumlah, kami baru pertama kali ke sana, dahulu pernah pula tapi semasa kanak-kanak. Jadi, oleh karena itulah maka gambar Luak Kaciak tak ada kami tampilkan.
Semoga kisah ini menjadi bahan pemikiran bagi kita bersama..
di dangau baru lai luak darek namonyo, dulu dipakai nyakki wak tampek baruduak ka sumbayang...kini antah lai juo lai antah indak, sabab salamo nyakki wak iduk acok liau mambarasiahan tapi luak tu.
BalasHapusluak kaciak d samping surau tu min, jalanno la tertutup pagar WC. arah ka kiblat..
BalasHapustarimokasih engku..
BalasHapus