Langsung ke konten utama

Perihal Engku dan Encik

[caption id="attachment_894" align="alignleft" width="300"]Rumah Gadang yang telah Ditinggalkan di Nagari Kamang ini. Begitulah adat dan agama dianggap telah usang bagi yang muda-muda. Ditinggalkan dan dibenci. Taratik tak ada, kurang aja merajelal.. Rumah Gadang yang telah Ditinggalkan di Nagari Kamang ini. Begitulah adat dan agama dianggap telah usang bagi yang muda-muda. Ditinggalkan dan dibenci. Taratik tak ada, kurang aja merajelala..[/caption]

Beberapa masa yang lalu salah seorang anak bujang nan keren dan sangat gaul gayanya memberi pendapat terhadap tulisan kami di blog ini. Apa katanya “engku encik tu ndak bahaso kamang tu doh tuan, tukalah jo nan labiah sasuai..”

Ah.. panas kepala ini dibuatnya, sesak dada kami dibuatnya, dan rusak puasa kami jadinya. Begitulah anak bujang sekarang, tak diajari oleh induaknya tak pula mendapat pengajaran dari mamaknya. Orang sekarang dalam mendidik anak ialah dengan mampalapehnya saja. Apalagi banyak orang tua yang mengidolakan (tak e nyehan[1]) anaknya, segala ucapan dan kelakuan anak ialah baik menurut keluarganya. Terlebih lagi bagi anak bungsu dan tongga babeleng[2].

Raso jo pareso, dan patuk jo nan indak, kato nan ampek, dan masih banyak lagi aturan atau tata cara dalam kita berhubungan dengan orang lain di tengah masyarakat ini. Anak-anak masa sekarang, kalau bercakap dengan orang yang lebih tua mereka takkan menghiraukan kata nan empat. Kadang dipakainya kata mendatar, atau bahkan kata menurunpun mereka pakai juga. Makan hati kami dibuatnya, apa hendak di lakukan, diajari mereka tak faham, awak pula yang dilawannya nanti. Manakan faham mereka bahwa kalau bercakap dengan orang yang lebih tua, tunjukkan rasa segan dan hormat agak sedikit..

Adapun perihal engku dan encik yang kami gunakan dalam setiap tulisan kami di blog ini, hal tersebut memiliki alasan tersendiri. Salah satu tujuan dari kami dirikan blog ini ialah untuk mambangkik batang tarandam, memperkenalkan kembali Kebudayaan Minangkabau kepada orang Minangkabau, memperkenalkan kembali Kamang kepada Anak Nagari Kamang. Kita kan tahu diri sendiri setelah kita mempelajari sejarah masa lalu diri, masyarakat, dan kebudayaan kita.

Engku ialah kata panggilan dan sapaan kepada orang lelaki di Minangkabau pada masa dahulunya. Masa dimana sebelum berbagai perubahan terjadi di Alam Minangkabau ini. Perubahan yang semakin menjauhkan anak Minang dari kebudayaannya sendiri, dari negerinya, dari tanahnya sendiri.. Sedangkan Encik merupakan kata panggilan untuk kaum perempuan pada masa dahulunya.

Panggilan Engku merupakan kata sapaan penghormatan kepada kaum lelaki di Minangkabau. Sama kiranya dengan Pak yang merupakan singkatan dari kata Bapak pada masa sekarang. Sedangkan kepada Orang Belanda digunakan kata panggilan Tuan. Kata panggilan Tuan juga dipakai oleh orang Minangkabau yakni untuk memanggil saudara lelaki yang lebih tua. Atau kira-kira sama dengan panggilan uda pada masa sekarang. Sedangkan kata Tuanku merupakan panggilan kehormatan kepada para ulama di Minangkabau pada masa dahulunya. Tentunya selain dari panggilan Syech yang diambil dari Bahasa Arab.[3]

Panggilan Encik merupakan kata sapaan penghormatan kepada kaum perempuan yang belum menikah di Minangkabau pada masa dahulunya. Sama dengan panggilan nona pada masa sekarang. Walau panggilan "nona" tersebut sudah jarang dipakai oleh orang-orang pada masa sekarang. Ada juga panggilan Rangkayo yang digunakan untuk memanggil perempuan yang sudah menikah dan sangat dihormati dan tinggi kedudukan sosialnya di tengah-tengah masyarakat Minangkabau. Sedangkan panggilan kepada uni dahulunya ialah kakak, belum dikenal panggilan uni oleh orang Kamang pada masa dahulunya. Konon kabarnya, panggilan "uni" berasal dari Rantau Padang.

Itulah kata-kata panggilan dalam masyarakat Minangkabau masa dahulunya, tentunya sejauh pengetahuan kami. Adapun dengan Bahasa Kamang, kami baru pertama kali ini mendengarnya. Apakah kiranya perbedaannya dengan Bahasa Minangkabau? Semenjak bilakah Orang Kamang nan Hebat-hebat ini dapat Membuat Bahasa Sendiri.???

[caption id="attachment_895" align="alignright" width="200"]Orang Tua, Kato Mandaki Dipakai, Diraso-rasoan bacurito, Jo Lamah Lambuk Mangecek no, Jan Mantiko, jan pulo gadang kapalo... Gambar: Maizal Chaniago Orang Tua, Kato Mandaki Dipakai, Diraso-rasoan bacurito, Jo Lamah Lambuk Mangecek no, Jan Mantiko, jan pulo gadang kapalo...
Gambar: Maizal Chaniago[/caption]

Kami hanya mengetahui bahwa hanya ada Bahasa Minangkabau dialek Kamang. Sebab dimana-mana di Minangkabau ini, setiap nagari memiliki dialeknya tersendiri. Sehingga apabila bersua maka akan langsung dapat di identifikasi bahwa rupanya si Fulan dari Nagari Anu. Kita tengok saja antara Kamang dengan Nagari Magek dan Kamang Mudiak, serta Salo. Bahasa yang dipakai sudah kentara dan sangat sekali jelas berbeda dialeknya. Dialek Bahasa Minangkabau tentunya. Itulah yang dikatakan mamangan dalam adat kita “Adat Salingka Nagari

Dalam Bahasa Minangkaabau yang dipakai oleh orang Kamang, tidak banyak perbedaannya. Masih memakai kata-kata yang sama hanya saja dengan pelafadzan yang berbeda-beda, apakah itu pada awalan, akhiran, ataupun pada huruf vokalnya. Begitu juga dengan kata-kata panggilan seperti engku dan encik. MANAKAN TAHU ANAK-ANAK SEKARANG, SIBUK BELAJAR ILMU UMUM SEHINGGA ILMU AGAMA, ILMU ADAT, DAN SEJARAH NEGERI DILUPAKAN.

Kami yakin, diantara engku dan encik sekalianpun pastilah ada yang bingung, tak faham, dan tak pandai membaca tulisan kami ini. sebab gaya penulisan yang kami pakai ialah gaya penulisan orang zaman dahulu. Walau tidak sepenuhnya sama, sebab kamipun masih belajar. Kami adalah pengagum Sastra Zaman Balai Pusataka dimana masa itu Bahasa Indonesia atau sebenarnya Bahasa Melayu masih Perawan. Belum dimasuki oleh unsur-unsur dari Bahasa Jawa dan Barat.

Seperti kata pepatah, buruk muka-cermin dibelah. Kita yang tak faham perkara sejarah kampung kita dan adat –istiadat di kampung kita. Malah orang lain, orang yang mencoba untuk hidup dengan adat dan agama pula yang dituduh berjalan tak sesuai dengan ajaran adat dan agama. Serupa agaknya dengan perilaku orang-orang fasik dan munafik sekarang. Orang-orang yang menamakan diri mereka dengan sebutan Jaringan Islam Liberal.

Belajarlah, dan pelajari adat dan agama itu beriringan, jangan mentang-mentang telah pergi kuliah di universitas terkenal lalu orang kampung dipandang remeh, dipandang pandir saja. Berkacalah dahulu, tahu sedikit sudah sombong pula. Seumur hidup engkau habiskan untuk mempelajari adat dan agama takkan cukup usia engkau tersebut. Tirulah ilmu padi..







[1] Bahasa lama, kami tak berani mengatakan kalau itu tersebut merupakan Bahasa Kamang. Artinya kurang lebih mengidolakan, memuja-muja, memanjakan, mengagung-agungkan, menuahkan,




[2] Anak tunggal, semata wayang




[3] Sebagian fihak berpendapat bahwa dari kata “Engku” inilah panggilan “engkau” berasal.


Komentar

  1. pencerahan dunsanak sabana mantap... kaum mudo kini banyak nan indak mangana dima asa no, alah lupo kacang jo kulik no.

    BalasHapus
  2. betul rangkayo, adat ditinggalkan, agama dilupakan. Sinetron yang menjadi contoh tauladan.
    Apalagi masa sekarang yang menyerupai masa bergolak.

    BalasHapus
  3. Saya amat mengagumi bahasa lama yang dipakai Engku. Terdengar indah dan amat berbudi. Saya sendiri merasa cukup kaget karena masih ada yang menggunakannya
    Apa memang cara berbahasa seperti ini masih dipakai di tempat Engku? Di manakah Engku tinggal tepatnya?
    Sungguh saya amat tertarik ingin tahu

    BalasHapus
  4. Terima kasih engku,
    Bahasa ini ialah Bahasa Melayu Lama, bahasa nan dipakai oleh nenek-moyang kita dimasa-masa awal abad ke-20 ini. Bahasa inilah nan pada tahun 1928 dinyatakan (Deklarasikan) sebagai Bahasa Indonesia. Kini bahasa itu telah banyak berubah karena pengaruh dari unsur-unsur non Melayu seperti Bahasa Jawa, Inggris, dan bahasa serapan lainnya. Ditambah dengan penyeragaman dari segi tulisan yang diwajibkan (dipaksakan) oleh pemerintah pusat dimana tata cara menulis diatur bukan oleh orang Melayu.
    Bahasa inilah yang dipakai oleh orang Minangkabau apabila menulis, apakah itu membuat karangan di surat kabar ataupun menulis surat kepada keluarga, karib, ataupun kerabat. Itu dahulu engku..
    Kini, bahasa itu tinggal sejarah, kenangan bagi nan dahulu pernah memakainya. Adapun bagi generasi sekarang, mereka tiada pernah mengenalnya, mereka lebih senang bercakap dengan Bahasa Jakarta.
    Sudah hilang engku, makanya kami mencoba menghidupkan kembali. Setelah kami tinjau-tinjau terdapat beberapa orang nan melakukan hal serupa. Senang hati kami mendapat kawan.
    Kata orang Bijak "Bahasa Menentukan Bangsa"
    Kalau boleh kami tahu, dimanakah kampung engku ini kiranya?

    BalasHapus
  5. Saya dari Batam, sekarang sedang belajar di Jakarta. Semoga kelak semakin banyak orang mengenal dan memakai Bahasa Melayu Lama ini. Mungkin sangat kecil kemungkinannya karena bahasa terus berkembang. Tetapi dengan adanya orang-orang seperti Engku tahap awal untuk mewujudkan hal itu dapat terlaksana. Demi melestarikan bahasa kita

    BalasHapus
  6. Kalau di malaysia panggilan yang sopan 'Encik' itu panggilan lelaki yang sudah berkahwin atau pon bujang dan 'Cik' pulak panggilan perempuan yang belum berkahwin. Panggilan perempuan yang sudah berkahwin dipanggil 'puan'. Bagus dapat pengetahuan dari bahasa minang.. Trima kasih.

    BalasHapus
  7. Sama-sama engku, bak kata pepatah orang tua-tua dahulu "Lain padang-lain belalang, lain lubuk-lain pula ikannya".
    Terima kasih telah singgah..

    BalasHapus
  8. Salam.
    Saya tertarik dengan bahasa Minangkabau. Bahasa lama dan adat yang unik. Indah sekali lenggok bahasanya. Jika ada izinNya, moga dapat mendalami bahasa ini jua.

    Salam dari Malaysia.

    BalasHapus
  9. "Alaikum salam,..
    Tentulah boleh engku. Bahasa Minankabau ialah Bahasa Melayu jua karena Minangkabau masih Rumpun Melayu. Adalah adat orang Minangkabau masa dahulu, bercakap menggunakan Bahasa Minang, menulis menggunakan Bahasa Melayu.

    Salam dari Kamang Darussalam
    Minangkabau Dar Es Salam

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum