[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption]
Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji[1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak.[2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak[3] orang Koto Panjang yang berarak-arak.
Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah.
Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang[4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji.[5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan encik tahu maksud dan tujuannya, mohon kami diberi tahu.
Di kampung kita, Alek Katam Kaji ialah Baralek Gadang.[6] Tentunya hanya bagi yang mampu saja, bagi yang tidak mereka tidak akan merayakannya. Kalau dahulu setiap tetamu yang datang akan dijamu oleh seorang dunsanak dari tuan rumah. Terkadang tuan rumah itu sendiri yang menjamu. Bagi orang sekarang hal ini menyusahkan (merepotkan) sehingga sudah lazim bagi orang Kamang pada masa sekarang mengadakan alek ini dengan seprah.
Bagi yang baralek, maka sudah menjadi adat di kampung kita bahwa undangan perempuan akan membawa beras dalam kampian sebanyak 3 cupak.[7] Sedangkan kaum lelaki cukup membawa badan saja. Ketika akan pulang, dimana hajad telah selesai ditunaikan maka fihak tuan rumah akan mengganti beras dalam kampia tadi dengan pinyaram, kalamai, dan kue-kue. Namun yang penting sekali ialah pinyaram dan kalamai. Kemudian juga yang membuat perayaan Katam Kaji ini menjadi khas ialah setiap undangan akan memberikan uang yang diberikan disaat bapitaruah ketika bersalaman hendak pulang. Uang ini diberikan kepada ibunda si anak atau kerabat perempuan lain yang menjadi pemimpin baralek ini.[8]
Kami tengok sendiri, anak-anak yang berkatam kaji pada masa dahulunya ialah anak-anak yang memang sudah tamat bacaan Al Qur’annya. Sesuai dengan namanya Khatam yang berasal dari Bahasa Arab berarti “tamat”. Namun sekarang, kami tak pula begitu faham, kami dengar kebanyakan dari mereka belumlah tamat bacaan Qur’annya. Dan ti tidak pula salasai Tajuwidnya, serta tidak bagus iramanya. Sudilah kiranya engku dan encik memberi tahu kami, benar atau tidak kabar itu..
Dan, dahulupun di setiap kampung pastilah selalu diadakan Katam Kaji setiap tahunnya. Sebab ramai anak-anak mengaji ke surau. Namun pada masa sekarang, sudah banyak surau-surau di beberapa kampung di Kamang yang tidak memiliki anak mengaji. Sehingga tidak semua kampung melakukan Alek Gadang ini.
Apa gerangan yang terjadi dengan kampung kita engku dan encik sekalian? Kenapa dapat serupa ini yang berlaku? Pada hal jumlah anak-anak di kampung kita bukannya berkurang melainkan bertambah..!
Kami khawatir, kalau-kalau beberapa tahun mendatang tidak lagi anak mengaji di kampung kita. Janganlah sampai berlaku hal yang demikian hendaknya. Semakin jauh saja kampung kita dari agama.
Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga kampung kita agar selalu berada di JalanNya, Amiin..
[1] Orang Kamang biasa menyebut Khatam Al Qur’an dengan sebutan Katam Kaji. Berasal dari kata Khatam yang menjadi Katam dalam lidah orang Kamang dan Kaji yang berarti Mengaji (membaca) Al Qur’an.
[7] Pada masa sekarang, sudah banyak orang yang hanya membawa 2 cupak saja. Mungkin karena kehidupan pada masa sekarang bertambah berat, entahlah engku dan encik sekalian.
[8] Ada juga kepada neneknya, sebab neneknya yang mengurusi segala hal dalam baralek katam kaji ini. Sebab ibundanya tak ikut mengurus karena berada di rantau dan hanya ketika baralek saja taico (sempat) pulangnya.
Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji[1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak.[2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak[3] orang Koto Panjang yang berarak-arak.
Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah.
Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang[4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji.[5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan encik tahu maksud dan tujuannya, mohon kami diberi tahu.
Di kampung kita, Alek Katam Kaji ialah Baralek Gadang.[6] Tentunya hanya bagi yang mampu saja, bagi yang tidak mereka tidak akan merayakannya. Kalau dahulu setiap tetamu yang datang akan dijamu oleh seorang dunsanak dari tuan rumah. Terkadang tuan rumah itu sendiri yang menjamu. Bagi orang sekarang hal ini menyusahkan (merepotkan) sehingga sudah lazim bagi orang Kamang pada masa sekarang mengadakan alek ini dengan seprah.
Bagi yang baralek, maka sudah menjadi adat di kampung kita bahwa undangan perempuan akan membawa beras dalam kampian sebanyak 3 cupak.[7] Sedangkan kaum lelaki cukup membawa badan saja. Ketika akan pulang, dimana hajad telah selesai ditunaikan maka fihak tuan rumah akan mengganti beras dalam kampia tadi dengan pinyaram, kalamai, dan kue-kue. Namun yang penting sekali ialah pinyaram dan kalamai. Kemudian juga yang membuat perayaan Katam Kaji ini menjadi khas ialah setiap undangan akan memberikan uang yang diberikan disaat bapitaruah ketika bersalaman hendak pulang. Uang ini diberikan kepada ibunda si anak atau kerabat perempuan lain yang menjadi pemimpin baralek ini.[8]
Kami tengok sendiri, anak-anak yang berkatam kaji pada masa dahulunya ialah anak-anak yang memang sudah tamat bacaan Al Qur’annya. Sesuai dengan namanya Khatam yang berasal dari Bahasa Arab berarti “tamat”. Namun sekarang, kami tak pula begitu faham, kami dengar kebanyakan dari mereka belumlah tamat bacaan Qur’annya. Dan ti tidak pula salasai Tajuwidnya, serta tidak bagus iramanya. Sudilah kiranya engku dan encik memberi tahu kami, benar atau tidak kabar itu..
Dan, dahulupun di setiap kampung pastilah selalu diadakan Katam Kaji setiap tahunnya. Sebab ramai anak-anak mengaji ke surau. Namun pada masa sekarang, sudah banyak surau-surau di beberapa kampung di Kamang yang tidak memiliki anak mengaji. Sehingga tidak semua kampung melakukan Alek Gadang ini.
Apa gerangan yang terjadi dengan kampung kita engku dan encik sekalian? Kenapa dapat serupa ini yang berlaku? Pada hal jumlah anak-anak di kampung kita bukannya berkurang melainkan bertambah..!
Kami khawatir, kalau-kalau beberapa tahun mendatang tidak lagi anak mengaji di kampung kita. Janganlah sampai berlaku hal yang demikian hendaknya. Semakin jauh saja kampung kita dari agama.
Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga kampung kita agar selalu berada di JalanNya, Amiin..
[1] Orang Kamang biasa menyebut Khatam Al Qur’an dengan sebutan Katam Kaji. Berasal dari kata Khatam yang menjadi Katam dalam lidah orang Kamang dan Kaji yang berarti Mengaji (membaca) Al Qur’an.
[7] Pada masa sekarang, sudah banyak orang yang hanya membawa 2 cupak saja. Mungkin karena kehidupan pada masa sekarang bertambah berat, entahlah engku dan encik sekalian.
[8] Ada juga kepada neneknya, sebab neneknya yang mengurusi segala hal dalam baralek katam kaji ini. Sebab ibundanya tak ikut mengurus karena berada di rantau dan hanya ketika baralek saja taico (sempat) pulangnya.
[…] banyak undangan Khatam Kaji[1] yang harus kami penuhi. Dari pagi hingga petang, aku, ibu, dan papa pergi menziarahi rumah-rumah […]
BalasHapus