[caption id="attachment_349" align="alignleft" width="300"] Iring-iringan pawai
Gambar: Disalang[/caption]
Pada hari Ahad sepekan yang lalu, rupanya telah dilangsungkan perayaan Khatam Al Qur’an pada salah satu Madrasah Diniyyah Awaliyah (MDA) di kampung kita tuan. Tepatnya ialah oleh MDA Plus SDN 09 Hilia Lamo. Tahukah tuan apa maksudnya MDA Plus? Sudah pernahkah tuan mendengar sebelumnya?
MDA Plus kalau kami tak salah ialah suat tempat mengaji yang diadakan oleh rumah sekolah yang bersangkutan (dalam hal ini ialah SDN 09 Hilia Lamo) selepas jam sekolah. Fungsinya masih sama dengan MDA-MDA lain yang terdapat di kampung kita, hanya saja lembaga yang menyelenggarakannya saja yang berbeda. Kalau biasanya ialah suatu surau atas dana dari masyarakat pada suatu kampung atau jorong. Maka untuk MDA Plus, dananya berasal dari sekolah, sumbangan orang tua murid, dan lain sebagainya.
Perhelatan Khatam Al Qur’an yang biasanya berlangsung di kampung kita tidak jauh berbeda dengan perhelatan Khatam Al Qur’an yang dilangsungkan di kampung-kampung lain. Mungkin sedikit saja perbedaannya. Sebut saja mengenai pengadaan kenduri atau helat yang di kampung kita diadakan di rumah masing-masing anak yang mengikuti perayaan ini. sedangkan di sebagian besar negeri yang pernah kami dapati, mereka hanya mengadakan perhelatan di surau tempat perayaan Khatam Al Qur’an. Serupa dengan yang berlaku di nagari jiran kita Nagari Magek.
[caption id="attachment_352" align="alignright" width="300"] Yang punya helat
Gambar: Disalang[/caption]
Biasanya pagi-pagi sekitar pukul delapan atau setengah sembilan pagi telah mulai orang berarak-arak atau pawai atau dapat juga kita sebut dengan karnaval kecil. Iring-iringan ini biasanya terdiri atas satu orang anak lelaki yang berjalan paling muka dengan membawa plang nama MDA, kemudian dibelakangnya ialah para anak lelaki yang membawa bendera merah putih. Pada urutan ketiga ialah beberapa orang anak perempuan yang membawa Al Qur’an.
Pada urutan ke empat ialah para bidadari-bidadari kecil yang dengan cantiknya memakai pakaian adat, kebesaran perempuan Minang. Hehe.. dengan segala kepolosan dan keluguan mereka, memakai pakaian aneka warna (walau masih didominasi warna merah, warna kebesaran kita Orang Agam) mereka terlihat cukup menikmati. Kapan lagi tuan, nanti setelah besar mereka hanya dapat menggenakan pakaian ini apabila hendak menikah saja.
[caption id="attachment_350" align="alignleft" width="300"] Anak kecil mengenakan pakaian adat
Gambar: Disalang[/caption]
Nah tuan, pada urutan ke lima ialah para peserta Khatam Al Qur’an. Anak lelaki berdiri pada urutan paling muka sedangkan anak perempuan di urutan belakang. Para peserta Khatam Al Qur’an ini biasanya memakai pakaian kebesaran berupa gamis, ditambah dengan sorban bagi lelaki. Mereka dipayungi dengan payung oleh pendamping mereka. Para pendamping ini (kalau di kampung kita mendapat nama kurang sedap tuan yakni “tukang manuduangi” haha..) memakai baju warna putih dan celana warna hitam. Bagi lelaki memakain kopiah, bagi perempuan tentunya memakai jilbab tuan..
Yang membuat beda ialah, pada perhelatan Khatam Al Qur’an di kampung lain, kami dapati para peserta Khatam Al Qur’an tidak dipayungi oleh pendamping melainkan mereka memayungi diri sendiri. Sungguh beruntung sekali anak Kamang, kalau mereka Khatam Al Qur’an di tempat lain tentu sudah kepayahan memayungi diri sendiri, apalagi jika rute pawai atau karnavalnya cukup panjang. Habis tenaga mereka untuk mengaji nanti.
Ada sedikit perbedaan yang kami dapati pada perayaan Khatam Al Qur’an kali ini yaitu payung yang digunakan ialah payung bewarna biru dengan mereka “MDA Plus 09”. Tidak apa kami rasa, karena tidak ada aturan baku harus mengunakan payung dengan warna hitam. Memanglah selama ini kami dapati dalam setiap perayaan Khatam Al Qur’an di kampung kita payung yang digunakan ialah bewarna hitam.
Kemudian di belakang barisan para peserta ialah dapat ditempati oleh siapa saja. Maksud kami bagi surau-surau yang menyiapkan dengan matang dan menginginkan perayaan yang megah, biasanya mereka akan menyiapkan kendaraan hias seperti kareta hias (sepeda hias). Namun kalau tidak, maka pada barisan ini langsung oleh ditempati oleh masyarakat yakni orang-orang kampung beserta anak-anak, serta para orang tua yang hendak mengiringin anaknya pergi pawai. Ini bukanlah merupakan barisan terkahir, paling belakang, paliang kuncik. Sebab di belakang mereka terdapat satu barisan pamungkas, pemeriah suasana, penarik perhatian, yakni Marchine Band.
[caption id="attachment_351" align="alignright" width="300"] Drum Band
Gambar: Disalang[/caption]
Marchine band yang dipakai untuk kali ini ialah berasal dari MTsN Kamang. Pernah beberapa kali di kampung kita dipakai orang juga kelompok tabuk dari Maninjau. Namun entah kenapa, kami dapati akhir-akhir ini mulai berkurang. Kami tak tahu pasti, apakah karena bayarannya yang mahal atau kelakuan para pemain tabuk yang kurang berkenan. Dimana mereka selalu meneguk minuman keras sebelum bermain. Dalih mereka ialah untuk penjaga stamina. Bernarkah demikian tuan? Entahlah tuan..
[caption id="attachment_348" align="alignleft" width="300"] Para penonton
Gambar: Disalang[/caption]
Jalur (rute) wajib tampaknya yang harus di lalui oleh setiap peserta Khatam Al Qur’an ialah Makam Pahlawan Perang Kamang di Taluak dan Tugu Perang Kamang di Pintu Koto. Di kedua tempat ini mereka akan menempatkan karangan bunga. Simpang Pintu Koto yang cukup lapang menjadi tempat pertunjukan puncak bagi setiap grup musik yang mengiringi arak-arakan pawai Khatam Al Qur’an. Disinilah mereka akan mengeluarkan segenap kemampuan mereka dalam seni pertunjukan. Beragam gaya dan kebolehan dipertontonkan. Khalayakpun mulai banyak yang berdatangan, menonton aksi para pemain musik ini.
Itulah salah satu kejadian yang terjadi pada hari Ahad tanggal 06 Januari 2013 sepekan yang lalu di kampung kita tuan. Semoga kabar yang kami sampaikan dapat mengobati kerinduan tuan terhadap kampung kita tercinta, Kamang Darussalam.
Gambar: Disalang[/caption]
Pada hari Ahad sepekan yang lalu, rupanya telah dilangsungkan perayaan Khatam Al Qur’an pada salah satu Madrasah Diniyyah Awaliyah (MDA) di kampung kita tuan. Tepatnya ialah oleh MDA Plus SDN 09 Hilia Lamo. Tahukah tuan apa maksudnya MDA Plus? Sudah pernahkah tuan mendengar sebelumnya?
MDA Plus kalau kami tak salah ialah suat tempat mengaji yang diadakan oleh rumah sekolah yang bersangkutan (dalam hal ini ialah SDN 09 Hilia Lamo) selepas jam sekolah. Fungsinya masih sama dengan MDA-MDA lain yang terdapat di kampung kita, hanya saja lembaga yang menyelenggarakannya saja yang berbeda. Kalau biasanya ialah suatu surau atas dana dari masyarakat pada suatu kampung atau jorong. Maka untuk MDA Plus, dananya berasal dari sekolah, sumbangan orang tua murid, dan lain sebagainya.
Perhelatan Khatam Al Qur’an yang biasanya berlangsung di kampung kita tidak jauh berbeda dengan perhelatan Khatam Al Qur’an yang dilangsungkan di kampung-kampung lain. Mungkin sedikit saja perbedaannya. Sebut saja mengenai pengadaan kenduri atau helat yang di kampung kita diadakan di rumah masing-masing anak yang mengikuti perayaan ini. sedangkan di sebagian besar negeri yang pernah kami dapati, mereka hanya mengadakan perhelatan di surau tempat perayaan Khatam Al Qur’an. Serupa dengan yang berlaku di nagari jiran kita Nagari Magek.
[caption id="attachment_352" align="alignright" width="300"] Yang punya helat
Gambar: Disalang[/caption]
Biasanya pagi-pagi sekitar pukul delapan atau setengah sembilan pagi telah mulai orang berarak-arak atau pawai atau dapat juga kita sebut dengan karnaval kecil. Iring-iringan ini biasanya terdiri atas satu orang anak lelaki yang berjalan paling muka dengan membawa plang nama MDA, kemudian dibelakangnya ialah para anak lelaki yang membawa bendera merah putih. Pada urutan ketiga ialah beberapa orang anak perempuan yang membawa Al Qur’an.
Pada urutan ke empat ialah para bidadari-bidadari kecil yang dengan cantiknya memakai pakaian adat, kebesaran perempuan Minang. Hehe.. dengan segala kepolosan dan keluguan mereka, memakai pakaian aneka warna (walau masih didominasi warna merah, warna kebesaran kita Orang Agam) mereka terlihat cukup menikmati. Kapan lagi tuan, nanti setelah besar mereka hanya dapat menggenakan pakaian ini apabila hendak menikah saja.
[caption id="attachment_350" align="alignleft" width="300"] Anak kecil mengenakan pakaian adat
Gambar: Disalang[/caption]
Nah tuan, pada urutan ke lima ialah para peserta Khatam Al Qur’an. Anak lelaki berdiri pada urutan paling muka sedangkan anak perempuan di urutan belakang. Para peserta Khatam Al Qur’an ini biasanya memakai pakaian kebesaran berupa gamis, ditambah dengan sorban bagi lelaki. Mereka dipayungi dengan payung oleh pendamping mereka. Para pendamping ini (kalau di kampung kita mendapat nama kurang sedap tuan yakni “tukang manuduangi” haha..) memakai baju warna putih dan celana warna hitam. Bagi lelaki memakain kopiah, bagi perempuan tentunya memakai jilbab tuan..
Yang membuat beda ialah, pada perhelatan Khatam Al Qur’an di kampung lain, kami dapati para peserta Khatam Al Qur’an tidak dipayungi oleh pendamping melainkan mereka memayungi diri sendiri. Sungguh beruntung sekali anak Kamang, kalau mereka Khatam Al Qur’an di tempat lain tentu sudah kepayahan memayungi diri sendiri, apalagi jika rute pawai atau karnavalnya cukup panjang. Habis tenaga mereka untuk mengaji nanti.
Ada sedikit perbedaan yang kami dapati pada perayaan Khatam Al Qur’an kali ini yaitu payung yang digunakan ialah payung bewarna biru dengan mereka “MDA Plus 09”. Tidak apa kami rasa, karena tidak ada aturan baku harus mengunakan payung dengan warna hitam. Memanglah selama ini kami dapati dalam setiap perayaan Khatam Al Qur’an di kampung kita payung yang digunakan ialah bewarna hitam.
Kemudian di belakang barisan para peserta ialah dapat ditempati oleh siapa saja. Maksud kami bagi surau-surau yang menyiapkan dengan matang dan menginginkan perayaan yang megah, biasanya mereka akan menyiapkan kendaraan hias seperti kareta hias (sepeda hias). Namun kalau tidak, maka pada barisan ini langsung oleh ditempati oleh masyarakat yakni orang-orang kampung beserta anak-anak, serta para orang tua yang hendak mengiringin anaknya pergi pawai. Ini bukanlah merupakan barisan terkahir, paling belakang, paliang kuncik. Sebab di belakang mereka terdapat satu barisan pamungkas, pemeriah suasana, penarik perhatian, yakni Marchine Band.
[caption id="attachment_351" align="alignright" width="300"] Drum Band
Gambar: Disalang[/caption]
Marchine band yang dipakai untuk kali ini ialah berasal dari MTsN Kamang. Pernah beberapa kali di kampung kita dipakai orang juga kelompok tabuk dari Maninjau. Namun entah kenapa, kami dapati akhir-akhir ini mulai berkurang. Kami tak tahu pasti, apakah karena bayarannya yang mahal atau kelakuan para pemain tabuk yang kurang berkenan. Dimana mereka selalu meneguk minuman keras sebelum bermain. Dalih mereka ialah untuk penjaga stamina. Bernarkah demikian tuan? Entahlah tuan..
[caption id="attachment_348" align="alignleft" width="300"] Para penonton
Gambar: Disalang[/caption]
Jalur (rute) wajib tampaknya yang harus di lalui oleh setiap peserta Khatam Al Qur’an ialah Makam Pahlawan Perang Kamang di Taluak dan Tugu Perang Kamang di Pintu Koto. Di kedua tempat ini mereka akan menempatkan karangan bunga. Simpang Pintu Koto yang cukup lapang menjadi tempat pertunjukan puncak bagi setiap grup musik yang mengiringi arak-arakan pawai Khatam Al Qur’an. Disinilah mereka akan mengeluarkan segenap kemampuan mereka dalam seni pertunjukan. Beragam gaya dan kebolehan dipertontonkan. Khalayakpun mulai banyak yang berdatangan, menonton aksi para pemain musik ini.
Itulah salah satu kejadian yang terjadi pada hari Ahad tanggal 06 Januari 2013 sepekan yang lalu di kampung kita tuan. Semoga kabar yang kami sampaikan dapat mengobati kerinduan tuan terhadap kampung kita tercinta, Kamang Darussalam.
Komentar
Posting Komentar