[caption id="attachment_418" align="alignleft" width="224"] diambil di Jorong Batu Baraguang
Gambar: Milik Sendiri[/caption]
Tuan, sudah berapa lamakah tuan tak pulang kampung? Kalau ada pulang kampung, pernahkah tuan jalan-jalan keliling kampung kita nan elok itu tuan?
Beberapa masa yang lalu tatkala kami pulang kampung. Karena sudah sangat taragak sekali rasanya, kami putuskan untuk berjalan-jalan. Melepas rindu kepada kampung kita tercinta, sudah adakah yang berubah ataukah masih tetap sama?
Tatkala kami berjalan-jalan melalui kampung kita di Jorong Batu Baraguang, kami terkejut. Apa hal tuan? Kami melihat sebuah gambar yang ditegakkan orang di tepi jalan. Bentuknya sama kiranya dengan plang nama kedai yang dipasang orang di tepi jalan.
Ada apa dengan gambar ini tuan?
Hm.. kami tak tahu apakah tuan dan encik[1] akan sefaham dengan kami. Namun menurut kami, gambar ini sama sekali tak patut untuk dipasangkan di tengah kampung kita tuan. Sangat tak patut karena menggambarkan seorang perempuan yang sedang buang air besar dan dicigok oleh beberapa orang lelaki. Memang ditutupi oleh semacam penutup, namun penutup tersebut masih menggambarkan siluet dari tubuh si perempuan.
Kami tak faham, kenapa gambar ini sampai dapat berdiri di kampung kita. Apakah karena standar moral orang kampung kita telah berubah?
Apakah karena orang kampung kita sudah tak faham mana yang patut dan tak patut?
Atau karena begitu bertuahnya pemerintah, sehingga tak ada yang berani berkata “tidak” di kampung kita?
Atau karena memang orang kampung kita memang suka dengan gambar yang serupa ini?
Entahlah tuan, segan kami untuk bertanya perihal perkara ini. Takut kami kalau sampai ada yang tersinggung. Malu kami untuk menghadap orang kampung guna bertanya pertanyaan serupa itu.
Bagaimana kiranya dengan pendapat tuan?
Sudah hilangkah pengaruh agama dan adat dalam diri tuan dan dunsanak kita..?
Maaf tuan..
[1] Tuan merupakan kata ganti Bapak atau Pak bagi orang masa dahulu. Ada juga yang memakainya sebagai kata ganti uda atau abang. Sedangkan “Encik” merupakan kata ganti untuk “Ibu” bagi orang dahulu. Ada satu lagi yakni “Orang Kayo” yang biasanya disandangkan kepada isteri-isteri pejabat.
Gambar: Milik Sendiri[/caption]
Tuan, sudah berapa lamakah tuan tak pulang kampung? Kalau ada pulang kampung, pernahkah tuan jalan-jalan keliling kampung kita nan elok itu tuan?
Beberapa masa yang lalu tatkala kami pulang kampung. Karena sudah sangat taragak sekali rasanya, kami putuskan untuk berjalan-jalan. Melepas rindu kepada kampung kita tercinta, sudah adakah yang berubah ataukah masih tetap sama?
Tatkala kami berjalan-jalan melalui kampung kita di Jorong Batu Baraguang, kami terkejut. Apa hal tuan? Kami melihat sebuah gambar yang ditegakkan orang di tepi jalan. Bentuknya sama kiranya dengan plang nama kedai yang dipasang orang di tepi jalan.
Ada apa dengan gambar ini tuan?
Hm.. kami tak tahu apakah tuan dan encik[1] akan sefaham dengan kami. Namun menurut kami, gambar ini sama sekali tak patut untuk dipasangkan di tengah kampung kita tuan. Sangat tak patut karena menggambarkan seorang perempuan yang sedang buang air besar dan dicigok oleh beberapa orang lelaki. Memang ditutupi oleh semacam penutup, namun penutup tersebut masih menggambarkan siluet dari tubuh si perempuan.
Kami tak faham, kenapa gambar ini sampai dapat berdiri di kampung kita. Apakah karena standar moral orang kampung kita telah berubah?
Apakah karena orang kampung kita sudah tak faham mana yang patut dan tak patut?
Atau karena begitu bertuahnya pemerintah, sehingga tak ada yang berani berkata “tidak” di kampung kita?
Atau karena memang orang kampung kita memang suka dengan gambar yang serupa ini?
Entahlah tuan, segan kami untuk bertanya perihal perkara ini. Takut kami kalau sampai ada yang tersinggung. Malu kami untuk menghadap orang kampung guna bertanya pertanyaan serupa itu.
Bagaimana kiranya dengan pendapat tuan?
Sudah hilangkah pengaruh agama dan adat dalam diri tuan dan dunsanak kita..?
Maaf tuan..
[1] Tuan merupakan kata ganti Bapak atau Pak bagi orang masa dahulu. Ada juga yang memakainya sebagai kata ganti uda atau abang. Sedangkan “Encik” merupakan kata ganti untuk “Ibu” bagi orang dahulu. Ada satu lagi yakni “Orang Kayo” yang biasanya disandangkan kepada isteri-isteri pejabat.
maaf sabalum nyo yo tuan...klu tuan ngarati jan cuma caliak gambar tapi caliak juo tulisan penjelasan nyo..jan hanyo caliak gambar sajo..tuan jan samoan lah plang tu samo plang kadai..caliak lah baliak tando2 nyo..
BalasHapusNan ambo buek kan "samo kironyo" sabab ado plang kadai nan baukuran sagadang tu. tapi itu ndak masalah, nan utamo isi no. klw iyo ambo silap, kesilapan itu ndak mangurangi isi jo tujuan tulisan nan dibuek.
BalasHapus"Jan cuma caliak gambar tapi caliak juo tulisan".. ambo agiah tau ka angku nan di rantau. Dalam pandangan syara' gambar ko ndak patuk di tagak an urang di kampuang kami. Dek angku urang rantau, ambo ndak lo tau antah ko urang KAmang atau indak nan sadang dihadok-i ko. Ambo tarangan ka angku, caro-caro di rantau ndak usah dibao-bao pulang. JAN pulo mangecek soal kebabasan, banyak urang santiang di KAMANG.