Langsung ke konten utama

Mak Sati Si Penjual Ikan

[caption id="attachment_744" align="alignleft" width="300"]Salah Satu Sudut Nagari Kamang Mudiak. Maaf engku dan encik, kami tak memiliki gambar Mak Sati. Salah Satu Sudut Nagari Kamang Mudiak.
Maaf engku dan encik, kami tak memiliki gambar Mak Sati.[/caption]

Tahukah dan kenalkah engku dan encik sekalian dengan Mak Sati?

Beliau ialah orang Kamang Mudiak tepatnya kampung beliau di Tarusan, bersukukan Jambak, pekerjaan beliau ialah menjual dan membeli ikan. Entah kenapa sampai semua orang memanggil beliau dengan panggilan “Mak Sati”. Gelar beliau tentunya, namun yang memanggil “Mak” (Singkatan dari Mamak) biasanya ialah orang yang sesuku. Namun kepada Mak Sati, semua orang, sesuku atau tidak, tua ataupun muda memanggil beliau demikian.

Membeli dan menjual ikan kalau kami tak salah hanya dengan orang Kamang saja yakni dengan Orang Kamang Mudiak dan Kamang Hilir. Suka sekali beliau ini menjual ikan yang telah beliau beli itu di Pakan Salasa dan Pakan Sinayan. Sedangkan untuk anak ikan ada beliau jual, hanya saja beliau menjualnya tidak hanya di Kamang saja melainkan sampai ke Tilatang, Pakan Kamih, Pakan Ahad, Pakan Baso, dan lain sebagainya.

Kalau ada yang hendak menjual ikan dalam tabek miliknya maka biasanya orang tersebut akan mencari Mak Sati. Begitu mendapat kabar, maka beliau akan mendatangi rumah orang yang meminta. Dan kemudian ditangguknyalah tabek yang ikannya hendak dijual tersebut.

Ikan dihargai dengan cara mambelek-i. Masing-masing ikan memiliki harga yang berbeda, sebut saja satu belek Ikan Paweh tidak sama dengan harga satu belek Ikan Mujai. Begitulah cara Mak Sati membeli ikan di kampung kita. Kemudian ikan tersebut apabila telah selesai segala urusan jual belinya maka akan beliau masukkan ke dalam keranjang yang terbuat dari pelepah Enau yang digantung kiri-kanan di sadel belakang kereta unto beliau serupa katidiang (namun lebih besar dari katidiang). Sesekali sambil mengayuh kereta, beliau menggoyang-goyangkan keranjang tersebut. Tujuannya ialah agar air itu bakucak, agar oksigen masuk ke dalam air dan ikan tidak cepat mati.

Pada masa sekarang, sudah ada beberapa orang penjual ikan yang menggunakan onda sebagai pengganti Kareta Unto. Waktu telah berlalu dan zaman telah pula berganti, peri kehidupan orang-orangpun telah beralih. Tapi kami tak faham kemanakah kiranya arahnya.

Engku dan encik sekalian, Mak Sati ini telah tua rupanya, sekitar 80 tahunan umur beliau. Dan pada hari Ahad tanggal 2 Rajab 1434 atau bertepatan dengan 12 Mei 2013 Mak Sati berpulang ke Rahmatullah. Sungguh terkejut kami mendengarnya, Orang Gaek ini telah tiada, salah satu mata rantai yang menghubungkan kami dengan masa lalu ialah beliau.

Terkenang oleh kami semasa kanak-kanak menengok Mak Sati menangguk bada di tabek orang. Melihat beliau berkareta-kareta sambil menggoyangkan keranjang Daun Enau beliau. Kopiahnya yang kusam dan hampir selalu mereng, dan celananya yang kadang-kadang lupa diturunkan dan dibiarkan terlipat.

Mak Sati sangat akrab orang-orang kampung. Apakah itu orang Kamang Mudiak ataupun Kamang Hilir. Suka bergarah dengan orang kampung yang membuat orang terkadang merasa dekat dengan beliau. Pernah suatu ketika tatkala beliau sedang manggaleh di Pakan Salasa, bersua dengan salah seorang langganan kemudian ditanyai “Bagaimana keadaan amak engkau? Adakah sehat?”

Yang ditanyaipun menjawab “Alhamdulillah.. ada sehat mak..?”

Pernah pula beliau melebihi beberapa ekor ikan kepada salah seorang langganan beliau di Pakan Salasa “Ini untuk mamak saya..” kata beliau kepada langganan yang rupanya anak dari Mamak Sesuku beliau di Kamang Hilir.

Sungguh baik budi Mak Sati, manalah ada orang Kamang apakah itu yang di Mudiak maupun yang di Hilir bertanya kepada dunsanaknya yang berbeda nagari perihal kabar. Atau saling berbasa-basi serupa Mak Sati ini. Keras hati dan kepala orang Kamang langsung terlihat tatkala bercakap Perang Kamang.

Tak malukah kita kepada Mak Sati. Orang kampung yang sedari kecilnya selalu menjual ikan?

Pernah suatu ketika beliau mengeluh “Peruntungan dalam hidup kita ini telah selesai oleh Allah Ta’ala. Saya semenjak bujang telah menjual ikan. Namun keadaan kehidupan saya masih serupa ini saja. Sedangkan si Fulan yang masih muda dan jauh belakangan dari saya mulai menjual ikan, telah sampai pula naik haji..”

Begitu sederhananya kehidupan beliau, tak mengenal Mudik dan Hilir. Di Hilir beliau punya pula mamak. Walau tak ada hubungan keluarga, tapi “Ini untuk mamak saya, saya kirimkan kepada engkau..”

Adakah Mak Sati lainnya di Nagari Kamang (Mudik dan Hilir) ini?

Semoga saja, amin..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum