[caption id="attachment_884" align="alignleft" width="300"] Salah satu jalan di kampung kita pada malam hari.
Maaf engku dan encik, gambar tak bersesuaian dengan tulisan.[/caption]
Telah mulai pula kanak-kanak bermain petasan dan kembang api. Memanglah pada bulan puasa ini mereka mendapat kesempatan untuk bermain. Sebenarnya kesempatan ada setiap waktu, namun tampaknya segala sesuatu haruslah ada moment-nya. Begitulah kata orang, momen, atau kesempatan yang memungkinkan/ yang membuat meriah/ yang membuat berarti kalau dilakukan pada saat tersebut.
Serupa dengan orang-orang Islam yang merayakan tahun baru masehi, mereka pergi keluar pada malam pergantian tahun bukan untuk merayakan, melainkan karena merayakan momen dimana mereka bersama keluarga, kawan-kawan, ataupun orang-orang terkasih menikmati moment tersebut. Karena hanya ada pada satu malam dalam setahun. Hanya ada satu malam dalam setahun bagi mereka untuk meninggalkan kenangan yang berbekas. Namun sayang, sebagian besar kenangana yang mereka tinggalkan ialah PERZIINAHAN..
Serupa itu pulalah kanak-kanak, karena pada malam bulan puasa ini hingga beberapa hari selepas hari raya mereka berkesempatan bermain kembang api. Sesuatu yang menyenangkan hati dan melepaskan jiwa kanak-kanak mereka. Tertawa riang, bersenang hati, dan bergembira ria. Sebab mereka tak dapat melakukan hal serupa di malam pada hari-hari biasa. Hanya pada bulan puasa inilah kesempatan itu tiba.
Bukankah engku dan encik juga mengalami hal serupa itu dahulunya..?
Dahulu kembang api tentulah tidak sepopuler saat ini. Yang lazim dimainkan oleh kanak-kanak di malam bupan puasa ini ialah badia-badia garigiak[1]. Dibuat sendiri, diakali, dan kemudian dimainkan, sungguh menyenangkan masa-masa itu. Betapa senangnya hati ketika badia-badia garigiak berhasil dengan gemilang meletus. Mengeluarkan suara menggelegar ke seantero kampung.
Mengupat orang tua-tua karena terkejut, namun tak berdaya untuk menegah[2]. Tertawa riang penuh kenakalan, bersungut orang dalam rumah, namun kagum juga karena si anak yang masih belia berhasil dengan misinya, membuat meriam.
Masih adakah badia-badia garigiak dimainkan kanak-kanak di kampung kita saat ini engku dan encik sekalian?
Bekal yang dipakai hanyalah batuang tua, kain buruk, minyak tanah, dan dama atau lampu togok. Terkadang di mulut meriam ditutupi dengan kaleng atau sangkun[3]. Guna melihat seberapa kuat ledakannya.
[1] Badia artinya bedil atau senapan. Garigiak ialah batang bambu yang digunakan oleh orang tua-tua masa dahulu untuk membawa air dari “tepian tempat mandi” ke rumah. pada masa dahulu, setiap rumah belumlah memiliki sumur. Jadi biasanya tiap kampung di kamang ini memiliki “tepian tempat mandi”. Tepian tempat mandi tidak harus berupa batang aia (sungai), dapat juga luak (sumur) kampung. Walau yang punya ialah pribadi, namun telah diikhlaskan untuk dipakai oleh orang kampung. Garigiak kegunaanya (fungsi) ialah sebagai pengganti embe (ember) pada masa sekarang. Terkadang disebut juga dengan sebutan badia-badia batuang. Batuang atau botuang artinya bambu. Sebenarnya bentuknya tidak serupa senapan melainkan meriam.
Maaf engku dan encik, gambar tak bersesuaian dengan tulisan.[/caption]
Telah mulai pula kanak-kanak bermain petasan dan kembang api. Memanglah pada bulan puasa ini mereka mendapat kesempatan untuk bermain. Sebenarnya kesempatan ada setiap waktu, namun tampaknya segala sesuatu haruslah ada moment-nya. Begitulah kata orang, momen, atau kesempatan yang memungkinkan/ yang membuat meriah/ yang membuat berarti kalau dilakukan pada saat tersebut.
Serupa dengan orang-orang Islam yang merayakan tahun baru masehi, mereka pergi keluar pada malam pergantian tahun bukan untuk merayakan, melainkan karena merayakan momen dimana mereka bersama keluarga, kawan-kawan, ataupun orang-orang terkasih menikmati moment tersebut. Karena hanya ada pada satu malam dalam setahun. Hanya ada satu malam dalam setahun bagi mereka untuk meninggalkan kenangan yang berbekas. Namun sayang, sebagian besar kenangana yang mereka tinggalkan ialah PERZIINAHAN..
Serupa itu pulalah kanak-kanak, karena pada malam bulan puasa ini hingga beberapa hari selepas hari raya mereka berkesempatan bermain kembang api. Sesuatu yang menyenangkan hati dan melepaskan jiwa kanak-kanak mereka. Tertawa riang, bersenang hati, dan bergembira ria. Sebab mereka tak dapat melakukan hal serupa di malam pada hari-hari biasa. Hanya pada bulan puasa inilah kesempatan itu tiba.
Bukankah engku dan encik juga mengalami hal serupa itu dahulunya..?
Dahulu kembang api tentulah tidak sepopuler saat ini. Yang lazim dimainkan oleh kanak-kanak di malam bupan puasa ini ialah badia-badia garigiak[1]. Dibuat sendiri, diakali, dan kemudian dimainkan, sungguh menyenangkan masa-masa itu. Betapa senangnya hati ketika badia-badia garigiak berhasil dengan gemilang meletus. Mengeluarkan suara menggelegar ke seantero kampung.
Mengupat orang tua-tua karena terkejut, namun tak berdaya untuk menegah[2]. Tertawa riang penuh kenakalan, bersungut orang dalam rumah, namun kagum juga karena si anak yang masih belia berhasil dengan misinya, membuat meriam.
Masih adakah badia-badia garigiak dimainkan kanak-kanak di kampung kita saat ini engku dan encik sekalian?
Bekal yang dipakai hanyalah batuang tua, kain buruk, minyak tanah, dan dama atau lampu togok. Terkadang di mulut meriam ditutupi dengan kaleng atau sangkun[3]. Guna melihat seberapa kuat ledakannya.
[1] Badia artinya bedil atau senapan. Garigiak ialah batang bambu yang digunakan oleh orang tua-tua masa dahulu untuk membawa air dari “tepian tempat mandi” ke rumah. pada masa dahulu, setiap rumah belumlah memiliki sumur. Jadi biasanya tiap kampung di kamang ini memiliki “tepian tempat mandi”. Tepian tempat mandi tidak harus berupa batang aia (sungai), dapat juga luak (sumur) kampung. Walau yang punya ialah pribadi, namun telah diikhlaskan untuk dipakai oleh orang kampung. Garigiak kegunaanya (fungsi) ialah sebagai pengganti embe (ember) pada masa sekarang. Terkadang disebut juga dengan sebutan badia-badia batuang. Batuang atau botuang artinya bambu. Sebenarnya bentuknya tidak serupa senapan melainkan meriam.
Komentar
Posting Komentar