Langsung ke konten utama

Kenangan Masa Kanak-kanak..

[caption id="attachment_803" align="alignright" width="300"]Masjid Wustha di Ampang. Foto: Zaldi Heriawan Masjid Wustha di Ampang.
Foto: Zaldi Heriawan[/caption]

Apa yang terkenang oleh engku dan encik apabila Bulan Puasa menjelang?

Tatkala kanak-kanak dahulu kami terkenang akan perilaku pandir kami. Begitu memasuki Bulan Puasa kami langsung bermuram durja sebab selama sebulan penuh takkan ada makan tengah hari, tidak ada balanjo bali kulek (jajan), makan es, dan sirup. Dengan pandangan sayu kami pandangi Imsakiyah yang tertempel di dinding. Menghitung dari akhir bulan, tinggal berapa hari lagi puasa kiranya?

Sungguh lawak sangat, karena seharusnya bahagia dan senang dengan kehadiran Bulan Puasa namun justeru sebaliknya.

Disuruh berpuasa, enggan dan terasa berat, disogok pakai hadiah baru hendak. Kalau tak tahan maka akan mencuri-curi minum air ke dapur atau memakan samba sisa sahur yang tersimpan di dalam lemari samba ataupun dalam songkok nasi.

Malamnya bermain di surau, kena marah dan lari pulang. Enggan balik ke surau, kalaupun hendak akan mencari surau lain. Ini (pada bulan puasa) merupakan kesempatan untuk main malam, sebab pada masa dahulu, di kampung kita sangatlah buruak candonyo apabila anak-anak keluar bermain malam. Yang biasa ke luar malam pada hari biasa ialah engku-engku yang suka bermain di kedai. Ataupun para preman tukang mabuk, tukang ampok, tukang maliang, ataupun tukang buat kerusakan lainnya.

Bermain badia-badia garigiak ataupun semenjak petasan mulai masuk kampung, maka nasib badia-badia garigiak mulai uzur. Ditinggalkan karena tak semua kanak-kanak pandai membuatnya. Hendak minta dibuatkan, banyak yang enggan..

Yang terberat ialah sahur, bangun parak siang merupakan pekerjaan terberat. Susah sangat, sudah serumah orang membangunkan, tak hendak jua untuk bangun. Sampai gemas hati orang serumah, penat, dibiarkan saja, lalu terjaga kemudian bergegas-gegas untuk sahur. Tak sempurna tentunya..

Tengah hari mulai termenung “ Lapar sangat perut ini, sungguh berat niat puasa itu kiranya..”

Dipandangi terus jam di dinding, sungguh lama sekali sekalian jarum yang ada di jam itu bergeraknya. Semakin dipandangi, maka semakin lamalah ia..

Setengah Jam sebelum berbuka, telah duduk manis dihadapan hidangan berbuka. Seperempat jam sebelum berbuka, sudah bersiap dengan pinggan di hadapan. Lima menit kemudian, nasi telah di pinggan, lima menitnya lagi tangan sudah dibasuh, dipandangi terus jam di dinding, lama betul dari detik ke detik, menit ke menit. Orang di radio masih saja terus bercakap-cakap, ayah, bunda, inyiak aki, dan nenek telah tertawa saja memandangi cucunya yang kelaparan ini.

Begitu tanda berbuka berbunyi, minum air agak beberapa teguk kemudian langsung menyuap nasi ke mulut. Hap.. aneh, telah dingin nasi ini rupanya..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum