Langsung ke konten utama

Maanta Kanji (Ma-anta Kanji)

[caption id="attachment_860" align="alignleft" width="300"]Kantor Wali Jorong Koto Kaciak yang telah lama tak terpakai. Kantor Wali Jorong Koto Kaciak yang telah lama tak terpakai.[/caption]

Bagi kebanyakan orang-orang sekarang, berbagai acara adat[1] yang biasa dan telah lama berlaku di kampung kita ialah membuang-buang waktu, tak berguna, tak berfaedah, menyusahkan, dan lain sebagainya. Bagaimana kiranya pendapat engku dan encik sekalian, benarkah demikian?

Sesungguhnya, berbagai acara adat yang berlaku di kampung kita[2] berguna untuk memupuk rasa persaudaraan, memperhalus budi-bahasa, mengajari kita akan hubungan berkarib-kerabat, memperpanjang silaturahim, dan lain sebagainya. Dengan saling jalang-manjalang[3] maka hubungan kekerabatan akan semakin dekat, budi bahasa akan semakin halus. Itulah pertanda kita “Orang Beradat”. Coba engku dan encik tengok orang sekarang yang sudah tidak ada lagi mempedulikan hal tersebut, tidak menunaikan segala ketentuan yang telah digariskan oleh adat kita. Seperti apakah budi bahasa mereka?

Salah satu acara adat pada bulan puasa ini ialah “Maanta Kanji”. Maanta Kanji merupakan salah satu adat di kampung kita, yakni berkaitan dengan kewajibans seorang menantu kepada mertuanya. Biasanya yang menunaikan hal ini ialah para menantu perempuan kepada mertua perempuannya. Biasanya hal ini akan terus berlaku hingga masa lima tahun usia pernikahan mereka.

Maanta Kanji ini ialah adat mangantarkan pabukoan ke rumah mertua oleh menantu perempuannya. Adat ini dilaksanakan ialah selepas 15 hari umur puasa.[4] Si menantu akan membawa beberapa makanan khas[5] seperti Gulai Ayam sebanyak tiga potong besar[6], kalio sebanyak 18 iris, pangek ikan[7] tiga ekor, dan boleh ditambah dengan satu jenis samba[8] yang lain sebanyak satu jenis.

Kemudian samba ini diiringi dengan beberapa paminum kawa[9] seperti Sari Kayo (Sri Kaya), sipuluk (beras ketan) sepiring, limpiang bugih 18 buah, dan raga-raga (agar-agar). Itulah makanan yang akan dibawa oleh Si Menantu ke rumah mertuanya.

Si Menantu tidak dilepas berangkat sendiri ke rumah mertuanya, melainkan dikawani oleh dua atau tiga orang perempuan dari kaum atau sukunya. Sebaiknya terdapat satu orang tua (nenek), satu orang dewasa (etek atau maktuo), dan satu lagi perempuan sama gadang sebagai kawan se-hati. Namun diperkenankan juga untuk membawa dua orang saja.

Adat Maanta Kanji ini tentulah telah diberitahukan kepada keluarga Mertua terlebih dahulu perihal kedatangan mereka. Sebab kalau datang tanpa pemberitahuan tandanya raso jo baso kurang, orang akan terkejut dan tak memiliki persiapan.

Tentulah engku dan encik akan bertanya “Persiapan apapula? tinggal menyediakan nasi saja lagi. Nan samba dan paminum kawa telah dibawa oleh menantu..”

[caption id="attachment_861" align="alignright" width="300"]Salah satu Rumah Gadang di Simpang Kubang Putiah. Salah satu Rumah Gadang di Simpang Kubang Putiah.[/caption]

Tidaklah serupa itu duhai engku dan encik sekalian. Semuanya pakai caro, begitulah kearifan orang tua-tua kita dahulu di kampung ini. Tidak serupa sekarang, datang orang bertandang ke rumah, lupa dibasoi minum, ditanya langsung niat kedatangan. Atau datang ke rumah orang tak pakai salam, ditokok pintu rumah orang keras-keras. Atau dalam hal pakaian, anak-kamanakan kita yang perempuan bertelanjang di tengah labuah dipebiarkan saja “Zaman telah berubah,  tanda kemajuan, di tengah marah mereka ke kita..”

Pada hari yang telah ditentukan, keluarga mertua akan sekaligus mengadakan acara Berbuka Bersama. Mengundang segala karib-kerabat, tergantung kemampuan si mertua. Yang patut untuk diundang ialah keluarga dekat saja, kalau ada kelebihan rezki baru diundang karib yang lain. Si mertua tinggal membuat sambal tambahan untuk berbuka nanti, karena sebagian sudah dibawa oleh menanatu. Salah satu hikmah dari acara ini ialah guna menghindari terbuang percumanya samba yang dibawa menantu. Sebab jumlahnya yang banyak takkan habis dimakan sekeluarga selama beberapa hari.

Si Menantu akan bermalam di rumah mertua, selepas sahur esok barulah dia kembali pulang ke rumahnya. Begitulah adat di kampung kita duhai engku dan encik sekalian..

Ada satu cerita menarik dari orang tua-tua dahulu “Kalau dahulu, tatkala orang mengantar kanji ini. Maka akan ramai pada petang hari terlihat di jalan-jalan di kampung kita orang-orang dalam rombongan berjalan beriringan mengantar kanji ke rumah mertuanya. Sungguh suatu pemandangan yang sangat jarang sekali kita temui pada masa sekarang. Pada masa sekarang Orang Kamang sudah menjadi pemalas, naik motor atau mobil ke rumah mertua. Tak tampak di awak nan rabun ini mereka pergi. Sungguh tak terkira rindu dendamnya hati ini..

Lanjut beliau lagi “Dahulu, para induak-induak ini telah bakameh (bersiap-siap) selepas zuhur. Telah sibuk mereka, sekarang? Tak usah engkau tanyakan..”

"Pastilah elok sekali dipandang mata ya nyiak, perempuan berbaju kurung, manjunjuang dan manjinjiang pinggan berjalan ke rumah mertua.." seru kami

"Benarlah demikian, pada masa sekarang sudah berlainan perkaranya perempuan bertelanjang sudah lazim. Kalau di tegah kata orang kita fanatik. Satu hal yang perlu engkau ketahui, pada saat seorang isteri berniat maanta kanji. Maka si suami hendaknya memberikan uang belanja untuk isterinya.."

Begitulah engku dan encik sekalian, bagaimana kiranya dengan keluarga engku dan encik sekalian? Adakah mengerjakannya..?







[1] Orang-orang lazim menggunakan kata “ritual”, dipopulerkan oleh Media Televisi. Namun kami kurang berkenan dengan kata “ritual” karena lebih mengarah (konotasi) ke suatu kegiatan atau upacara agama dari agama lain selain Islam (Kafir)




[2] Tidak hanya di Kamang, melainkan di seluruh Minangkabau juga berlaku hal serupa namun memiliki perbedaan dalam pelaksanaannya. Corak dan ragam berbeda sesuai dengan falsafah “Adat Salingka Nagari”




[3] Menziarahi, menemui, bertemu, silaturahim




[4] Di atas tanggal 15 Ramadhan




[5] Khas Minangkabau.




[6] Satu ekor ayam dibagi kepada empat potong besar. Tiga potong dibawa ke rumah mertua, satu potong ditinggal.




[7] Dapat saja dari jenis ikan paweh atau ikan ameh.




[8] Lauk




[9] Berasal dari kata “paminum” dan “kawa”. Paminum berarti peminum atau kawan untuk mengiringi minuman seperti makanan kecil seperti gorengan. Sedangkan “kawa” berasal dari Bahasa Arab “Khawa” yang berarti Kopi. Paminum Kawa ialah makanan yang menyertai untuk meminum kopi. Pada masa dahulu yang dijadikan kawan untuk minum kopi ialah limpiang atau lapek, goreng pisang, sarabi, raga-raga, apam, dan lain sebagainya


Komentar

  1. […] tulisan yang dahulu, telah kami terangkan perihal adat Maanta Kanji. Maka pada tulisan ini kita akan membahas mengenai adat Manjalang Saha. Adat ini merupakan adat […]

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum