[caption id="attachment_1538" align="alignleft" width="300"] Lambang Nagari Kamang Hilia[/caption]
Beberapa masa yang lalu kami bersua dengan seorang engku yang rupanya berasal dari salah satu nagari di Luhak Agam ini. Kami bercakap-cakap perihal orang kampung, maklumlah engku orang rantau kalau bersua dengan orang-orang yang sekampung pastilah bernostalgia. Memanglah nagari kami tak sama, namun di rantau orang asalkan masih orang Kamang Magek, Tilatang Kamang, Bukittinggi, Luhak Agam, atau Minangkabau maka kita akan langsung merasa dekat.
“Tidak tuanku, maota saja engku ini! Kalau benar kenapa saya tidak merasakan hal yang serupa?” tanya engku dan encik kepada kami.
“Memanglah benar demikian, sebab masing-masing orang memiliki pengalaman yang berbeda-beda pula. Namun pernyataan kami di atas seperti kata orang sekarang iala menjeneralisir.” Begitulah engku dan encik sekalian.
Engku tak begitu lama kami bercakap-cakap, maka kemudian datanglah kawan engku ini mencari beliau. Rupanya si engku ini telah hilang, di telpon tak mengangkat oleh kawan beliau ini. Ketika ditanya kenapa tak menghilang begitu saja serta telponpun tak pula diangkat. Maka si engku menjawab dengan tersenyum simpul “Lupa saya memberi tahu kepergian saya sedangkan hape saya tertinggal di dalam tas..”
Namun si engku langsung mengalihkan pembicaraan “Perkenalkan engku ini kawan sekampung saya. Asal beliau ini ialah dari Nagari Kamang, sekitar 12 Km sebelah Timur Laut Kota Bukittinggi..”
Kamipun bersalaman dan tampaknya kawan si engku ini tertarik dengan nama Kamang “O.. macam tu, kalau saya tak salah ingat Kamang itu ialah nama sebuah pemberontakan..”
“Benar engku, tahun 1908 tepatnya..” jawab kami.
Kemudian si engkupun tak mau kalah, beliaupun meningkahi “Selain terkenal dengan Perang Kamangnya, kampung engku inipun sangat terkenal dengan Durian Kamang, Limau Kamang, Manggis Kamang, Kerupuk Kamang, Beras Kamang, Perabot Kamang, dan masih banyak lagi yang saya telah lupa..”
“Kalau beras engku, untuk kisaran Bukittinggi dicari orang, takkan laku beras Solok. Durian dan Manggis Kamang setiap tahunnya dinanti orang musimnya. Cobalah nanti apabila kita pulang ketika musim durian maka akan engku rasakan sendiri betapa nikmatnya Durian Kamang itu..”
Kami hanya tersenyum melihat betapa si engku bersemangat sekali dalam memperkenalkan kampung kita kepada orang lain. Kawan si engku inipun menjawab “Wah, banyak rupanya yang terkenal dari kampung engku ini. Pastilah kampung engku merupakan sebuah kampung yang hebat..”
Tatkala malam harinya ketika hendak tidur di dipan kami yang buruk, terkenang kembali segala kejadian sehari ini. Terfikir oleh kami, betapa indah dan beruntungnya kampung kita Kamang. Begitu banyak hal-hal (potensi) baik yang membuat orang terkenang akan kampung kita. Kemudian tatkala kami sedang asyik memikirkan hal tersebut, muncul pertanyaan radikal yang mengusik hati kami hingga kini “Bagaimana seandainya yang dikenang orang tentang Kamang itu ialah yang buruk-buruk..?!”
Benar engku dan encik sekalian, bagaimana kalau yang dikenang oleh orang itu ialah “pencuri, penipuan (ciluah), perbuatan maksiat, penghujat agama, dan lain sebagainya..?”
Dalam hati kami berdo’a semoga janganlah hal serupa itu yang berlaku hendaknya. Kita jaga jualah marwah Kamang ini…
Beberapa masa yang lalu kami bersua dengan seorang engku yang rupanya berasal dari salah satu nagari di Luhak Agam ini. Kami bercakap-cakap perihal orang kampung, maklumlah engku orang rantau kalau bersua dengan orang-orang yang sekampung pastilah bernostalgia. Memanglah nagari kami tak sama, namun di rantau orang asalkan masih orang Kamang Magek, Tilatang Kamang, Bukittinggi, Luhak Agam, atau Minangkabau maka kita akan langsung merasa dekat.
“Tidak tuanku, maota saja engku ini! Kalau benar kenapa saya tidak merasakan hal yang serupa?” tanya engku dan encik kepada kami.
“Memanglah benar demikian, sebab masing-masing orang memiliki pengalaman yang berbeda-beda pula. Namun pernyataan kami di atas seperti kata orang sekarang iala menjeneralisir.” Begitulah engku dan encik sekalian.
Engku tak begitu lama kami bercakap-cakap, maka kemudian datanglah kawan engku ini mencari beliau. Rupanya si engku ini telah hilang, di telpon tak mengangkat oleh kawan beliau ini. Ketika ditanya kenapa tak menghilang begitu saja serta telponpun tak pula diangkat. Maka si engku menjawab dengan tersenyum simpul “Lupa saya memberi tahu kepergian saya sedangkan hape saya tertinggal di dalam tas..”
Namun si engku langsung mengalihkan pembicaraan “Perkenalkan engku ini kawan sekampung saya. Asal beliau ini ialah dari Nagari Kamang, sekitar 12 Km sebelah Timur Laut Kota Bukittinggi..”
Kamipun bersalaman dan tampaknya kawan si engku ini tertarik dengan nama Kamang “O.. macam tu, kalau saya tak salah ingat Kamang itu ialah nama sebuah pemberontakan..”
“Benar engku, tahun 1908 tepatnya..” jawab kami.
Kemudian si engkupun tak mau kalah, beliaupun meningkahi “Selain terkenal dengan Perang Kamangnya, kampung engku inipun sangat terkenal dengan Durian Kamang, Limau Kamang, Manggis Kamang, Kerupuk Kamang, Beras Kamang, Perabot Kamang, dan masih banyak lagi yang saya telah lupa..”
“Kalau beras engku, untuk kisaran Bukittinggi dicari orang, takkan laku beras Solok. Durian dan Manggis Kamang setiap tahunnya dinanti orang musimnya. Cobalah nanti apabila kita pulang ketika musim durian maka akan engku rasakan sendiri betapa nikmatnya Durian Kamang itu..”
Kami hanya tersenyum melihat betapa si engku bersemangat sekali dalam memperkenalkan kampung kita kepada orang lain. Kawan si engku inipun menjawab “Wah, banyak rupanya yang terkenal dari kampung engku ini. Pastilah kampung engku merupakan sebuah kampung yang hebat..”
Tatkala malam harinya ketika hendak tidur di dipan kami yang buruk, terkenang kembali segala kejadian sehari ini. Terfikir oleh kami, betapa indah dan beruntungnya kampung kita Kamang. Begitu banyak hal-hal (potensi) baik yang membuat orang terkenang akan kampung kita. Kemudian tatkala kami sedang asyik memikirkan hal tersebut, muncul pertanyaan radikal yang mengusik hati kami hingga kini “Bagaimana seandainya yang dikenang orang tentang Kamang itu ialah yang buruk-buruk..?!”
Benar engku dan encik sekalian, bagaimana kalau yang dikenang oleh orang itu ialah “pencuri, penipuan (ciluah), perbuatan maksiat, penghujat agama, dan lain sebagainya..?”
Dalam hati kami berdo’a semoga janganlah hal serupa itu yang berlaku hendaknya. Kita jaga jualah marwah Kamang ini…
Limau Kamang... nan diawak bana mah engku... Kalau sakali mancubo, manjadi candu.. limau kamang sabana mantap...
BalasHapuslah banyak pula orang kampung kita yang menanamnya pada masa sekarang rangkayo. mudah-mudahan berjaya serupa dahulu..
BalasHapus