Rosok Aia-Rosok Dadak[1]
Rosok aia-rosok dadak, ialah suatu istilah atau ungkapan yang dalam masyarakat kita digunakan sebagai perumpamaan. Ianya bermakna suatu usaha yang dilakukan oleh fihak keluarga seorang perempuan dalam menyelidiki mengenai perihal diri seorang lelaki kepada keluarganya. Apakah dia masih sendiri atau sudah punya calon isterikah?
Tidak ada aturan baku mengenai siapa orang yang akan diutus untuk mencari tahu perihal diri seorang lelaki kepada fihak keluarganya. Bisa saja bapak[2], mamak[3], etek, maktuo, kakak, tuan[4], atau fihak kerabat yang lain. Begitu juga dengan fihak yang dituju, dapat saja langsung kepada ayah atau ibunya, atau kepada mamak, ataupun kepada kerabat lain yang dirasa tahu perihal keadaan diri Si Buyuang.
Semuanya dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui oleh orang banyak. Yang mengetahui ialah keluarga dan kerabat dekat saja. Salah satu tujuannya ialah untuk menghindari rasa malu apabila perjodohan ini gagal tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Adalah suatu kelaziman tentunya apabila suatu perjodohan tidak selalu berjalan dengan lancar. Kadang yang satu suka, yang lain tak suka, dan juga jarang pada perjodohan yang pertama langsung terbesit kata “iya” di hati. Melainkan setelah beberapa kali perjodohan atau ditambahi pula dengan sedikit “kata mengeras” dari fihak keluarga. Barulah Si Buyuang atau Si Upiak menunjukkan lunak hatinya.
Engku dan encik tentunya bertanya kepada kami, kenapa dikatakan pula oleh orang dengan rosok aia-rosok dadak? Bukankah dapat saja digunakan ungkapan lainnya..?
Benar engku dan encik sekalian, tentulah ada maksud dan makna dari ungkapan ini. Engku dan encik tentulah telah faham apa dengan yang dimaksudkan dengan rosok? Ialah raba dalam Bahasa Melayu atau Indonesia. Sedangkan dadak atau dedak merupakan salah satu sisa dari penggilingan padi. Ada yang berupa sekam dan adapula yang berupa dedak.
Di kampung kita, dedak merupakan makanan untuk ayam peliharaan di rumah. Cara menghidangkannya untuk ayam ialah dengan cara mencampurkannya dengan air. Ada kalanya dengan air mendidih supaya lahap makan ayam. Dalam mencampurkan air dan dedak haruslah benar-benar sesuai agar jangan terlalu liat dedaknya atau terlalu berair sehingga tak disukai oleh ayam.
Campuran air dan dedak hendaknya benar-benar sesuai tidak terlalu encer (berair) dan tidak pula terlalu liat. Sehingga ayam suka untuk memakannya. Begitu pulalah dengan apa yang sedang berlangsung dalam pencarian jodoh ini. Fihak perempuan meraba-raba, tampak dimata rasa akan sesuai dengan Si Upiak namun tentulah diselidiki dahulu. Ditinjau kepada sanak keluarga dan kaum kerabatnya, apakah sudah bercalonkah ia?
Kemudian dicari tahu pula perihal peri kehidupannya, watak, tabi’at, akhlak, dan agama. Biasanya apabila tabi’at telah baik maka agamanyapun Insya Allah baik. Pertimbangan harta biasanya merupakan pertimbangan yang berikutnya. Namun dalam kehidupan masyarakat kita sekarang, harta atau uang atau pekerjaan merupakan Syarat Wajib untuk mendapatkan menantu. Apabila belum bekerja maka tak dapat diturut menjadi menantu.
Kalau dalam masyarakat atau dalam keluarga Minangkabau yang masih memegang teguh agama dan adat. Yang menjadi pertimbangan utama ialah agama, akhlak, berilmu dan keturunan (berbangsa). Percuma kiranya bila kita berilmu, berbangsa, beruang, berpangkat dan jabatan kalau agama kurang, adat tak faham, dan akhlak buruk. Karena sebaik-baik manusia ialah manusia yang berakal-budi karena itulah yang membedakan kita dengan orang lain.
Dalam mengambil keputusan, tentulah fihak lelaki meminta tangguh kepada fihak perempuan. Dirundingkan di rumah gadang, ditanyai karib kerabat. Apa guna ditanyai? Sebagai alat untuk menyelidiki perihal diri Si Upiak ini. Ditengok garis nasabnya, diselidiki tabi’at akhlaknya, dicari tahu perihal mamak dan orangtuanya.
Keputusan akhir tentulah di tangan Si Buyuang, sebab dia yang akan menjalani. Keluarga hanya dapat memberi pertimbangan, baik dan buruk semuanya tergantung dari hasil penyelidikan dan perasaan hati Si Buyuang.
Sebenarnya bukan hanya Si Buyuang saja yang dapat memberi keputusan. Sebelum manuruk (manuruik) keluarga SI Buyuang, Si Upiak pun ditanya pula perihal calon yang hendak dijodohkan. Berkenankah ia? Sukakah ia? Diberi juga pertimbangan oleh keluarga, tentunya setelah melakukan penyidikan pula. Ditanya kesana-kemari, ataupun berdasarkan pengetahuan yang didapat dalam pergaulan sehari-haripun ada juga. Maka setelah mendapat persetujuan Si Upiak, barulah Si Buyuang diturut kepada keluarganya.
Apabila telah didapat jawapan dari Si Buyuang, maka diberi kabarlah kepada perutusan nan marosok tadi. Diberikan kepada yang bersangkutan hasil keputusan. Apabila tiada, maka perundingan usai sampai disini. Namun apabila mendapat tanggapan maka segeralah diberi kabar kepada mamak.
Tahapan berikutnya ialah proses resmi dengan misi diplomatik para mamak dengan segenap aturan protokoler pula. Dengan demikian, maka dimulailah cara beradat..
[1] Ada juga orang tua yang berpendapat “rosok aia-rosok minyak”. Haruslah difahami, minyak seperti apa tabi’atnya dan seperti apapula tabi’at air. Harus pandai-pandai mempertemukan keduanya.
[2] Dalam masyarakat Minangkabau, yang dimaksud dengan bapak bukan hanya ayah kandung melainkan orang juga saudara lelaki dari ayah. Apakah saudara lelaki ayah sekandung, se-ayah, se-ibu, saudara lelaki tiri, dan lain-lain dilihat dari timbangan nasab (syari’at) dan adat. Dalam timbangan adat, setiap orang lelaki yang sesuku dangan ayah kita ialah bapak.
[3] Tidak hanya mamak dalam timbangan nasab (syari’at, sedarah, seketurunan) namun bisa juga mamak dalam timbangan adat. Dalam timbangan adat maksudnya saudara lelaki dari ibu baik yang sekandung maupun yang bukan.
[4] Tuan dalam pandangan kita orang Kamang bermakna saudara lelaki yang tua. Masih kita dapati pada masa sekarang, orang tua-tua di kampung kita memanggil tuan sebagai kata ganti uda.
Rosok aia-rosok dadak, ialah suatu istilah atau ungkapan yang dalam masyarakat kita digunakan sebagai perumpamaan. Ianya bermakna suatu usaha yang dilakukan oleh fihak keluarga seorang perempuan dalam menyelidiki mengenai perihal diri seorang lelaki kepada keluarganya. Apakah dia masih sendiri atau sudah punya calon isterikah?
Tidak ada aturan baku mengenai siapa orang yang akan diutus untuk mencari tahu perihal diri seorang lelaki kepada fihak keluarganya. Bisa saja bapak[2], mamak[3], etek, maktuo, kakak, tuan[4], atau fihak kerabat yang lain. Begitu juga dengan fihak yang dituju, dapat saja langsung kepada ayah atau ibunya, atau kepada mamak, ataupun kepada kerabat lain yang dirasa tahu perihal keadaan diri Si Buyuang.
Semuanya dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui oleh orang banyak. Yang mengetahui ialah keluarga dan kerabat dekat saja. Salah satu tujuannya ialah untuk menghindari rasa malu apabila perjodohan ini gagal tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Adalah suatu kelaziman tentunya apabila suatu perjodohan tidak selalu berjalan dengan lancar. Kadang yang satu suka, yang lain tak suka, dan juga jarang pada perjodohan yang pertama langsung terbesit kata “iya” di hati. Melainkan setelah beberapa kali perjodohan atau ditambahi pula dengan sedikit “kata mengeras” dari fihak keluarga. Barulah Si Buyuang atau Si Upiak menunjukkan lunak hatinya.
Engku dan encik tentunya bertanya kepada kami, kenapa dikatakan pula oleh orang dengan rosok aia-rosok dadak? Bukankah dapat saja digunakan ungkapan lainnya..?
Benar engku dan encik sekalian, tentulah ada maksud dan makna dari ungkapan ini. Engku dan encik tentulah telah faham apa dengan yang dimaksudkan dengan rosok? Ialah raba dalam Bahasa Melayu atau Indonesia. Sedangkan dadak atau dedak merupakan salah satu sisa dari penggilingan padi. Ada yang berupa sekam dan adapula yang berupa dedak.
Di kampung kita, dedak merupakan makanan untuk ayam peliharaan di rumah. Cara menghidangkannya untuk ayam ialah dengan cara mencampurkannya dengan air. Ada kalanya dengan air mendidih supaya lahap makan ayam. Dalam mencampurkan air dan dedak haruslah benar-benar sesuai agar jangan terlalu liat dedaknya atau terlalu berair sehingga tak disukai oleh ayam.
Campuran air dan dedak hendaknya benar-benar sesuai tidak terlalu encer (berair) dan tidak pula terlalu liat. Sehingga ayam suka untuk memakannya. Begitu pulalah dengan apa yang sedang berlangsung dalam pencarian jodoh ini. Fihak perempuan meraba-raba, tampak dimata rasa akan sesuai dengan Si Upiak namun tentulah diselidiki dahulu. Ditinjau kepada sanak keluarga dan kaum kerabatnya, apakah sudah bercalonkah ia?
Kemudian dicari tahu pula perihal peri kehidupannya, watak, tabi’at, akhlak, dan agama. Biasanya apabila tabi’at telah baik maka agamanyapun Insya Allah baik. Pertimbangan harta biasanya merupakan pertimbangan yang berikutnya. Namun dalam kehidupan masyarakat kita sekarang, harta atau uang atau pekerjaan merupakan Syarat Wajib untuk mendapatkan menantu. Apabila belum bekerja maka tak dapat diturut menjadi menantu.
Kalau dalam masyarakat atau dalam keluarga Minangkabau yang masih memegang teguh agama dan adat. Yang menjadi pertimbangan utama ialah agama, akhlak, berilmu dan keturunan (berbangsa). Percuma kiranya bila kita berilmu, berbangsa, beruang, berpangkat dan jabatan kalau agama kurang, adat tak faham, dan akhlak buruk. Karena sebaik-baik manusia ialah manusia yang berakal-budi karena itulah yang membedakan kita dengan orang lain.
Dalam mengambil keputusan, tentulah fihak lelaki meminta tangguh kepada fihak perempuan. Dirundingkan di rumah gadang, ditanyai karib kerabat. Apa guna ditanyai? Sebagai alat untuk menyelidiki perihal diri Si Upiak ini. Ditengok garis nasabnya, diselidiki tabi’at akhlaknya, dicari tahu perihal mamak dan orangtuanya.
Keputusan akhir tentulah di tangan Si Buyuang, sebab dia yang akan menjalani. Keluarga hanya dapat memberi pertimbangan, baik dan buruk semuanya tergantung dari hasil penyelidikan dan perasaan hati Si Buyuang.
Sebenarnya bukan hanya Si Buyuang saja yang dapat memberi keputusan. Sebelum manuruk (manuruik) keluarga SI Buyuang, Si Upiak pun ditanya pula perihal calon yang hendak dijodohkan. Berkenankah ia? Sukakah ia? Diberi juga pertimbangan oleh keluarga, tentunya setelah melakukan penyidikan pula. Ditanya kesana-kemari, ataupun berdasarkan pengetahuan yang didapat dalam pergaulan sehari-haripun ada juga. Maka setelah mendapat persetujuan Si Upiak, barulah Si Buyuang diturut kepada keluarganya.
Apabila telah didapat jawapan dari Si Buyuang, maka diberi kabarlah kepada perutusan nan marosok tadi. Diberikan kepada yang bersangkutan hasil keputusan. Apabila tiada, maka perundingan usai sampai disini. Namun apabila mendapat tanggapan maka segeralah diberi kabar kepada mamak.
Tahapan berikutnya ialah proses resmi dengan misi diplomatik para mamak dengan segenap aturan protokoler pula. Dengan demikian, maka dimulailah cara beradat..
[1] Ada juga orang tua yang berpendapat “rosok aia-rosok minyak”. Haruslah difahami, minyak seperti apa tabi’atnya dan seperti apapula tabi’at air. Harus pandai-pandai mempertemukan keduanya.
[2] Dalam masyarakat Minangkabau, yang dimaksud dengan bapak bukan hanya ayah kandung melainkan orang juga saudara lelaki dari ayah. Apakah saudara lelaki ayah sekandung, se-ayah, se-ibu, saudara lelaki tiri, dan lain-lain dilihat dari timbangan nasab (syari’at) dan adat. Dalam timbangan adat, setiap orang lelaki yang sesuku dangan ayah kita ialah bapak.
[3] Tidak hanya mamak dalam timbangan nasab (syari’at, sedarah, seketurunan) namun bisa juga mamak dalam timbangan adat. Dalam timbangan adat maksudnya saudara lelaki dari ibu baik yang sekandung maupun yang bukan.
[4] Tuan dalam pandangan kita orang Kamang bermakna saudara lelaki yang tua. Masih kita dapati pada masa sekarang, orang tua-tua di kampung kita memanggil tuan sebagai kata ganti uda.
Komentar
Posting Komentar