Ma-etong Ari (Menghitung Hari)
Menghitung hari merupakan suatu istilah yang dipakai oleh orang kampung kita. Merupakan suatu masa selepas batando, dimana kedua keluarga mulai menaksir hari yang tepat untuk diberlangsungkannya acara pernikahan anak-anak mereka. Tidak ada ketentuan yang pasti bilakah masanya selepas batando itu para manti[1] mulai pulang pergi antara kedua keluarga.
Manti yang dimaksudkan disini ialah utusan dari kedua belah fihak yang berdiplomasi ke rumah fihak lain. Merekalah penyampai pesan dan pemberi kabar, Manti merupakan orang yang paling berperan dalam perkara menentukan hari ini.
Dalam berurusan, manti tidak terikat pada tata cara adat. Ada yang sampai duduk ke rumah, ada jua yang dimana tersua, kabar disampaikan. Kalau dahulu mamaklah yang menjadi manti, karena memang begitulah dalam adat kita yang matrilineal ini. Namun karena masa telah berubah, sakali aia gadang-sakali tapian barubah, maka untuk perkara penikahan ini manti tidak selalu dilakoni oleh mamak. Dapat saja orang lain yang tak bertali adat[2] namun bertali syara’.[3]
Serta istilah mantipun tak dikenal lagi dalam pasal perjodohan ini. Entah karena mereka tiada pernah ada atau memang sudah menghilang eksistensi mereka. Kamipun tiada pula faham..
Lamanya masa diplomasi inipun tak dapat ditentukan, tergantung dari kesepakatan kedua belah fihak. Apabila telah bersetujuan, telah sesuai dengan hari yang diusulkan maka berakhirlah tugas manti ini.
Demikianlah engku dan encik sekalian, sejauh yang kami ketahui. Kalau ada kurang, tolonglah engku dan encik tukuak[4], kalau singkat tolonglah diuleh[5], kalau khilaf tolonglah diluruskan..
[1]Terdapat empat jenis Orang Besar Dalam Nagari yakni Pangulu (Penghulu), Manti, Malin, dan Dubalang. Secara kasarnya Penghulu ialah pemimpin, Manti ialah pembantu Penghulu dalam tugas-tugasnya, Malin ialah orang yang faham Syari’at, dan Dubalang merupakan ujung tombak penegak wibawa.
Menghitung hari merupakan suatu istilah yang dipakai oleh orang kampung kita. Merupakan suatu masa selepas batando, dimana kedua keluarga mulai menaksir hari yang tepat untuk diberlangsungkannya acara pernikahan anak-anak mereka. Tidak ada ketentuan yang pasti bilakah masanya selepas batando itu para manti[1] mulai pulang pergi antara kedua keluarga.
Manti yang dimaksudkan disini ialah utusan dari kedua belah fihak yang berdiplomasi ke rumah fihak lain. Merekalah penyampai pesan dan pemberi kabar, Manti merupakan orang yang paling berperan dalam perkara menentukan hari ini.
Dalam berurusan, manti tidak terikat pada tata cara adat. Ada yang sampai duduk ke rumah, ada jua yang dimana tersua, kabar disampaikan. Kalau dahulu mamaklah yang menjadi manti, karena memang begitulah dalam adat kita yang matrilineal ini. Namun karena masa telah berubah, sakali aia gadang-sakali tapian barubah, maka untuk perkara penikahan ini manti tidak selalu dilakoni oleh mamak. Dapat saja orang lain yang tak bertali adat[2] namun bertali syara’.[3]
Serta istilah mantipun tak dikenal lagi dalam pasal perjodohan ini. Entah karena mereka tiada pernah ada atau memang sudah menghilang eksistensi mereka. Kamipun tiada pula faham..
Lamanya masa diplomasi inipun tak dapat ditentukan, tergantung dari kesepakatan kedua belah fihak. Apabila telah bersetujuan, telah sesuai dengan hari yang diusulkan maka berakhirlah tugas manti ini.
Demikianlah engku dan encik sekalian, sejauh yang kami ketahui. Kalau ada kurang, tolonglah engku dan encik tukuak[4], kalau singkat tolonglah diuleh[5], kalau khilaf tolonglah diluruskan..
[1]Terdapat empat jenis Orang Besar Dalam Nagari yakni Pangulu (Penghulu), Manti, Malin, dan Dubalang. Secara kasarnya Penghulu ialah pemimpin, Manti ialah pembantu Penghulu dalam tugas-tugasnya, Malin ialah orang yang faham Syari’at, dan Dubalang merupakan ujung tombak penegak wibawa.
Komentar
Posting Komentar