Langsung ke konten utama

Perjodohan (Fasal.6)

Ma-etong Ari (Menghitung Hari)

Menghitung hari merupakan suatu istilah yang dipakai oleh orang kampung kita. Merupakan suatu masa selepas batando, dimana kedua keluarga mulai menaksir hari yang tepat untuk diberlangsungkannya acara pernikahan anak-anak mereka. Tidak ada ketentuan yang pasti bilakah masanya selepas batando itu para manti[1] mulai pulang pergi antara kedua keluarga.

Manti yang dimaksudkan disini ialah utusan dari kedua belah fihak yang berdiplomasi ke rumah fihak lain. Merekalah penyampai pesan dan pemberi kabar, Manti merupakan orang yang paling berperan dalam perkara menentukan hari ini.

Dalam berurusan, manti tidak terikat pada tata cara adat. Ada yang sampai duduk ke rumah, ada jua yang dimana tersua, kabar disampaikan. Kalau dahulu mamaklah yang menjadi manti, karena memang begitulah dalam adat kita yang matrilineal ini. Namun karena masa telah berubah, sakali aia gadang-sakali tapian barubah, maka untuk perkara penikahan ini manti tidak selalu dilakoni oleh mamak. Dapat saja orang lain yang tak bertali adat[2] namun bertali syara’.[3]

Serta istilah mantipun tak dikenal lagi dalam pasal perjodohan ini. Entah karena mereka tiada pernah ada atau memang sudah menghilang eksistensi mereka. Kamipun tiada pula faham..

Lamanya masa diplomasi inipun tak dapat ditentukan, tergantung dari kesepakatan kedua belah fihak. Apabila telah bersetujuan, telah sesuai dengan hari yang diusulkan maka berakhirlah tugas manti ini.

Demikianlah engku dan encik sekalian, sejauh yang kami ketahui. Kalau ada kurang, tolonglah engku dan encik tukuak[4], kalau singkat tolonglah diuleh[5], kalau khilaf tolonglah diluruskan..







[1]Terdapat empat jenis Orang Besar Dalam Nagari yakni Pangulu (Penghulu), Manti, Malin, dan Dubalang. Secara kasarnya Penghulu ialah pemimpin, Manti ialah pembantu Penghulu dalam tugas-tugasnya, Malin ialah orang yang faham Syari’at, dan Dubalang merupakan ujung tombak penegak wibawa.




[2] Bertali adat maksudnya hubungan jika dilihat dari sudut pandang adat matrilineal.




[3] Bertali Syara’ maksudnya hubungan berdasarkan hubungan darah.




[4] Tambah




[5] Diberi penambah


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum