Langsung ke konten utama

Kamang Dalam Lintasan Sejarah Perjuangan_5

Tulisan ini merupakan bagian ke lima dari Buku: Kamang Dalam Lintasan Sejarah Perjuangan  nan dibuat oleh orang kampung kita sekitar 20 tahun nan silam. Kalau kami tiada salah almarhum Engku Haji Nasrullah bersama Engku Haji Adnan gelar St. Samiak ikut dalam tim pembuat buku ini. Mohon engku, rangkayo, serta encik sekalian nan mengetahui perihal buku ini membantu kami. Postingan ini kami bagi kepada beberapa bagian, semoga menambah pengetahuan kita semua perihal kampung nan teramat dicintai ini..


LAMPIRAN   III


Wahid Kari Mudo Dalam Pembuangan




[caption id="attachment_1751" align="alignright" width="300"]Diniyah School - PGA - MTsN Kamang Diniyah School - PGA - MTsN Kamang[/caption]

Kurang lengkap rasanya kalau dalam risalah ini, tidak diungkapkan pula perjuangan S. Wahid Kari Mudo selama dalam pembuangan sampai akhir hayat beliau.


Bulan Juli 1910 beliau meninggalkan Betawi menuju tanah pembuangan di Makasar. Pada bulan Juli 1937 beliau meninggalkan Makasar menuju Padang dalam status tahanan kota. Dua puluh tujuh tahun dalam pembuangan adalah waktu yang cukup lama, tetapi tidak dapat mengubah sikap dan pandangan beliau. Sama halnya dengan mamak (mamanda/paman) beliau Garang Dt. Palindih bekas Lareh Kamang, maka strtegi perjuangan beliau selanjutnya ditujukan kepada usaha mencerdaskan bangsa, dalam hal ini orang Makasar, suatu implementasi dari sikap nasionallisme yang tinggi.


Sebagai seorang ulama dan cendikiawan, beliau mulai mengadakan pengajian. Murid pertama adalah 4 orang asal Minang yang bekerja sebagai pegawai Triangulatie Brigade di Makasar, yaitu St. Majo Lelo yang kemudian bergelar Tuanku Ulama yang berasal dari Simpang Timbo Abu Talu, Syarif berasal dari Lubuk Sikaping, Adas dari Painan dan Maidin dari Talu. Biaya hidup beliau cari sendiri Onderstan dari pemerintah Belanda hanya f 6 (enam gulden). Beliau memulai usaha sebagai tukang jahit dan kemudian berdagang. Tahun 1916 beliau berhasil mendirikan toko Koperasi dengan modal f 2.500 (dua ribu lima ratus gulden).


Pada tahun 1919 beliau sempat mengajar di Sekolah Gouvernement, Osvia, Sekolah Raja dan Normal selama 2 tahun, karena pengaruh beliau yang semakin besar, tahun 1921 beliau di fitnah anti Belanda dan dilarang mengajar. Tahun 1924, mulai mengajar lagi secara diam-diam, murid pertama adalah Rabiah dan Radhiah, 2 orang putri dari H. Daeng Borok, saudagar kaya, pedagang emas dari Kendari. Kemajuan kedua anak ini mendorong H. Daeng Borok untuk membuka sendiri sekolah atas nama anaknya tersebut dengan nama “Rabiah School”, dibawah asuhan A. Wahid Kari Mudo. Sementara itu dengan petolongan kawan-kawan beliau, larangan mengajarpun telah dicopot kembali.


Di bawah asuhan A. Wahid Kari Mudo, Rabiah School maju dengan pesat. Pengaruhnya terasa jauh keluar Makasar bahkan sampai ke Bima, didirikan pula sekolah yang serupa di Bima. Dua tahun kemudian, yakni tahun 1933, anak beliau M. Sanan yang datang ke Makasar 1913 dikirim ke Bima untuk memimpin sekolah tersebut. Oleh karena sakit tahun 1934, M. Sanan kembali lagi ke Makasar.


Tahun 1935 beliau menerbitkan majalah “Remaja” besama-sama denganm Haroen Joenoes Pimpinan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) yang datang ke Makasar akhir tahun 1934. Masa 27 tahun di Makasar, telah beliau pergunakan dengan sebaik-baiknya dalam perjuangan mencerdaskan bangsa, sesuai dengan kedudukan beliau sebagai ulama dan cendikiawan.


Tahun 1937 sampai 1942 beliau dipindahkan ke Padang dengan status tahanan kota. Bulan Maret 1942, Belanda menyerah kepada Jepang, para tahanan politik Belanda dibebaskan dan beliau memilih untuk melanjutkan perjuangan di arena yang lebih luas.


                  Ke Kamang ?


                  Bukan, ke Jakarta. Jawaban beliau


                  Pasti


Bersama – sama kawan di Jakarta beliau mendirikan Majalah HIKMAH langsung menjadi pemimpin redaksi / penanggung jawab sampai akhir hayat beliau 1552 dalam usia 72 tahun.


Inna Lillahi Wainna Ilaihi Raji’un.


 


Sumber : Riwayat Tarich Perjalanan Hidup A. Wahid Kari Modo

 ______________ bersambung


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum