Tulisan ini merupakan bagian keenam dari Buku: Kamang Dalam Lintasan Sejarah Perjuangan nan dibuat oleh orang kampung kita sekitar 20 tahun nan silam. Kalau kami tiada salah almarhum Engku Haji Nasrullah bersama Engku Haji Adnan gelar St. Samiak ikut dalam tim pembuat buku ini. Mohon engku, rangkayo, serta encik sekalian nan mengetahui perihal buku ini membantu kami. Postingan ini kami bagi kepada beberapa bagian, semoga menambah pengetahuan kita semua perihal kampung nan teramat dicintai ini..
LAMPIRAN IV
Inyiak Kari Mudo Yang Saya Kenal
Oleh : Haroen Joenoes
[caption id="attachment_1750" align="alignleft" width="300"] Kabun Alah[/caption]
Pada akhir tahu 1934 setelah selesai menjalani Kader Kursus Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) selama 6 bulan di Bandung, saya berangkat ke Makasar (Ujung Pandang). Ketika itu di Makasar terdapat sedikit kegaduhan dalam tubuh PSII, penyebabnya Sdr. M. Yusuf Samah yang di pecat (Royement) dari partai, yang alhamdulillah tiada berapa lama dapat diamankan kembali.
Saya diprkenalkan dengan Inyiak Kari Mudo urang awak dari Kamang Sumatera Barat, sebagai orang buangan kolonial Belanda, disebabkan oleh tuduhan bahwa beliau diwaktu perang menentang di berlakukannya kewajiban menbayar blasting (pajak) 1908, yang masyhur dengan nama Perang Kamang beliau adalah pembuat jimat kebal pelor dan klewang (pedang).
Diwaktu beliau bercerita tentang tuduhan pemerintah kolonial, bahwa beliau pandai membuat jimat kebal pelor dan klewang itu, beliau memberikan komentar “Bahwa Belanda telah di perbodoh orang”. Tidak ada itu jimat kebal pelor dan pedang. Sedangkan Rasullulah sendiri diwaktu perang uhud pecah bibir dan pecah gigi beliau karena lemparan batu oleh musuh kaum Quraisy. Dan kalau ada ilmu kebal pelor, tiada sahabat-sahabat yang mati di medan tempur.
Beliau dibuang (internir) selama hidup, dan ditunjuk Makasar sebagai tempat tinggal yang baru sekeluarga. Karena Ranah Minang dimsyhurkan sebagai sumber ulama militan, sementara penduduk Makasar sangat simpati mkepada pendatang dari Minang, apalagi beliau adalah ulama pula, beliau kemudian ditampung dan tinggal pada keluarga Daeng Borak, seorang pandai mas (tukang mas istilah Minangnya), selain fanatik Islam, beliau juga orang yang berada, maka Inyiak Kari Mudo dibuatkan sebuah sekolah agama, yang diberi nama dengan nama anak Daeng Borak yang perempuan Rabiah, nama sekolah itu diberi nama “Rabiah School”.
Rabiah School itu adalah sekolah agama tingkat Diniyah, dengan murid ratusan yang berdatangan dari sekitar Makasar. Beliau seorang ulama yang luas pandangan cakrawala ilmu beliau, bahkan ada yang menyebut bahwa beliau adalah ulama modren, luas pandangan dan pemikiran beliau. Alm. H. Agus Salim jika datang ke Makasar untuk urusan PSII, beliau menginap dirumah Inyiak Kari Mudo.
Beliau memang berjiwa merdeka, simpatik, asyik bila mendengarkan, perkataan beliau yang berisi dengan jiwa kebangsaan yang tinggi, di iringi dengan jiwa Islam yang tinggi.
Kami pernah menerbitkan Majalah bulanan, yang bernama “Remaja “. Karena beliau seorang buangan politik, oleh pemerintah Belanda tidak boleh terlalu menonjol, maka pimpinan atau penanggung jawab majalah tersebut adalah saya sendiri. Akan tetapi yang banyak menulis dalam berbagai hal adalah beliau. Terbit hanya beberapa nomor saja, sebab saya sendiri harus pulang ke Sumatera Barat untuk memperkuat pimpinan PSII Sumatera Barat, diasingkan (internir) ke Boven Digul tahun 1934, pun juga kami menghadapi kesukaran keuangan.
PSII Sumatera Barat, PNI dan Permi sejak tahun 1933 dikenakan peraturan bepervant vergader recht (pembatasan hak bersidang dan berkumpul). Akan tetapi pada kenyataannya adalah pelarangan. Sebab sejak keluar peraturan itu, partai yang tiga itu tidak pernah di izinkan mengadakan rapat-rapat, selain hanya dengan sembunyi-sembunyi kalau ketahuan oleh reserse, diganjar 1 atau 2 bulan penjara oleh Pamong Belanda berpangkat Kontroleur yang kami namakan “Pengadilan Koboi”. Apabila kedapatan 3 orang saja bertemu anggota partai yang dikenakan peraturan itu, sudah di anggap rapat dan dihadapan ke Pengadilan Koboi tersebut dengan ganjaran 1, 2 atau 3 bulan penjara, bahkan seorang pengurus PSII wanita Biaro, pernah masuk penjara dengan anaknya yang masih menyusui.
Inyiak Kari Mudo adalah simpatisan PSII. Beliau tidak masuk partai, karena status beliau adalah sebagai orang hukuman. Akan tetapi bila kita berbicara dengan beliau, tentang soal-soal politik, terutama tentang penjajah Belanda yang kafir, beliau bersemangat.
Pernah beliau di datangi oleh seorang pegawai pajak untuk menaksir berapa beliau diharuskan kena pajak. Beliau bertanya kepada pegawai pajak itu, apakah beliau harus membayar pajak pula, pada hal beliau diharuskan kena pajak. Beliau harus membayar pajak pula, pada hal beliau dibuang menentang diberlakukannya pajak?. Kalau saya akan membayar pajak juga, kembalikanlah saya ke kampung saya. Karuan saja pegawai pajak tersebut minta diri dengan kemalu-maluan.
Kegiatan sehari-hari beliau, selain dari mengepalai Rabiah School, sekali seminggu mengadakan kursus Agama Islam untuk umum yang juga dihadiri oleh para cendikiawan.
Sekianlah sekelumit tentang Inyiak Kari Mudo yang saya kenal selama 1,5 tahun sebelum saya kembali ke Sumatera Barat.
Biaro, 4 Oktober 1995
_____________ bersambung
Komentar
Posting Komentar