Lulus SMA merupakan suatu momen terpenting dan bersejarah dalam hidup kita. Kecuali bagi yang tidak bersekolah tentunya. Masa SMA merupakan tahapan akhir dari masa “anak yang dapat diatur”. Setelah lulus dari SMA semua orang dapat melakukan apa yang dikehendaki, memperbuat segala yang terpantang. Intinya lepas dari SMA maka seorang remaja telah merdeka dari segala aturan.
Itulah yang mereka rayakan disaat masa kelulusan telah tiba. Terlepas apakah mereka akan melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ini merupakan suatu kepuasan tersendiri bagi pribadi yang selama ini merasa terkekang ataupun dikekang.
Ekspresi diri mereka diluahkan dalam bentuk bermacam-macam kelakuan, mulai dari mencoret-coret baju seragam, berjalan-jalan menikmati masa yang tersisa di SMA dengan beberapa orang kawan dekat, konvoi atau arak-arakan motor di tengah labuh, bersorak-sorak kegirangan melepaskan beban berat, dan lain sebagainya.
Di kampung kita, untuk mencegah anak-anak SMA ini mencoret-coret baju (tidak hanya di kampung kita) maka pengumuman kelulusan di umumkan pada petang hari Sabtu tanggal 26 Mei 2012. Namun walaupun telah disiasati, tetap saja terdapat beberapa orang siswa yang tangka tetap mencoret-coret baju seragam mereka. Bahkan ada yang sampai malam. Namun jumlah mereka tidak seberapa jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tidak jelas kabar yang terdengar, apakah semua murid di SMU N 1 Kamang Magek lulus Ujian Akhir Nasional? Atau ada beberapa orang yang tidak lulus?
Bagaimanapun hasilnya, kami hanya dapat berharap kedewasaan dari adik-adik kita yang sudah menamatkan pendidikan di SMA. Ini bukanlah akhir ataupun awal, melainkan kelulusan dari SMA masih jauh dari awal suatu masa kehidupan yang akan kalian jalani.
Yang diharapkan dari kelulusan ini ialah kedewasaan berfikir dan bertindak. Dan ini kembali kepada orang tua, guru, dan lingkungan. Apakah si anak sudah diberi cukup bekal untuk menghadapi kejamnya tantangan kehidupan, terutama bekal batin, bekal iman..
Janganlah sampai nanti di bangku kuliah, si anak yang dahulunya pergi seorang sekarang pulang jadi berdua ataupun bertiga. Sudah banyak contoh yang dapat kita ambil. Kita dapat menengok akan jadi apa anak-anak yang berperilaku semacam ini. Bersolek, bergaya, dan berpacaran, akhirnya bunting, kawin, berhenti sekolah, bekerja, ujungnya menjadi pecundang dalam kehidupan. Kawan sama besar tetap laju dalam kehidupan, meraih gelar sarjana, bekerja, menikah, punya anak, punya rumah, punya mobil, dan lain sebagainya.
Atau bagi yang masih dalam perkuliahan, adapula yang minta uang untuk ini dan itu, katanya untuk kepentingan kuliah kepada orang tua. Padahal tak ada, yang ada ialah uang untuk beli baju, bedak, aksesoris, jalan-jalan dengan pacar, ataupun mentraktir sang pujaan hati makan di tempat mewah nan gaul. Lupa dirinya kalau orang tua sudah pontang-panting centang-parentang membanting tulang supaya anaknya jadi sarjana. Tapi uang yang dikirim bukan digunakan untuk kuliah melainkan untuk menghidupi anak orang. Cobalah bayangkan betapa sedih hati orang tuanya pabila mengetahui hal semacam itu. Tak malu bergaya bak anak orang kaya, pada hal tinggal di dangau kecil di sudut nagari. Pabila datang kawan bertandang maka bergegas pergi menyuruk-nyuruk, malu diketahui kawan keadaan sebenarnya dari diri..
Jangan sampai engku, jangan sampailah hendaknya. Lepas kuliah bukannya beban menjadi hilang ataupun berkurang. Amatlah kejam masyarakat kita engku, jika sarjana tak bekerja maka takkan dipandang dalam pergaulan bermasyarakat. Jika lelaki tak hendak diambil menjadi menantu. Betapa banyak bujang-bujang lapuk di kampung kita. Hanya karena tidak pegawai, maka tidak diambil menjadi menantu. Apabila telah menjadi pegawai maka berebut meminang hendang diambil menjadi menantu. Sungguh zaman sekarang zaman materi, zaman uang..
Selepas itu, pabila sudah menikah, pabila tak bawa uang banyak pulang ke rumah bini, maka jangan diharap akan dihormati. Dipandangpun tidak. Orang lain bawa mobil, sedangkan kita kepanasan dan kehujanan bawa motor. Orang lain buat rumah untuk isterinya, kita hidup menompang dengan mertua. Apalagi jika bini memiliki dunsanak padusi pula, alamat diri takkan dihargai..
Begitulah hidup zaman kini duhai engku dan adik-adik sekalian. Berhentilah hidup berhura-hura, beli ini dan beli itu menyiksa orang tua. Jangan sampaim kalian jadi pecundang hendaknya...
Itulah yang mereka rayakan disaat masa kelulusan telah tiba. Terlepas apakah mereka akan melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ini merupakan suatu kepuasan tersendiri bagi pribadi yang selama ini merasa terkekang ataupun dikekang.
Ekspresi diri mereka diluahkan dalam bentuk bermacam-macam kelakuan, mulai dari mencoret-coret baju seragam, berjalan-jalan menikmati masa yang tersisa di SMA dengan beberapa orang kawan dekat, konvoi atau arak-arakan motor di tengah labuh, bersorak-sorak kegirangan melepaskan beban berat, dan lain sebagainya.
Di kampung kita, untuk mencegah anak-anak SMA ini mencoret-coret baju (tidak hanya di kampung kita) maka pengumuman kelulusan di umumkan pada petang hari Sabtu tanggal 26 Mei 2012. Namun walaupun telah disiasati, tetap saja terdapat beberapa orang siswa yang tangka tetap mencoret-coret baju seragam mereka. Bahkan ada yang sampai malam. Namun jumlah mereka tidak seberapa jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tidak jelas kabar yang terdengar, apakah semua murid di SMU N 1 Kamang Magek lulus Ujian Akhir Nasional? Atau ada beberapa orang yang tidak lulus?
Bagaimanapun hasilnya, kami hanya dapat berharap kedewasaan dari adik-adik kita yang sudah menamatkan pendidikan di SMA. Ini bukanlah akhir ataupun awal, melainkan kelulusan dari SMA masih jauh dari awal suatu masa kehidupan yang akan kalian jalani.
Yang diharapkan dari kelulusan ini ialah kedewasaan berfikir dan bertindak. Dan ini kembali kepada orang tua, guru, dan lingkungan. Apakah si anak sudah diberi cukup bekal untuk menghadapi kejamnya tantangan kehidupan, terutama bekal batin, bekal iman..
Janganlah sampai nanti di bangku kuliah, si anak yang dahulunya pergi seorang sekarang pulang jadi berdua ataupun bertiga. Sudah banyak contoh yang dapat kita ambil. Kita dapat menengok akan jadi apa anak-anak yang berperilaku semacam ini. Bersolek, bergaya, dan berpacaran, akhirnya bunting, kawin, berhenti sekolah, bekerja, ujungnya menjadi pecundang dalam kehidupan. Kawan sama besar tetap laju dalam kehidupan, meraih gelar sarjana, bekerja, menikah, punya anak, punya rumah, punya mobil, dan lain sebagainya.
Atau bagi yang masih dalam perkuliahan, adapula yang minta uang untuk ini dan itu, katanya untuk kepentingan kuliah kepada orang tua. Padahal tak ada, yang ada ialah uang untuk beli baju, bedak, aksesoris, jalan-jalan dengan pacar, ataupun mentraktir sang pujaan hati makan di tempat mewah nan gaul. Lupa dirinya kalau orang tua sudah pontang-panting centang-parentang membanting tulang supaya anaknya jadi sarjana. Tapi uang yang dikirim bukan digunakan untuk kuliah melainkan untuk menghidupi anak orang. Cobalah bayangkan betapa sedih hati orang tuanya pabila mengetahui hal semacam itu. Tak malu bergaya bak anak orang kaya, pada hal tinggal di dangau kecil di sudut nagari. Pabila datang kawan bertandang maka bergegas pergi menyuruk-nyuruk, malu diketahui kawan keadaan sebenarnya dari diri..
Jangan sampai engku, jangan sampailah hendaknya. Lepas kuliah bukannya beban menjadi hilang ataupun berkurang. Amatlah kejam masyarakat kita engku, jika sarjana tak bekerja maka takkan dipandang dalam pergaulan bermasyarakat. Jika lelaki tak hendak diambil menjadi menantu. Betapa banyak bujang-bujang lapuk di kampung kita. Hanya karena tidak pegawai, maka tidak diambil menjadi menantu. Apabila telah menjadi pegawai maka berebut meminang hendang diambil menjadi menantu. Sungguh zaman sekarang zaman materi, zaman uang..
Selepas itu, pabila sudah menikah, pabila tak bawa uang banyak pulang ke rumah bini, maka jangan diharap akan dihormati. Dipandangpun tidak. Orang lain bawa mobil, sedangkan kita kepanasan dan kehujanan bawa motor. Orang lain buat rumah untuk isterinya, kita hidup menompang dengan mertua. Apalagi jika bini memiliki dunsanak padusi pula, alamat diri takkan dihargai..
Begitulah hidup zaman kini duhai engku dan adik-adik sekalian. Berhentilah hidup berhura-hura, beli ini dan beli itu menyiksa orang tua. Jangan sampaim kalian jadi pecundang hendaknya...
Komentar
Posting Komentar