Langsung ke konten utama

Tarikh Perang Kamang Bagian. 1

Perang Kamang


Permulaan Kalam


Sekarang telah bulan Juni pula engku, tahukah engku-engku sekalian apa gerangan yang terjadi pada bulan ini? Suatu peristiwa bersejarah engku, peristiwa bersejarah bagi nagari kita yakni Nagari Kamang Darussalam. Suatu peristiwa yang telah menjadi kegiatan tahunan di nagari kita dimana hal tersebut selalu diperingati dengan melaksanakan upacara bendera. Semasa kecil tatkala masih bersekolah dahulu kami yakin engkupun sering disuruh oleh guru-guru untuk pergi upacara bendera ke Tanah Lapang di Ampang.

Benar engku, yang kami maksudkan ialah Perang Kamang, sesuai dengan judul kami di atas. Perang pecah pada tanggal 15 Juni 1908 antara kita orang Kamang beserta beberapa penduduk di sekitar nagari kita dengan Pemerintahan Kolonial Belanda. Kami tak hendak mengatakan bahwa perang ini terjadi antara kita dengan orang Belanda. Sebab Pemeritnah Belanda sendiri yang memang menjadi pemuka pada pemerintahan mereka ketika itu tidak hanya mempekerjakan orang Belanda pada birokrasinya. Melainkan terdapat juga orang Pribumi Indonesia, seperti juru tulis, jaksa, dan beberapa jabatan penting lainnya. Namun yang utama, kebanyakan tentara kolonial yang kesatuannya bernama KNIL, para prajuritnyakebanyakan orang Indonesia. Terutama yang berasal dari Indonesia Timur yakni Negeri Ambon.

Tahukah engku penyebab terjadinya pemberontakan ini? Kami yakin pasti ada beberapa dari engku-engku yang tidak tahu. Sebab kebanyakan dari kita pada masa sekarang ini sangat malas untuk belajar sejarah. Jangankan sejarah negara ataupun sejarah agama kita, sejarah negeri, keluarga, bahkan sejarah keluarga kebanyakan dari kitapun tak paham. Makanya banyak diantara kita, terutama generasi muda Kamang saat ini tak paham hubungan kekerabatan diantara kita. Sebab siapa tahu kita ini badunsanak engku. Siapa tahu..

Penyebab dari pemberontakan kita ialah penetapan pajak yang hendak dikenakan oleh Pemerintah Kolonial pada masa itu terhadap rakyat Minangkabau. Menurut alam fikiran orang sekarang hal semacam itu merupakan perkara yang wajar, bukankah begitu engku?

Memang benar duhai engku yang budiman. Namun mempelajari sejarah hendaklah kita jangan memandangnya dari sudut pandang kita dari masa sekarang. Cobalah kita pahami sudut pandang orang dahulu, bagaimana alam fikiran masyarakat dahulu, cara mereka hidup, berbagai pandangan semacam pantangan yang berlaku dalam hidup bermasyarakat, cara berbahasa, cara berpakaian, berbagai aturan yang berlaku pada masa dahulu, dan lain sebagainya. Kalau orang sejarah menyebutnya dengan jiwa zaman, zeitgest dalam Bahasa Belandanya kalau kami tidak salah.

Berdasarkan sejarah yang kami pahami, hidupan kita orang Minangkabau sungguh berbeda dengan orang-orang di daerah lain engku. Seperti kata ahli sejarah, budaya, politik, dan berbagai disiplin ilmu sosial lainnya, kita orang Minangkabau merupakan orang-orang yang merdeka. Apa maksudnya duhai engku?

Maksudnya ialah dalam segi watak atau tingkah laku, dimana hal ini mencerminkan keadaan perpolitikan atau kekuasaan di negeri kita, Minangkabau dar es Salam. Kalau di daerah lain, kekuasaan raja mereka begitu besar dimana hal ini terlihat pada tata cara mereka dalam kerajaan. Segala tanah yang terdapat dalam kerajaan merupakan milik pribadi dari raja. Kalau begitu mana milik rakyat?

Tak ada engku, hanya rumah, ternak, ataupun harta  lainnya selain tanah. Rakyat mereka miskin sehingga tidak memiliki tanah. Lalu bagaimana dengan tanah yang mereka tempati?

Tanah itu merupakan milik raja yang mana mereka mendapat hak pakai atas tanah tersebut. Oleh karena itulah sebagai balas budi atas kebaikan raja mereka melakukan berbagai persembahan sebagai pengganti daripada pajak. Engku, pada masa dahulu belum dikenal istilah yang bernama “pajak”, “cukai”, dan lain sebagainya. Nama dari berbagai macam persembahan untuk raja itu ialah: upeti, sesembahan, kerja wajib untuk kepentingan raja, dan lain sebagainya.

Menyimak hal yang demikian, tentulah engku paham kenapa sebagian besar orang-orang di negeri kita begitu takluk di hadapan para pemimpin. Jiwa semacam itu telah lama ada, kecuali bagi kita orang Minangkabau. Kita orang Minangkabau tak pernah menundukkan kepada kita pada orang lain, jangankan kepada Rajo Alam, kepada datuk kitapun tak pernah. Kita hanya menundukkan kepala kita di hadapan Sang Khalik, Allah Azza wa Jalla.

Nah, engku sudah mulai pahamkah? Pada masa  dan lain sebagainya. Nama dari berbagai macam persembahan untuk raja itu ialah: upeti, sesembahan, kerja wajib untuk kepentingan raja, dan lain sebagainya.

Menyimak hal yang demikian, tentulah engku paham kenapa sebagian besar orang-orang di negeri kita begitu takluk di hadapan para pemimpin. Jiwa semacam itu telah lama ada, kecuali bagi kita orang Minangkabau. Kita orang Minangkabau tak pernah menundukkan kepada kita pada orang lain, jangankan kepada Rajo Alam, kepada datuk kitapun tak pernah. Kita hanya menundukkan kepala kita di hadapan Sang Khalik, Allah Azza wa Jalla.

Nah, engku sudah mulai pahamkah? Pada masa  dan lain sebagainya. Nama dari berbagai macam persembahan untuk raja itu ialah: upeti, sesembahan, kerja wajib untuk kepentingan raja, dan lain sebagainya.

Menyimak hal yang demikian, tentulah engku paham kenapa sebagian besar orang-orang di negara kita begitu takluk di hadapan para pemimpin. Jiwa semacam itu telah lama ada, kecuali bagi kita orang Minangkabau. Kita orang Minangkabau tak pernah menundukkan kepada kita pada orang lain, jangankan kepada Rajo Alam, kepada datuk kitapun tak pernah. Kita hanya menundukkan kepala kita di hadapan Sang Khalik, Allah Azza wa Jalla.

Sedangkan kita di Alam Minangkabau, tanah itu ialah milik kelompok bukan milik raja ataupun milik pribadi. Kita bebas memanfaatkan segala tanah yang ada untuk kepentingan kaum kita. Ya engku, tanah itu milik kaum dimana masing-masing kaum dikepalai oleh seorang penghulu. Tiap suku memiliki beberapa kaum atau keluarga yang saparuik. Adakalanya satu kaum terdiri atas satu keluarga, dan adakalanya pula satu kaum terdiri atas beberapa keluarga. Hal ini sangat bergantung dengan jumlah anak perempuan dalam satu keluarga, hal ini akan menentukan apakah kaum mereka akan kambang atau tidak.

Tanah ibaratkan asuransi bagi kita orang Minangkabau, dimanfaatkan untuk kepentingan seluruh anggota kaum. Sehingga tak ada orang Minangkabau yang miskin. Hal ini dilengkapi dengan segala peraturan di Alam Minangkabau dimana segala harta apakah itu sawah, ladang, ataupun harta tak bergerak lainnya dilarang untuk diperjual berikan. Hanya ada tiga sebab utama dimana orang Minangkabau diperbolehkan untuk menjual ataupun menggadaikan harta pusaka. Jadi tak ada hak milik pribadi engku.

Sungguh berbeda dengan zaman sekarang engku, banyak orang Minangkabau menggadai bahkan menjual harta pusaka. Sehinga kemiskinan yang dahulu tak pernah ada di Minangkabau, sekarang menjadi banyak terjadi. Bagi orang berfikiran pendek yang tak tahu dengan sejarah dan adat di Minangkabau segera menyalahkan orang Minangkabau lainnya yang tak tahu apa-apa. Begini katanya “Tulah, sibuk bapepatah-petitih juo karajo. Anak kamanakan lah kelaparan..” apa hendak dijawab atas perkataan yang tak bataratik ini duhai engku?

Nah, engku sudah mulai pahamkah? Pada masa tahun salapan itulah kebijakan pajak hendak diterapkan oleh Belanda kepada kita rakyat Minangkabau. Kita yang selama ini tidak pernah membayar apapun kepada siapapun di Alam Minangkabau ini. Sekarang dipaksa untuk membayarkan persembahan kepada orang kafir Pemerintah Kolonial. Memang pada masa dahulu tatkala Rajo Alam masih bertahta di Pagaruyuang setiap nagari di Alam Minangkabau ini dikenakan kewajiban untuk membayar upeti, persembahan, atau apapun itu namanya yang oleh kita orang Minangkabau disebut dengan emas manah kepada Rajo Alam. Namun hal semacam itu bukanlah merupakan paksaan atas dasar kekuasaan. Melainkan suatu tindak tanda baso-basi kita dengan raja, tanda kita orang beraja.

Emas manah diberikan tanpa menerapkan batasan tertentu, melainkan diserahkan kepada masing-masing nagari di Alam Minangkabau untuk memberikan semampu mereka. Dan satuhal lagi kehebatan dari pemimpin kita di Minangkabau ini engku, kalau di daerah lain persembahan tersebut diantar  oleh rakyat kepada raja di ibu negeri mereka. Maka oleh kita orang Minangkabau, emas manah tersebut dijemput sendiri oleh raja kita pada tiap-tiap nagari. Coba bayangkan engku, betapa hebatnya sistim ketatanegaraan kita orang Minangkabau pada masa dahulu. Apabila raja berhalangan sehingga tak dapat untuk menjemput emas manah tersebut maka beliau akan mengutus wakil beliau yang disertai dengan stempel kerajaan sebagai pertanda bahwa dia memang merupakan utusan raja.

Begitulah engku, itulah salah satu penyebabnya kenapa orang kita tak mau dikenakan pajak oleh pemerintah pada masa dahulu. Selain itu memang ada penyebab lainnya. Seperti kewajiban ada pada kepala keluarga dan dikenakan kepada harta milik pribadi. Nah cobalah engku bayangkan apakah sama pengertian kepala keluarga dahulu dengan sekarang? Dalam pengertian orang Belanda yang kepala keluarga itu ialah ayah.

Seperti yang telah kami jelaskan di atas, bahwa tanah di Minangkabau ini tak ada yang milik pribadi, semuanya milik kelompok. Nah bagaimana hendak membayarkan pajaknya? Namun yang lebih utama dari itu semua ialah Belanda telah melanggar perjanjiannya dengan orang Minangkabau dahulu. Tatakal Perang Paderi masih bergejolak dan Belanda kepayahan menghadapi kekeras kepalaan orang Minangkabau maka ditempuhlah salah satu taktik usang yakni membuat perjanjian. Perjanjian dengan seluruh orang Minangkabau ini dikenal dengan nama Plakat Panjang. Bagaimana gerangan isinya engku? Baiklah kami coba berikan petikannya, beginilah kira-kira bunyinya:

  1. Tidak akan terjadi lagi Perang antara Belanda dengan rakyat Minangkabau. Segala perselisihan akan diselesaikan secara damai.

  2. Belanda mengakui kekuasaan Pemerintah Nagari dan tidak lagi akan ikut campur tangan dalam pemerintahan di Nagari.

  3. Sebahagian dari penguasa di Nagari akan dijadikan wakil Belanda dan diberikan gaji.

  4. 4.       Pemerintah tidak akan mengadakan pungutan-pungutan berupa pajak, hanya kepada rakyat dianjurkan supaya menanam kopi.

  5. Supaya dijalin kerja sama antara Belanda dengan Rakyat Minangkabau dan kedua belah pihak diharapkan supaya saling membantu dalam menghadapi musuh masing-masing.[1]


Nah, engku tengok sendirikan isi perjanjian Belanda dengan orang Minangkabau. Memang kita disuruh menanam kopi, “Tanam Paksa Kopi” namanya. Inilah penyebab penetapan pajak tersebut engku. Karena produksi kopi orang Minang menurun maka Belanda mencari akal untuk tetap mendapat penghasilan yang tinggi dari “orang-orang pandir” yang dijajahnya.

Nah engku, demikianlah kira-kira latar belakang penyebab terjadinya Pemberontakan Kamang atau oleh inyiak-inyiak kita lazim disebut dengan “Parang Taun Salapan”. Insya Allah untuk tulisan berikutnya akan kami coba mengisahkan jalannya pemberontakan ini. Kami harap dengan tulisan ini, engku sidang pembaca sekalian akan dapat lebih mudah memahami sejarah perjuangan inyiak-inyiak kita. Sekali lagi engku, jangan menilai suatu peristiwa sejarah dari sudut pandang (perspektif) kita pada masa sekarang. Akan sangat tidak adilah bagi orang-orang pada masa dahulu, terlalu egois, terlalu seombong, terlalu ongeh, dan terlalu congkak duhai engku yang budiman.







[1] Selanjutnya lihat Rusli Amran, Sumatera Barat Plangkat Panjang, hal 12.


Komentar

  1. Lanjutannya mana engku? Hanya permulaan kalam saja?

    BalasHapus
  2. ini lanjutannya http://nagarikamang.wordpress.com/2012/06/12/tarikh-perang-kamang-bagian-2/
    silahkan..

    BalasHapus
  3. Reblogged this on oetoesan melajoe and commented:
    Mengenang Perang Kamang 1908
    Menegakkan Marwah Nagari

    BalasHapus
  4. […] [1]Perang Kamang, Pada tanggal 15 Juni pecah pemberontakan yang dilakukan oleh masyarakat di Nagari Kamang. Pemeberontakan ini disebabkan Pemerintah Kolonial Belanda telah melanggar perjanjian Plakat Panjang yang mereka keluarkan sekitar tahun 1830an guna mengakhiri Perang Paderi. Salah satu isi dari perjanjian tersebut ialah bahwa “pemerintah Belanda berjanji tidak akan memungut pajak kepada rakyat Minangkabau”. Pada awal abad 20 tersebut, Pemerintah Kolonial Belanda memandang Tanam Paksa Kopi tidak lagi efektif diberlakukan untuk menarik pemasukan ke kas Kerajaan Belanda maka dibuatlah keputusan untuk menetapkan “Belasting” atau Pajak. […]

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum