[caption id="attachment_383" align="alignleft" width="300"] Sertifikat urut[/caption]
Katakan tuan, ada berapa tukang urut di kampug kita? Kemudian tukang urut manakah yang menjadi favorit tuan dan engku? Atau tuan memang jarang pergi ke tukang urut?
Kami pernah mendengar perihal adanya tukang urut yang tunanetra di nagari jiran kita. Kalau tak salah ialah di kampung Pulai Nagari Magek. Dahulu kami pernah ke sana, dan kisah yang sempat tertahan dan terlupakan itu kembali teringat dengan jelas tatkala kami membaca sebuah tulisan yang dimuat di blog dinsanak kita.
Mereka ini ialah sepasang suami isteri, sama-sama tak dapat melihat. Kalau tuan pernah menonton sebuah acara talkshow yang sngat dikenal untuk saat ini di negara kita ini, tuan tentu akan faham. Acara talkshow tersebut pernah mengangkat kisah perihal pasangan suami-isteri yang sama –sama tak dapat melihat. Menikah dan membesarkan anak. Memiliki lima orang anak, hanya dua orang yang sehat secara lahiriah.
Pasangan suammi isteri ini juga memiliki seorang anak, laki-laki tuan. Alhamdulillah anak ini sehat. Sungguh kami salut sekali dengan anak ini, tetap tegar dalam menghadapi hidup dan kuat dalam menjalani hari. Pernah pada suatu ketika sang anak menangis sepulang sekolah. Kenapa tuan?
[caption id="attachment_381" align="alignright" width="224"] Si anak "tongga babeleng"[/caption]
Ah.. tahu sendirilah perkara cacat-mencacat sudah menjadi sesuatu yang lazim pada saat sekarang ini tampaknya. Banyak orang tua yang hanya pandai membuat anak tapi tak pandai mengajar dan membesarkan anak. Maaf tuan..
Kawan-kawannya disekolah rupanya telah bertindak tak patut. Ayah-bundanya telah dihina. Anak manakah kiranya tuan yang sampai hati mendengarnya, yang kuat menghadapinya? Maka terbitlah air mata, teriba hati dibuatnya. Kita tak pula orang berpunya, tinggal di tempat yang terkadang tak pula patut disebut sebagai sebuah rumah.
Begitulah tuan, sedih hati kami pabila mengingatnya. Malu rasanya diri ini apabila masih harus mengeluh dalam menjalani kehidupan. Orang-orang sederhana ini masih tetap tegar dan berusaha menjalani hari dengan hati senang.
Mereka tinggal di sebuah bangunan yang menempel ke bangunan utama. Bangunan utama berfungsi sebagai lapau minum, lapau ini dimiliki oleh orang lain. Tampaknya mereka menyewa tempat di sini, karena lapau minum lebih luas dari ruangan yang mereka tempati.
[caption id="attachment_382" align="alignleft" width="300"] Keadaan dalam rumah[/caption]
Ruangan ini kira-kira berukuran lebar 4 m dan panjang 7-10 m. Ruang ini dibagi empat, paling belakang ialah dapur dan kamar mandi, kemudian disebelahnya ada kamar merangkap ruangan tempat menyimpan segala sesuatu, kemudian terdapat ruangan diantara kamar tempat praktek mengurut mereka. Ruangan ini sepertinya tempat meletakkan piring dan peralatan makan lainnya. Selain itu juga digunakan sebagai tempat meletakkan megicom, dan lain sebagainya. Ruangan praktek mereka berukuran 2x3 m, terdapat satu dipan di dalamnya. Kemudian di sebalah ruang untuk mengurut ini terdapat dipan tempat tidur, beserta tivi.
Sungguh terkejut kami melihat keadaan “rumah” tempat tinggal mereka. Berdua mereka kehilangan penglihatan lahir mereka, tapi kami yakin tidak demikian dengan mata bathin mereka. Mata bathin mereka tentunya lebih tajam pengihatannya dari orang lain.
Kalau tuan hendak mencoba berurut ke sini, maka tengok sajalah di Simpang Pulai, sebelah kiri kalau kita dari Koto Panjang. Ada sebuah kedai minum terbuat dari kayu di tepi sebuah banda, kedai tersebut sangat menarik hati karena ada tulisan "ALLAH" dalam bahasa arab di atas pintu ke masuk.
sumber gambar: http://soeloehmelajoe.wordpress.com/2013/01/27/tabah/
Katakan tuan, ada berapa tukang urut di kampug kita? Kemudian tukang urut manakah yang menjadi favorit tuan dan engku? Atau tuan memang jarang pergi ke tukang urut?
Kami pernah mendengar perihal adanya tukang urut yang tunanetra di nagari jiran kita. Kalau tak salah ialah di kampung Pulai Nagari Magek. Dahulu kami pernah ke sana, dan kisah yang sempat tertahan dan terlupakan itu kembali teringat dengan jelas tatkala kami membaca sebuah tulisan yang dimuat di blog dinsanak kita.
Mereka ini ialah sepasang suami isteri, sama-sama tak dapat melihat. Kalau tuan pernah menonton sebuah acara talkshow yang sngat dikenal untuk saat ini di negara kita ini, tuan tentu akan faham. Acara talkshow tersebut pernah mengangkat kisah perihal pasangan suami-isteri yang sama –sama tak dapat melihat. Menikah dan membesarkan anak. Memiliki lima orang anak, hanya dua orang yang sehat secara lahiriah.
Pasangan suammi isteri ini juga memiliki seorang anak, laki-laki tuan. Alhamdulillah anak ini sehat. Sungguh kami salut sekali dengan anak ini, tetap tegar dalam menghadapi hidup dan kuat dalam menjalani hari. Pernah pada suatu ketika sang anak menangis sepulang sekolah. Kenapa tuan?
[caption id="attachment_381" align="alignright" width="224"] Si anak "tongga babeleng"[/caption]
Ah.. tahu sendirilah perkara cacat-mencacat sudah menjadi sesuatu yang lazim pada saat sekarang ini tampaknya. Banyak orang tua yang hanya pandai membuat anak tapi tak pandai mengajar dan membesarkan anak. Maaf tuan..
Kawan-kawannya disekolah rupanya telah bertindak tak patut. Ayah-bundanya telah dihina. Anak manakah kiranya tuan yang sampai hati mendengarnya, yang kuat menghadapinya? Maka terbitlah air mata, teriba hati dibuatnya. Kita tak pula orang berpunya, tinggal di tempat yang terkadang tak pula patut disebut sebagai sebuah rumah.
Begitulah tuan, sedih hati kami pabila mengingatnya. Malu rasanya diri ini apabila masih harus mengeluh dalam menjalani kehidupan. Orang-orang sederhana ini masih tetap tegar dan berusaha menjalani hari dengan hati senang.
Mereka tinggal di sebuah bangunan yang menempel ke bangunan utama. Bangunan utama berfungsi sebagai lapau minum, lapau ini dimiliki oleh orang lain. Tampaknya mereka menyewa tempat di sini, karena lapau minum lebih luas dari ruangan yang mereka tempati.
[caption id="attachment_382" align="alignleft" width="300"] Keadaan dalam rumah[/caption]
Ruangan ini kira-kira berukuran lebar 4 m dan panjang 7-10 m. Ruang ini dibagi empat, paling belakang ialah dapur dan kamar mandi, kemudian disebelahnya ada kamar merangkap ruangan tempat menyimpan segala sesuatu, kemudian terdapat ruangan diantara kamar tempat praktek mengurut mereka. Ruangan ini sepertinya tempat meletakkan piring dan peralatan makan lainnya. Selain itu juga digunakan sebagai tempat meletakkan megicom, dan lain sebagainya. Ruangan praktek mereka berukuran 2x3 m, terdapat satu dipan di dalamnya. Kemudian di sebalah ruang untuk mengurut ini terdapat dipan tempat tidur, beserta tivi.
Sungguh terkejut kami melihat keadaan “rumah” tempat tinggal mereka. Berdua mereka kehilangan penglihatan lahir mereka, tapi kami yakin tidak demikian dengan mata bathin mereka. Mata bathin mereka tentunya lebih tajam pengihatannya dari orang lain.
Kalau tuan hendak mencoba berurut ke sini, maka tengok sajalah di Simpang Pulai, sebelah kiri kalau kita dari Koto Panjang. Ada sebuah kedai minum terbuat dari kayu di tepi sebuah banda, kedai tersebut sangat menarik hati karena ada tulisan "ALLAH" dalam bahasa arab di atas pintu ke masuk.
sumber gambar: http://soeloehmelajoe.wordpress.com/2013/01/27/tabah/
Komentar
Posting Komentar