[caption id="attachment_407" align="alignright" width="224"] Surau Tapi Jorong Nan Tujuah.[/caption]
Surau, apa yang terbayang difikiran tuan pabila kami sebutkan kata itu?
Ialah tempat mengaji, shalat, dan melakukan ibadah lainnya bagi kita orang Islam. Surau merupakan panggilan atau sebutan orang-orang yang menganut kebudayaan Melayu bagi masjid atau mushalla. Orang sekarang membedakan antara masjid dan mushalla, dimana mushalla hanyalah sekedar tempat beribadah untuk shalat lima waktu dan ibadah lainnya, sedangkan masjid dapat digunakan sebagai tempat shalat Jum’at.
Di kampung kita, hampir setiap jorong memiliki mushalla, beberapa ada yang memiliki masjid. Jika sudah ada masjid, tentu mushalla tidak diperlukan lagi. Namun dalam penyebutan orang di kampung kita, kedua jenis tempat ibadah tersebut masih tetap di panggil dengan sebutan “surau”. Semoga saja hal ini tidak berubah, karena ini merupakan ciri khas kita, kearifan budaya kita. Seperti kata orang bijak “Bahasa menentukan Bangsa..”.
Tuan, bagaimanakah keadaan surau di kampung kita pada masa sekarang?
[caption id="attachment_405" align="alignleft" width="300"] Surau Rumah Tinggi[/caption]
Tampaknya tambah lengang tuan, dahulu tatkala kami masih kanak-kanak sudah lengang jua, tentulah sekarang bertambah lengang saja. Sungguh sedih hati jika terkenang perkara ini, sebab kebanyakan orang, tidak hanya di kampung kita, namun dimana-mana juga sama saja. Hati mereka lebih cenderung ke dunia, sangat berat kaki mereka untuk melangkah sekedar menunaikan shalat lima waktu ke surau.
Namun yang sangat terasa bagi kami ialah tatkala pagi ahad, biasanya selepas orang Shalat Subuh di surau, anak-anak mengaji sudah ramai berkumpul untuk melaksanakan didikan subuh. Surau-surau di kampung kita sudah ramai dengan suara anak-anak berteriak-teriak di muka mikrofon. Sekarang tuan, sudah banyak berkurang, hanya sedikit suarau-surau yang masih mengadakan mengaji selepas sekolah menjelang petang. Makanya didikan subuh sudah banyak berkurang.
[caption id="attachment_404" align="alignright" width="300"] Surau Pintu Koto[/caption]
Kenapa tuan..?
[caption id="attachment_402" align="alignleft" width="300"] surau di pandakian katapiang[/caption]
Kata orang tua-tua di kampung kita, pada masa dahulu mereka kalau hendak mengaji ialah malam selepas Magrib menjelang Isya. Surau terasa hidup karena ramai diisi oleh anak-anak nakal nan lugu, kena hardik oleh guru mengaji, kena hukum, dan kena marah lainnya. Namun semenjak orang di sekolah mulai mendapat tugas untuk membuat PR (Pe-eR) maka jumlah anak-anak yang pergi mengaji selepas Magrib ke surau mulai banyak berkurang. Akhirnya dicari akal dengan mengalihkan mengaji dari selepas Magrib sampai menjelang Isya menjadi selepas pulang sekolah sampai petang hari. Itulah awak mula kisahnya.
[caption id="attachment_401" align="alignleft" width="300"] Surau Ampang[/caption]
Ada pula pendapat yang kami dengar bahwa surau-surau mulai lengang semenjak Zaman PRRI, dimana kita orang Minangkabau berontak kepada Soekarno yang semakin mesra saja hubungannya dengan Komunis. Karena kita kalah dalam berperang, maka orang-orang Komunis menjadikan surau sebagai pertanda para pemberontak. Akhirnya orang pergi ke surau apakah untuk shalat maupun mengaji menjadi berkurang. Takut dikatakan pemberontak, berurusan dengan tentara pusat yang tak tahu di adat, dan dapat saja berujung penjara atau kematian.
Tuan..
[caption id="attachment_403" align="alignleft" width="300"] Surau Lubuak di Jorong Nan Tujuah[/caption]
Adakah tuan pergi ke surau untuk sekeda shalat lima waktu di Negeri Rantau yang tuan diami? Pergilah
[caption id="attachment_408" align="alignright" width="300"] Surau Kubang Putiah
Gambar: Zaldi Heriawan[/caption]
tuan, lawan rasa berat dan enggan itu. Kita orang Minang, Bangsa Beradat, adat kita Bersandikan Syara’ dan Syara’ ialah bersandikan Kitabullah. Jangan dilupa, jangan pula dikhianati, jangan serupa kacang yang lupa akan kulitnya. Seperti petuah orang tua-tua kita di kampuang “Buyuang/upiak, kama sen waang/kau pai, nan surau jan dijauhi, dakek-ilah. Insya Allah hiduk ang/kau dirahmati dek Allah Ta’a, sagalo pamasalahan dibari kamudahan..”
[caption id="attachment_406" align="alignleft" width="224"] Surau Tapi Jorong Nan Tujuah[/caption]
Jangan menjadi tungkek pambao rabah, kita yang seharusnya menegakkan Adat dan Syari’at, jangan pula menjadi orang yang meruntuhkannya. Sangat banyak anak-anak muda yang baru lepas dari perguruan tinggi asal kampung kita yang lupa daratan, lupa kacang akan kulit. Mencemooh segala praktek ibadah, mengatakan kalau itu ialah pandir, karena tidak sampai menyelami maknanya, hanya selepas di lisan saja.
[caption id="attachment_409" align="alignleft" width="200"] Surau Simpang Limau di Jorong Dangau Baru
Gambar: Maizal Chaniago[/caption]
Benar tuan, sangat benar pendapat demikian. Namun hendaknya dipandangi dan dimaknai dari berbagai sisi. Pandangan dengan menggunakan kacamata kuda serupa itu sesungguhnya menunjukkan kedangkalan ilmunya. Lagipula apalah guna bicara dan mancacek serupa demikian, kalau yang diri saja belumlah beres betul dalam beramal dan beribadah. Serupa kata Iklan Rokok: Not Action Talk Only
Ingat tuan dan jangan pernah lupa, kita ialah orang Melayu, orang Minang, orang Islam yang menjunjung tiggi Hukum Syari’at. Marwah kita sangat tinggi dihadapan Bangsa ini, janganlah dirusak dengan perilaku ataupun pemahaman tuan-tuan yang tak sesuai dengan Syari’at. Kita orang Minangkabau ialah pendukung setia Syari’at Islam. Tuan pelajari dan dalamilah sejarah kampung kita Kamang Darussalam, sejarah negeri kita Minangkabau Dar es Salam, sejarah Alam Melayu, Sejarah Republik ini, dan Sejarah Dunia Islam.
Surau, apa yang terbayang difikiran tuan pabila kami sebutkan kata itu?
Ialah tempat mengaji, shalat, dan melakukan ibadah lainnya bagi kita orang Islam. Surau merupakan panggilan atau sebutan orang-orang yang menganut kebudayaan Melayu bagi masjid atau mushalla. Orang sekarang membedakan antara masjid dan mushalla, dimana mushalla hanyalah sekedar tempat beribadah untuk shalat lima waktu dan ibadah lainnya, sedangkan masjid dapat digunakan sebagai tempat shalat Jum’at.
Di kampung kita, hampir setiap jorong memiliki mushalla, beberapa ada yang memiliki masjid. Jika sudah ada masjid, tentu mushalla tidak diperlukan lagi. Namun dalam penyebutan orang di kampung kita, kedua jenis tempat ibadah tersebut masih tetap di panggil dengan sebutan “surau”. Semoga saja hal ini tidak berubah, karena ini merupakan ciri khas kita, kearifan budaya kita. Seperti kata orang bijak “Bahasa menentukan Bangsa..”.
Tuan, bagaimanakah keadaan surau di kampung kita pada masa sekarang?
[caption id="attachment_405" align="alignleft" width="300"] Surau Rumah Tinggi[/caption]
Tampaknya tambah lengang tuan, dahulu tatkala kami masih kanak-kanak sudah lengang jua, tentulah sekarang bertambah lengang saja. Sungguh sedih hati jika terkenang perkara ini, sebab kebanyakan orang, tidak hanya di kampung kita, namun dimana-mana juga sama saja. Hati mereka lebih cenderung ke dunia, sangat berat kaki mereka untuk melangkah sekedar menunaikan shalat lima waktu ke surau.
Namun yang sangat terasa bagi kami ialah tatkala pagi ahad, biasanya selepas orang Shalat Subuh di surau, anak-anak mengaji sudah ramai berkumpul untuk melaksanakan didikan subuh. Surau-surau di kampung kita sudah ramai dengan suara anak-anak berteriak-teriak di muka mikrofon. Sekarang tuan, sudah banyak berkurang, hanya sedikit suarau-surau yang masih mengadakan mengaji selepas sekolah menjelang petang. Makanya didikan subuh sudah banyak berkurang.
[caption id="attachment_404" align="alignright" width="300"] Surau Pintu Koto[/caption]
Kenapa tuan..?
[caption id="attachment_402" align="alignleft" width="300"] surau di pandakian katapiang[/caption]
Kata orang tua-tua di kampung kita, pada masa dahulu mereka kalau hendak mengaji ialah malam selepas Magrib menjelang Isya. Surau terasa hidup karena ramai diisi oleh anak-anak nakal nan lugu, kena hardik oleh guru mengaji, kena hukum, dan kena marah lainnya. Namun semenjak orang di sekolah mulai mendapat tugas untuk membuat PR (Pe-eR) maka jumlah anak-anak yang pergi mengaji selepas Magrib ke surau mulai banyak berkurang. Akhirnya dicari akal dengan mengalihkan mengaji dari selepas Magrib sampai menjelang Isya menjadi selepas pulang sekolah sampai petang hari. Itulah awak mula kisahnya.
[caption id="attachment_401" align="alignleft" width="300"] Surau Ampang[/caption]
Ada pula pendapat yang kami dengar bahwa surau-surau mulai lengang semenjak Zaman PRRI, dimana kita orang Minangkabau berontak kepada Soekarno yang semakin mesra saja hubungannya dengan Komunis. Karena kita kalah dalam berperang, maka orang-orang Komunis menjadikan surau sebagai pertanda para pemberontak. Akhirnya orang pergi ke surau apakah untuk shalat maupun mengaji menjadi berkurang. Takut dikatakan pemberontak, berurusan dengan tentara pusat yang tak tahu di adat, dan dapat saja berujung penjara atau kematian.
Tuan..
[caption id="attachment_403" align="alignleft" width="300"] Surau Lubuak di Jorong Nan Tujuah[/caption]
Adakah tuan pergi ke surau untuk sekeda shalat lima waktu di Negeri Rantau yang tuan diami? Pergilah
[caption id="attachment_408" align="alignright" width="300"] Surau Kubang Putiah
Gambar: Zaldi Heriawan[/caption]
tuan, lawan rasa berat dan enggan itu. Kita orang Minang, Bangsa Beradat, adat kita Bersandikan Syara’ dan Syara’ ialah bersandikan Kitabullah. Jangan dilupa, jangan pula dikhianati, jangan serupa kacang yang lupa akan kulitnya. Seperti petuah orang tua-tua kita di kampuang “Buyuang/upiak, kama sen waang/kau pai, nan surau jan dijauhi, dakek-ilah. Insya Allah hiduk ang/kau dirahmati dek Allah Ta’a, sagalo pamasalahan dibari kamudahan..”
[caption id="attachment_406" align="alignleft" width="224"] Surau Tapi Jorong Nan Tujuah[/caption]
Jangan menjadi tungkek pambao rabah, kita yang seharusnya menegakkan Adat dan Syari’at, jangan pula menjadi orang yang meruntuhkannya. Sangat banyak anak-anak muda yang baru lepas dari perguruan tinggi asal kampung kita yang lupa daratan, lupa kacang akan kulit. Mencemooh segala praktek ibadah, mengatakan kalau itu ialah pandir, karena tidak sampai menyelami maknanya, hanya selepas di lisan saja.
[caption id="attachment_409" align="alignleft" width="200"] Surau Simpang Limau di Jorong Dangau Baru
Gambar: Maizal Chaniago[/caption]
Benar tuan, sangat benar pendapat demikian. Namun hendaknya dipandangi dan dimaknai dari berbagai sisi. Pandangan dengan menggunakan kacamata kuda serupa itu sesungguhnya menunjukkan kedangkalan ilmunya. Lagipula apalah guna bicara dan mancacek serupa demikian, kalau yang diri saja belumlah beres betul dalam beramal dan beribadah. Serupa kata Iklan Rokok: Not Action Talk Only
Ingat tuan dan jangan pernah lupa, kita ialah orang Melayu, orang Minang, orang Islam yang menjunjung tiggi Hukum Syari’at. Marwah kita sangat tinggi dihadapan Bangsa ini, janganlah dirusak dengan perilaku ataupun pemahaman tuan-tuan yang tak sesuai dengan Syari’at. Kita orang Minangkabau ialah pendukung setia Syari’at Islam. Tuan pelajari dan dalamilah sejarah kampung kita Kamang Darussalam, sejarah negeri kita Minangkabau Dar es Salam, sejarah Alam Melayu, Sejarah Republik ini, dan Sejarah Dunia Islam.
Komentar
Posting Komentar