[caption id="attachment_590" align="alignleft" width="300"] Gambar Kawasan Pasawahan di Jorong Batubaraguang
Maaf apabila gambar tak sesuai dengan tulisan.[/caption]
Pernahkah muncul pertanyaan dalam hati engku dan encik sekalian “bagaimanakah kiranya peri kehidupan orang zaman dahulu..?”
Kami pernah engku, tidak hanya sekali melainkan berkali-kali. Beruntung Alhamdulillah, kami akhirnya mendapat cerita dari antan[1] kami. Namun tidaklah utuh sebab kami segan dan kasihan apabila harus kami cercar antan kami ini dengan berbagai pertanyaan untuk menuntaskan rasa ingin tahu kami.
Tatkala asyik bercakap-cakap dengan antan, kemudian tersebutlah oleh beliau mengenai kelakuan orang masa dahulu “Dahulu, ketika selesai mengerjakan Shalat Subuh, sambil menanti nasi masak di rumah, maka orang lelaki akan duduk-duduk di palanta sambil maota..”
Palanta ialah sebuah bangku panjang, terbuat dari bambu. Biasa diletakkan oleh orang di tepi jalan yang elok untuk dijadikan sebagai tempat berkumpul[2]. Terkadang di tepi jalan kampung yang agak jauh dari perumahan penduduk, di persimpangan jalan, ataupun di dekat sebuah kedai supaya mudah bagi orang yang duduk-duduk memesan kopi, membeli santo,[3] dan lain sebagainya.
Begitulah engku dan encik sekalian peri kehidupan orang zaman dahulu. Sungguh lapang waktu mereka dan panjang hari mereka. Berbeda sekali dengan orang di zaman sekarang, hari yang sehari bulumlah cukup untuk mencari hidup. Terkadang ditukuak[4] dengan malam, dimana sayup-sayup terdengar jua sura desauan mesin katam dikeheningan. Bangun pagipun belumlah cukup, terdesak oleh anak yang hendak pergi sekolah, suami yang hendak pergi kerja, dan terkadang bagi perempuan yang juga bekerja. Maka mereka juga harus mengurusi diri sendiri.
Itulah mungkin yang dikatakan dalam agama kita “waktu yang berjalan dengan begitu cepat..”
Maaf apabila gambar tak sesuai dengan tulisan.[/caption]
Pernahkah muncul pertanyaan dalam hati engku dan encik sekalian “bagaimanakah kiranya peri kehidupan orang zaman dahulu..?”
Kami pernah engku, tidak hanya sekali melainkan berkali-kali. Beruntung Alhamdulillah, kami akhirnya mendapat cerita dari antan[1] kami. Namun tidaklah utuh sebab kami segan dan kasihan apabila harus kami cercar antan kami ini dengan berbagai pertanyaan untuk menuntaskan rasa ingin tahu kami.
Tatkala asyik bercakap-cakap dengan antan, kemudian tersebutlah oleh beliau mengenai kelakuan orang masa dahulu “Dahulu, ketika selesai mengerjakan Shalat Subuh, sambil menanti nasi masak di rumah, maka orang lelaki akan duduk-duduk di palanta sambil maota..”
Palanta ialah sebuah bangku panjang, terbuat dari bambu. Biasa diletakkan oleh orang di tepi jalan yang elok untuk dijadikan sebagai tempat berkumpul[2]. Terkadang di tepi jalan kampung yang agak jauh dari perumahan penduduk, di persimpangan jalan, ataupun di dekat sebuah kedai supaya mudah bagi orang yang duduk-duduk memesan kopi, membeli santo,[3] dan lain sebagainya.
Begitulah engku dan encik sekalian peri kehidupan orang zaman dahulu. Sungguh lapang waktu mereka dan panjang hari mereka. Berbeda sekali dengan orang di zaman sekarang, hari yang sehari bulumlah cukup untuk mencari hidup. Terkadang ditukuak[4] dengan malam, dimana sayup-sayup terdengar jua sura desauan mesin katam dikeheningan. Bangun pagipun belumlah cukup, terdesak oleh anak yang hendak pergi sekolah, suami yang hendak pergi kerja, dan terkadang bagi perempuan yang juga bekerja. Maka mereka juga harus mengurusi diri sendiri.
Itulah mungkin yang dikatakan dalam agama kita “waktu yang berjalan dengan begitu cepat..”
Komentar
Posting Komentar