Langsung ke konten utama

Adat orang Kamang sebelum Puaso

[caption id="attachment_785" align="alignright" width="300"]Salah satu Rumah Gadang dari Kayu yang masih tersisa di Kamang Darussalam. Maaf gambar tak bersesuaian dengan tulisan Salah satu Rumah Gadang dari Kayu yang masih tersisa di Kamang Darussalam.
Maaf gambar tak bersesuaian dengan tulisan[/caption]

Sudah hampir pula kita akan memasuki bulan puasa, hitungan hari saja lagi. Kabar-kabarnya basigalau[1] pula awal puasa tahun ini. Namun jangan pula menjadi masalah bagi kita orang Kamang, sebab beberapa tahun yang lalu, saling sindia dan hujatlah yang terjadi, sungguh tak patut. Bukankah begitu engku dan encik sekalian..?

Tahukah engku adat kita orang Kamang dalam menyambut bulan suci ini?

Kalau kami tak salah ingat, dahulu di kampung ketika orang akan balimau[2] sudah menjadi adat bagi sebagian orang di kampuang kita maimbau urang[3] untuk datang ke rumah guna mandu’a sabalum puaso.[4] Ada yang mengadakannya secara besar-besara dimana tidak hanya karik-kabiah[5] saja yang diundang, melainkan juga orang sesuku, tuo kampuang, dan beberapa orang lainnya. Namun ada juga yang sekedar mengundang keluarga dekat saja dan karik-kabiah.

Bagi yang maimbau (mengundang), yang diimbau hanyalah keluarga dekat dan karik-kabiah saja. Hal yang serupa ini, merupakan yang terbanyak dilakukan orang. Sebab tidak terlalu memberatkan bagi orang yang mengadakan.[6] Dijamu dan dibawa makan, kemudian saling memaafkan karena hendak berpuasa. Selepas itu kalau ada yang pandai mendu’a (berdo’a), maka akan dipimpin do’a bersama, kalau tak ada maka cukup saling bermaafan saja. Begitulah sepengetahuan kami dahulunya di kampung kita di Kamang Darussalam.



Kami masih berharap nun jauh di rantau ini, bahwa anak nagari Kamang masih menunaikan adat yang telah dicontohkan oleh orang dahulu itu. Sesungguhnya adat itu indah dan menentramkan hati.

Memanglah sejauh yang kami ketahui perihal kampung kita, telah semakin jauh anak nagari dari adat dan syara’. Kejadian serupa ini tidak hanya terjadi di kampung kita melainkan juga di nagari-nagari lainnya di Minangkabau. Hanya saja bentuknya saja yang berbeda.

Sesungguhnya segala petuah dan tata cara yang telah digariskan dalam adat kita, sesungguhnya ialah demi mendidik dan menjaga kehalusan budi pekerti (raso jo pareso) kita orang Minangkabau. Hal ini pulalah yang berkurang bahkan tidak ada pada masa sekarang. Sebab kita telah melepaskan jiwa kebudayaan (identitas) kita orang Minangkabau. Maka dari itu kita tumbuh sebagai pribadi serupa sakarek ula-sakarek baluk (setengah ular, setengah belut) atau seperti kata orang biologi, hemaprodit. Dikatakan jantan tidak, dikatakan jantan tidak, dikatakan betinapun tidak.

Semoga hal ini menjadi bahan pemikiran bagi kita bersama..







[1] Bergaduh, bertikai, konflik (kecil), tidak sejalan,




[2] Secara harfiah balimau ialah menyiramkan air ke seluruh kepala guna membersihkan segala noda ataupun kotoran pada rambut, telinga, dan seluruh bagian kepala. Sedangkan dalam hal ini, balimau mengalami perluasan makna yakni salah satu adat-kebiasaan dalam menyambut bulan puasa.




[3] Mengundang,




[4] Berdo’a sebelum puasa




[5] Karib-kerabat




[6] Memberatkan dari sisi keuangan dan dapur.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan ...

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6...

Perihal Engku dan Encik

[caption id="attachment_894" align="alignleft" width="300"] Rumah Gadang yang telah Ditinggalkan di Nagari Kamang ini. Begitulah adat dan agama dianggap telah usang bagi yang muda-muda. Ditinggalkan dan dibenci. Taratik tak ada, kurang aja merajelala..[/caption] Beberapa masa yang lalu salah seorang anak bujang nan keren dan sangat gaul gayanya memberi pendapat terhadap tulisan kami di blog ini. Apa katanya “ engku encik tu ndak bahaso kamang tu doh tuan, tukalah jo nan labiah sasuai. .” Ah.. panas kepala ini dibuatnya, sesak dada kami dibuatnya, dan rusak puasa kami jadinya. Begitulah anak bujang sekarang, tak diajari oleh induaknya tak pula mendapat pengajaran dari mamaknya. Orang sekarang dalam mendidik anak ialah dengan mampalapehnya saja. Apalagi banyak orang tua yang mengidolakan ( tak e nyehan [1] ) anaknya, segala ucapan dan kelakuan anak ialah baik menurut keluarganya. Terlebih lagi bagi anak bungsu dan tongga babeleng [2] . Raso jo pareso, ...