Langsung ke konten utama

Sahur..sahuuur..

[caption id="attachment_832" align="alignright" width="300"]Pada masa dahulu belum ada listrik. Dikegelapan hari dan dinginnya pagi. Tak menyurutkan langkah. Kenapa sekarang dengan segala kemudahan justeru berkurang..? Pada masa dahulu belum ada listrik. Dikegelapan hari dan dinginnya pagi. Tak menyurutkan langkah. Kenapa sekarang dengan segala kemudahan justeru berkurang..?[/caption]

Apabila sahur apa yang teringat oleh engku dan encik sekalian?

Tentulah suara-suara dari orang-orang yang berteriak di hadapan microfon di surau “jaagooolah.. sahuuuur…

Terkadang semenjak dari pukul tiga pagi hari suara mereka telah terdengar. Ada yang sudah parau karena termakan usia ada juga yang masih kuat pertanda masih muda serta ada juga yang tegas berwibawa karena telah melewati masa muda..

Sungguh hebat engku-engku ini, sebelum orang jaga dari tidur lelap, mereka telah lebih dahulu jaga. Tanpa rasa takut mereka pergi ke surau di pagi yang dingin guna mencari amal berbuat baik, menjagakan orang yang sedang tertidur untuk sahur. Supaya jangan sampai ada yang talalok hingga datang masanya imsak nanti.

Bermacam ragam suara dan teknik teriakan mereka. Bermacam rupa keadaan suara mereka, berlainan pula cara melafalkan, tidak pula sama tekanan pada masing-masing kata, dan besar kecilnya suara. Terkadang hal tersebut menjadi bahan pengamatan yang cukup baik dan sekaligus menjadi hiburan di perak siang.

Tidak jarang ada yang tertawa-tawa kecil di dapur ketika mendengar orang berteriak-teriak di surau di kampung. Karena lawak sangat suaranya, tentu dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada yang empunya suara. Kelucuan suara dan cara pelafasan mereka tidak mengurangi  jasa mereka kepada orang kampung “Hidup Tukang Sahuuuur..!”

Kebiasaan semacam ini tidak hanya di kampung kita, melainkan juga di kampung-kampung lainnya di Minangkabau ini. Inipun telah menjadi salah satu ciri kekhasan bulan puasa. Bukan bulan puasa kiranya pabila tak ada yang berteriak-teriak di surau membangunkan kita dipagi hari.

Namun tampaknya masa itu hampir berakhir, sama kiranya dengan tadarus. Suara-suara serupa itu mulai menghilang pada pagi perak siang di kampung kita. Entahkan karena tidak ada regenerasi, tak ada yang berminat menggantikan, atau memang tak ada yang berkeinginan untuk mencari pahala berbuat baik membangunkan orang sekampung. Entahlah engku dan encik sekalian, kami tak pula faham.

Atau rasa kehilangan ini hanya kami yang merasakannya?

Kata orang tua-tua, dahulu yang bertugas membangunkan orang untuk sahur ialah anak bujang-bujang. Pagi-pagi mereka telah mangguahi tabuah guna membangunkan orang untuk sahur. Ada pula yang berjalan-jalan keliling kampung kemudian berteriak-teriak “jagoola.. sahur..sahur..”.

Terkadang anak-anak bujang ini tidak tidur selepas tadarus. Sebab ada kalanya tadarus tidak hanya sampai tengah malam saja melainkan disambung hingga perak siang. Maka dari itu kemudian anak-anak ini langsung dapat menjagakan orang kampung. Karena biasanya anak bujang sangat susah sekali untuk dibangunkan pada pagi hari, apalagi perak siang..

Kemudian untuk sahur dan menahan (imsak) ada tanda sendiri yang dikirim dari surau kepada orang kampung. Yakni dengan menggunakan tabuah, dan biasanya ini berdasarkan kesepakatan orang-orang di surau hendak diguguah berapa kalikah setiap tanda. Begitulah caranya sebelum datang zaman listrik di negeri kita ini..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum