[caption id="attachment_839" align="alignright" width="300"] Surau Binu.
Foto: Nadzif Hasjmi Maksum[/caption]
Tadarus, merupakan salah satu amalan di bulan puasa ini. Pada masa dahulu semasa kanak-kanak kami juga pernah ikut bertadarus, mengaji bersama selepas Shalat Tarawih di surau. Riuh-rendah suara kami takala mengaji, ada yang tak sesuai makhrajnya adapula yang salah tajwidnya. Ditegur dan diluruskan bacaannya oleh Engku Guru. Semuanya menjadi pengalaman mengasyikkan.
Bukankah begitu guna tadarus, memeriksa kembali bacaan Qur’an kita. Bukankah di masa dahulu, nabi kita menggunakan saat tadarus sebagai salah satu kesempatan untuk memeriksa hafalan dan bacaan Qur’an para sahabat.
Tiap surau di kampung kita pastilah mengadakan tadarus, sangatlah ramai terasa malam Bulan Ramadhan. Itulah yang membedakan dengan malam-malam pada bulan lainnya. Terasa betul rahmat padanya.
Biasanya setiap selesai Shalat Tarawih, mulai ramai orang melakukan tadarus pada setiap surau di kapung kita. Biasanya berlangsung hingga tengah malam.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, suara-suara itu secara perlahan mulai menghilang. Kemana gerangan perginya engku dan encik sekalian? Sedih sekali hati ini pabila terkenang. Apakah ini suatu pertanda bahwa kampung kita secara perlahan telah menjauh dari syara’, dari agama?
Malam Ramadhan mulai terasa sepi, tak jauh berbeda dengan malam-malam biasa. Suara kanak ataupun orang dewasa mengajipun sudah tak terdengar. Sudah menghilangkah kepandaian membaca Al Qur'an mereka?
Apa gerangan yang terjadi dengan kampung kita duhai engku dan encik sekalian..?
Bagaimana engku dan encik sekalian? Bersenang hati sajakah engku dan encik membiarkan perkara yang demikian berlaku di kampung kita?
Foto: Nadzif Hasjmi Maksum[/caption]
Tadarus, merupakan salah satu amalan di bulan puasa ini. Pada masa dahulu semasa kanak-kanak kami juga pernah ikut bertadarus, mengaji bersama selepas Shalat Tarawih di surau. Riuh-rendah suara kami takala mengaji, ada yang tak sesuai makhrajnya adapula yang salah tajwidnya. Ditegur dan diluruskan bacaannya oleh Engku Guru. Semuanya menjadi pengalaman mengasyikkan.
Bukankah begitu guna tadarus, memeriksa kembali bacaan Qur’an kita. Bukankah di masa dahulu, nabi kita menggunakan saat tadarus sebagai salah satu kesempatan untuk memeriksa hafalan dan bacaan Qur’an para sahabat.
Tiap surau di kampung kita pastilah mengadakan tadarus, sangatlah ramai terasa malam Bulan Ramadhan. Itulah yang membedakan dengan malam-malam pada bulan lainnya. Terasa betul rahmat padanya.
Biasanya setiap selesai Shalat Tarawih, mulai ramai orang melakukan tadarus pada setiap surau di kapung kita. Biasanya berlangsung hingga tengah malam.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, suara-suara itu secara perlahan mulai menghilang. Kemana gerangan perginya engku dan encik sekalian? Sedih sekali hati ini pabila terkenang. Apakah ini suatu pertanda bahwa kampung kita secara perlahan telah menjauh dari syara’, dari agama?
Malam Ramadhan mulai terasa sepi, tak jauh berbeda dengan malam-malam biasa. Suara kanak ataupun orang dewasa mengajipun sudah tak terdengar. Sudah menghilangkah kepandaian membaca Al Qur'an mereka?
Apa gerangan yang terjadi dengan kampung kita duhai engku dan encik sekalian..?
Bagaimana engku dan encik sekalian? Bersenang hati sajakah engku dan encik membiarkan perkara yang demikian berlaku di kampung kita?
[…] tampaknya masa itu hampir berakhir, sama kiranya dengan tadarus. Suara-suara serupa itu mulai menghilang pada pagi perak siang di kampung kita. Entahkan karena […]
BalasHapus