Langsung ke konten utama

Kisah Hari Raya (Bagian.1)

[caption id="attachment_939" align="alignleft" width="224"]Urang-urangan Sawah. Diambil Gambarnya pada Salah satu sawah di Pasawangan antara Solok dengan Ladang Darek Urang-urangan Sawah. Diambil Gambarnya pada Salah satu sawah di Pasawangan antara Solok dengan Ladang Darek[/caption]

Petang hari ini, di bilik kami nan sempit nun jauh dari kampung halaman, tanah kelahiran tercinta. Kami memutar sebuah lagu yang bertemakan hari raya, dilantunkan oleh seorang perempuan nan cantik jelita dari Tanah Semenanjung, Puan Siti Nurhaliza namanya. Judul lagunya ialah Air Mata Syawal. Sungguh syahdu lantunan suaranya dan mengiris hati syair lagunya.

Terkenang kami dengan kampung tercinta, ayah-bunda serta sanak keluarga semuanya. Berhari raya di tengah keluarga tercinta memanglah nikmat sangat. Dan kami tak dapat mengalaminya. Sungguh sangat beruntung orang-orang yang pulang kampung.

Namun kami dengar pula bahwa pada libur hari raya ini, berbagai tempat wisata di kampung (Minangkabau) menjadi sangat ramai di kunjungi oleh orang. Tentunya oleh orang-orang yang pulang kampung.

Kami terkenang dengan hari raya yang silam, dahulu kami merasa kekurangan hari untuk menziarahi seluruh keluarga kami. Hubungan karib-kerabat di kampung sungguh membuat kepala pusing. Berbagai penjelasan dan penerangan dari orang tua-tua perihal hubungan kekeluargaan yang terjalin lampin-melampin tidak masuk ke kepala kami. Begitulah orang dahulu, karena banyak beristri maka anak-cucunya menjadi bersaudara semua. Sungguh poligami merupakan sesuatu yang indah. Heran kami dengan orang sekarang yang begitu bencinya dengan poligami ini..

Kami bertanya-tanya dalam hati, apakah sudah ditemukan jurus baru dalam mengakali banyaknya kerabat yang harus diziarahi atau orang-orang yang pulang kampung itu tidak memiliki itikad untuk menziarahi keluarga-keluarga mereka? Atau karena mereka menganggap bahwa yang keluarga itu ialah orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan mereka, dilihat dari satu atau dua generasi saja yakni dari fihak ayah dan ibu?

Entahlah engku dan encik sekalian, kami harap tidak ada orang Kamang yang berkelakuan demikian. Pergi ke tempat wisata disaat seharusnya kita menziarahi karib-kerabat di kampung. Tahu dengan nasab jugalah kita hendaknya, nasab dari fihak ayah dan ibu. Tentunya berbeda dengan hubungan bersuku.

Di kampung kita, apabila kepada orang yang berbeda suku kita panggil mamak. Maka itu pertanda bahwa kita memiliki hubungan bertali darah. Begitu juga apabila ada orang yang lebih tua atau muda atau berpaut usia sangat jauh dengan kita. Dimana mereka kita panggil dengan panggilan yang tak biasa seperti tuan, akak (kakak), apak, dsb maka itu pertanda kita memiliki hubungan tali darah pula. Begitulah adat di kampung kita, Adat dan Syara' benar-benar berbuhul mati. Hal tersebut ialah salah satu buktinya..

Semoga tahun depan kami dapat berkumpul dengan keluarga besar kami dalam merayakan Idul Fitri. Menziarahi semua keluarga, bertukar kabar, mempererat tali silaturahim dan hubungan kekeluargaan. Amin..

 

Berikut kami sertakan vidio dan syair dari lagu yang dinyanyikan oleh Puan Siti:

[youtube http://www.youtube.com/watch?v=soyP0nkQsmY?feature=player_detailpage&w=640&h=360]

 

Air mata Syawal

Siti Nurhaliza

 

Sayu.. hati ini makin sayu..

Rindu.. terkenangkan desa permai

Wajah ayah-bunda..

Bermain di mata..

Mengajak ku pulang ke desa..

Di hari bahagia.. hari raya..

 

Lama ku tunggu..

Bertemu di pagi mulia..

Namun tidak tersampaian..

Air mata jatuh berlinangan..

 

Ku ingin berulang..

Manisnya bersama..

Menyambut hari bahagia..

Jarak memisahkan..

Rindu pertemuan..

Bilakah hasrat jadi nyata..

 

Reff:

Duhai ayah-bunda..

Ampunkan ananda..

Padahal beraya bersama..

Jauh dari mata..

Dekat dalam jiwa..

Terbungkus kasih putih tidak berubah..

 

Lama ku tunggu..

Bertemu di pagi mulia..

Namun tidak kesampaian..

Air mata jatuh berlinangan..

 

Ku ingin berulang..

Manisnya bersama..

Menyambut hari bahagia..

Jarak memisahkan..

Rindu pertemuan..

Bilakah hasrat jadi nyata..

 

Duhai ayah-bunda..

Ampunkan ananda..

Padahal beraya bersama..

Jauh dari mata..

Dekat dalam jiwa..

Terbungkus kasih putih tidak berubah..

 

Sayu.. hati ini makin sayu..

Rindu.. terkenangkan desa permai

Wajah ayah-bunda..

Bermain di mata..

Mengajak ku pulang ke desa..

Di hari bahagia.. hari raya..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum