Langsung ke konten utama

Kisah Hari Raya (Bagian.2)

[caption id="attachment_946" align="alignright" width="300"]Rumah Moderen di Muka Rumah Gadang. Semoga Saja Rumah Gadang ini tetap di pertahankan oleh pemiliknya. Tempat: Pintu Koto Rumah Moderen di Muka Rumah Gadang. Semoga Saja Rumah Gadang ini tetap di pertahankan oleh pemiliknya.
Tempat: Pintu Koto[/caption]

Salah seorang kawan kami berkisah kepada kami. Adapun kisahnya ialah perihal berhari-raya di kampung. Memanglah kami agak merasa bersusah hati karena raya tahun ini tak dapat pulang, di tambah dengan kisah kawan kami ini, tentulah bertambah susah hati kami ini dibuatnya. Namun tampaknya rasa ingin tahun akan keadaan kampung halaman lebih berkuasa daripada rasa sedih itu. Sehingga keraslah hati kami ini untuk meminta kawan kami tersebut mengisahkan pengalamannya berhari-raya di kampung kita.

Kawan kami ini mengisahkan bahwa keluarganya sangat beruntung sekali memiliki banyak kerabat. Tiada putus orang datang bertandang ke rumah pada raya hari pertama dan hari kedua. Bahkan raya hari ketiga masih tetap sibuk, walau tidak sesibuk hari pertama dan kedua.

Dia beruntung karena seluruh keluarganya masih ingat dan terkenang akan hubungan karib-kerabat mereka yang telah lampin-melampin. Jauh semenjak dari nenek, buyut, dan moyang. Saling berpautan dintara ayah dan bundanya, bahkan dilihat dari sudut pandang syara’ (syari’at) ayah dan bundanyapun masih memiliki hubungan keluarga.

Begitulah, kalau tidak dia yang pergi ke rumah dunsanaknya yang senasab maka rumahnyalah yang diziarahi oleh mereka. Sungguh nikmat terasa, suatu hubungan yang terjalin karena rasa kekeluargaan, keikhlasan yang terjalin karena kesamaan keturunan. Sungguh manis sangat..

Disaat orang lain sibuk pergi ke tempat pelancongan, sibuk dengan berbagai acara reuni sekolah di kampung kita. Maka beberapa orang dari kawan-kawan yang berkenan menjadi koresponden kami di kampung mengatakan bahwa mereka tetap sibuk di rumah dan tak talakik pergi ke sekolah untuk reunian.

“Namun ada yang kurang satu Tuanku..” kata salah seorang koresponden kami dalam laporannya. Kami lanjutkan membaca laporan tersebut “Diantara karib-kerabat kami ada yang berasal dari rantau. Entahkah lupa atau memang tak tahu, tatkala mereka datang menziarahi rumah kami, mereka datang dengan tangan hampa. Tentu tak apa bagi kaum lelaki namun sangat buruk bagi kaum perempuan. Kami sekeluarga tetap menyambut dengan bahagia, setidaknya masih teringat oleh mereka akan kami. Namun kekurangan yang satu itu tetap menjadi fikiran bagi kami. Memang tidak ada digariskan dalam syara’ namun bukankah syara’ batilanjang-adat basisampiang. Buah tangan merupakan tanda kehalusan budi kita orang Minangkabau. Banyak orang sekarang yang mengabaikan hal-hal sekecil itu. Dari perkara-perkara yang kecil itulah watak dan karakter kita dibaca oleh orang..”

[caption id="attachment_945" align="alignleft" width="300"]Perempuan Minangkabau masa Dahulu. Babaju Kuruang, Bakodek Kain Saruang, & Batingkuluak. Alangkah cantiknya engku dan encik sekalian.. Gambar: Internet Perempuan Minangkabau masa Dahulu. Babaju Kuruang, Bakodek Kain Saruang, & Batingkuluak.
Alangkah cantiknya engku dan encik sekalian..
Gambar: Internet[/caption]

Memanglah demikian, banyak perkara serupa terdengar oleh kami. Melenggang saja datang ke rumah orang ialah suatu pemandangan yang tak ada sedapnya dipandang. Ditambah lagi dengan pakaian yang dipakai, tak pula bersesuaian dengan tuntunan syara’ dan adat. Sangat terpantang di kampung kita apabila pergi bertandang memakai celana bagi perempuan apalagi celana ketat. Pakai celana ketat saja dilarang apatah lagi memakai baju ketat. Malu awak dengan mamak, apak, dan dunsanak lelaki. Pakailah baju kurung,  karena itu sesungguhnya pakaian asli kita orang Minangkabau.

“Perempuan sekarang tak suka memakai baju kurung Tuanku..” jawab salah seorang kawan.

Ya.. benar, sama dengan lelaki tak suka pula memanjangkan janggut. Terlalu fanatik, kata mereka. Setidaknya hal ini menjadi bahan pemikiran bagi kita bersama.

Entahkan engku dan encik memiliki pendapat berlainan..?

Komentar

  1. Pak melihat foto terakhir saya kepikiran, sebelum berbaju kurung nenek2 kita model pakaiannya seperti apa ya? Apakah begitu kenal baju mereka langsung mengenakan baju kurung?

    BalasHapus
  2. Haha.. pakaian adalah salah satu produk kebudayaan. Untuk mempelajari pakaian yang dikenakan suatu masyarakat pada suatu daerah kebudayaan tentulah bukan perkara mudah. Kita harus tahu latar belakang kepercayaan, kemapuan mereka menguasai teknologi, keadaan alam, dan lain sebagainya.

    Belum ada kajian mendalam perihal Sejarah Pakaian orang zaman dahulu. Hanya saja karena proses pendokumentasian yang ada ialah pada masa abad 19 maka kita tidak dapat menerka-nerka seperti apa pakaian orang sebelum masa itu.

    Namun yang pasti ialah, dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan tinggi dimana nilai-nilai moral sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan. Pakaian mereka sangatlah sopan dan tertutup, tidak memamerkan bentuk tubuh dan menjaga pergaulan antara lelaki dan perempuan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum