[caption id="attachment_946" align="alignright" width="300"] Rumah Moderen di Muka Rumah Gadang. Semoga Saja Rumah Gadang ini tetap di pertahankan oleh pemiliknya.
Tempat: Pintu Koto[/caption]
Salah seorang kawan kami berkisah kepada kami. Adapun kisahnya ialah perihal berhari-raya di kampung. Memanglah kami agak merasa bersusah hati karena raya tahun ini tak dapat pulang, di tambah dengan kisah kawan kami ini, tentulah bertambah susah hati kami ini dibuatnya. Namun tampaknya rasa ingin tahun akan keadaan kampung halaman lebih berkuasa daripada rasa sedih itu. Sehingga keraslah hati kami ini untuk meminta kawan kami tersebut mengisahkan pengalamannya berhari-raya di kampung kita.
Kawan kami ini mengisahkan bahwa keluarganya sangat beruntung sekali memiliki banyak kerabat. Tiada putus orang datang bertandang ke rumah pada raya hari pertama dan hari kedua. Bahkan raya hari ketiga masih tetap sibuk, walau tidak sesibuk hari pertama dan kedua.
Dia beruntung karena seluruh keluarganya masih ingat dan terkenang akan hubungan karib-kerabat mereka yang telah lampin-melampin. Jauh semenjak dari nenek, buyut, dan moyang. Saling berpautan dintara ayah dan bundanya, bahkan dilihat dari sudut pandang syara’ (syari’at) ayah dan bundanyapun masih memiliki hubungan keluarga.
Begitulah, kalau tidak dia yang pergi ke rumah dunsanaknya yang senasab maka rumahnyalah yang diziarahi oleh mereka. Sungguh nikmat terasa, suatu hubungan yang terjalin karena rasa kekeluargaan, keikhlasan yang terjalin karena kesamaan keturunan. Sungguh manis sangat..
Disaat orang lain sibuk pergi ke tempat pelancongan, sibuk dengan berbagai acara reuni sekolah di kampung kita. Maka beberapa orang dari kawan-kawan yang berkenan menjadi koresponden kami di kampung mengatakan bahwa mereka tetap sibuk di rumah dan tak talakik pergi ke sekolah untuk reunian.
“Namun ada yang kurang satu Tuanku..” kata salah seorang koresponden kami dalam laporannya. Kami lanjutkan membaca laporan tersebut “Diantara karib-kerabat kami ada yang berasal dari rantau. Entahkah lupa atau memang tak tahu, tatkala mereka datang menziarahi rumah kami, mereka datang dengan tangan hampa. Tentu tak apa bagi kaum lelaki namun sangat buruk bagi kaum perempuan. Kami sekeluarga tetap menyambut dengan bahagia, setidaknya masih teringat oleh mereka akan kami. Namun kekurangan yang satu itu tetap menjadi fikiran bagi kami. Memang tidak ada digariskan dalam syara’ namun bukankah syara’ batilanjang-adat basisampiang. Buah tangan merupakan tanda kehalusan budi kita orang Minangkabau. Banyak orang sekarang yang mengabaikan hal-hal sekecil itu. Dari perkara-perkara yang kecil itulah watak dan karakter kita dibaca oleh orang..”
[caption id="attachment_945" align="alignleft" width="300"] Perempuan Minangkabau masa Dahulu. Babaju Kuruang, Bakodek Kain Saruang, & Batingkuluak.
Alangkah cantiknya engku dan encik sekalian..
Gambar: Internet[/caption]
Memanglah demikian, banyak perkara serupa terdengar oleh kami. Melenggang saja datang ke rumah orang ialah suatu pemandangan yang tak ada sedapnya dipandang. Ditambah lagi dengan pakaian yang dipakai, tak pula bersesuaian dengan tuntunan syara’ dan adat. Sangat terpantang di kampung kita apabila pergi bertandang memakai celana bagi perempuan apalagi celana ketat. Pakai celana ketat saja dilarang apatah lagi memakai baju ketat. Malu awak dengan mamak, apak, dan dunsanak lelaki. Pakailah baju kurung, karena itu sesungguhnya pakaian asli kita orang Minangkabau.
“Perempuan sekarang tak suka memakai baju kurung Tuanku..” jawab salah seorang kawan.
Ya.. benar, sama dengan lelaki tak suka pula memanjangkan janggut. Terlalu fanatik, kata mereka. Setidaknya hal ini menjadi bahan pemikiran bagi kita bersama.
Entahkan engku dan encik memiliki pendapat berlainan..?
Tempat: Pintu Koto[/caption]
Salah seorang kawan kami berkisah kepada kami. Adapun kisahnya ialah perihal berhari-raya di kampung. Memanglah kami agak merasa bersusah hati karena raya tahun ini tak dapat pulang, di tambah dengan kisah kawan kami ini, tentulah bertambah susah hati kami ini dibuatnya. Namun tampaknya rasa ingin tahun akan keadaan kampung halaman lebih berkuasa daripada rasa sedih itu. Sehingga keraslah hati kami ini untuk meminta kawan kami tersebut mengisahkan pengalamannya berhari-raya di kampung kita.
Kawan kami ini mengisahkan bahwa keluarganya sangat beruntung sekali memiliki banyak kerabat. Tiada putus orang datang bertandang ke rumah pada raya hari pertama dan hari kedua. Bahkan raya hari ketiga masih tetap sibuk, walau tidak sesibuk hari pertama dan kedua.
Dia beruntung karena seluruh keluarganya masih ingat dan terkenang akan hubungan karib-kerabat mereka yang telah lampin-melampin. Jauh semenjak dari nenek, buyut, dan moyang. Saling berpautan dintara ayah dan bundanya, bahkan dilihat dari sudut pandang syara’ (syari’at) ayah dan bundanyapun masih memiliki hubungan keluarga.
Begitulah, kalau tidak dia yang pergi ke rumah dunsanaknya yang senasab maka rumahnyalah yang diziarahi oleh mereka. Sungguh nikmat terasa, suatu hubungan yang terjalin karena rasa kekeluargaan, keikhlasan yang terjalin karena kesamaan keturunan. Sungguh manis sangat..
Disaat orang lain sibuk pergi ke tempat pelancongan, sibuk dengan berbagai acara reuni sekolah di kampung kita. Maka beberapa orang dari kawan-kawan yang berkenan menjadi koresponden kami di kampung mengatakan bahwa mereka tetap sibuk di rumah dan tak talakik pergi ke sekolah untuk reunian.
“Namun ada yang kurang satu Tuanku..” kata salah seorang koresponden kami dalam laporannya. Kami lanjutkan membaca laporan tersebut “Diantara karib-kerabat kami ada yang berasal dari rantau. Entahkah lupa atau memang tak tahu, tatkala mereka datang menziarahi rumah kami, mereka datang dengan tangan hampa. Tentu tak apa bagi kaum lelaki namun sangat buruk bagi kaum perempuan. Kami sekeluarga tetap menyambut dengan bahagia, setidaknya masih teringat oleh mereka akan kami. Namun kekurangan yang satu itu tetap menjadi fikiran bagi kami. Memang tidak ada digariskan dalam syara’ namun bukankah syara’ batilanjang-adat basisampiang. Buah tangan merupakan tanda kehalusan budi kita orang Minangkabau. Banyak orang sekarang yang mengabaikan hal-hal sekecil itu. Dari perkara-perkara yang kecil itulah watak dan karakter kita dibaca oleh orang..”
[caption id="attachment_945" align="alignleft" width="300"] Perempuan Minangkabau masa Dahulu. Babaju Kuruang, Bakodek Kain Saruang, & Batingkuluak.
Alangkah cantiknya engku dan encik sekalian..
Gambar: Internet[/caption]
Memanglah demikian, banyak perkara serupa terdengar oleh kami. Melenggang saja datang ke rumah orang ialah suatu pemandangan yang tak ada sedapnya dipandang. Ditambah lagi dengan pakaian yang dipakai, tak pula bersesuaian dengan tuntunan syara’ dan adat. Sangat terpantang di kampung kita apabila pergi bertandang memakai celana bagi perempuan apalagi celana ketat. Pakai celana ketat saja dilarang apatah lagi memakai baju ketat. Malu awak dengan mamak, apak, dan dunsanak lelaki. Pakailah baju kurung, karena itu sesungguhnya pakaian asli kita orang Minangkabau.
“Perempuan sekarang tak suka memakai baju kurung Tuanku..” jawab salah seorang kawan.
Ya.. benar, sama dengan lelaki tak suka pula memanjangkan janggut. Terlalu fanatik, kata mereka. Setidaknya hal ini menjadi bahan pemikiran bagi kita bersama.
Entahkan engku dan encik memiliki pendapat berlainan..?
Pak melihat foto terakhir saya kepikiran, sebelum berbaju kurung nenek2 kita model pakaiannya seperti apa ya? Apakah begitu kenal baju mereka langsung mengenakan baju kurung?
BalasHapusHaha.. pakaian adalah salah satu produk kebudayaan. Untuk mempelajari pakaian yang dikenakan suatu masyarakat pada suatu daerah kebudayaan tentulah bukan perkara mudah. Kita harus tahu latar belakang kepercayaan, kemapuan mereka menguasai teknologi, keadaan alam, dan lain sebagainya.
BalasHapusBelum ada kajian mendalam perihal Sejarah Pakaian orang zaman dahulu. Hanya saja karena proses pendokumentasian yang ada ialah pada masa abad 19 maka kita tidak dapat menerka-nerka seperti apa pakaian orang sebelum masa itu.
Namun yang pasti ialah, dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan tinggi dimana nilai-nilai moral sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan. Pakaian mereka sangatlah sopan dan tertutup, tidak memamerkan bentuk tubuh dan menjaga pergaulan antara lelaki dan perempuan.