Langsung ke konten utama

Pernikahan Selepas Hari Raya..

[caption id="attachment_996" align="alignleft" width="300"]Salah Satu Rumah Gadang Lama di Bancah. Rumah Gadang akan semarak dimasa Helat Pernikahan, Katam Kaji, Mandu'a, Mambadak Paja, Turun Mandi, dan berbagai acara adat lainnya. Salah Satu Rumah Gadang Lama di Bancah.
Rumah Gadang akan semarak dimasa Helat Pernikahan, Katam Kaji, Mandu'a, Mambadak Paja, Turun Mandi, dan berbagai acara adat lainnya.[/caption]

Beberapa masa yang lalu, pernah ada salah seorang dari engku dan encik yang membuat sebuah postingan pada salah satu grup tentang kampung kita yang isinya kira-kira “kabarnya selepas Hari Raya akan ada Musim Kawin di kampung kita..”

Tampaknya benar agaknya, ada beberapa keluarga yang melangsungkan acara pernikahan anak-anak mereka. Sudah sepatutnya menikah, memanglah wajib menikah, Sunnah Nabi Kita.

Acara pernikahan bagi orang sekarang ialah suatu acara dimana sanak keluarga berkumpul di kampung halaman. Segala hadai-taulan di undang untuk menghadiri, terutama ketika Acara Undangan. Undangan maksudnya ialah tetamu yang datang dengan dikirimi kertas undangan, biasanya hal ini hanya berlaku untuk orang-orang atau kenalan yang berasal dari luar kampung kita. Apakah itu karena hubungan pekerjaan ataupun perkawanan. Namun ada juga orang kampung kita yang turut datang.

Adalah kelaziman pula oleh orang sekarang, entahkan meniru-niru atau memang niat dari hati. Yakni mendatangkan Orgen-tunggal dalam acara undangan ini. Kampung kita yang sunyi senyap menjadi ramai dengan suara dentuman musik. Pertanda Kampung kita telah memasuki zaman moderen, selamat kepada orang Kamang semuanya.

Namun engku dan encik, kalau kami tak salah, Orgen-Tunggal telah dilarang oleh para penghulu di kampung kita. Kerapatan Adat Nagari pun telah mengeluarkan Fatwa perihal ini. Namun, bukan orang Kamang namanya kalau tidak berkeras hati.

Rambut boleh sama hitam duhai engku dan encik, masing-masing kita tentunya memiliki ragam pertimbangan sendiri-sendiri. Namun alangkah eloknya jika segala pertimbangan tersebut kita pulangkan kepada Adat dan Agama di kampung kita. Telah tampak sangat nyata akibat buruk dari permainan orgen ini. Mungkin dimasa sekarang masihlah berjalan baik, nmaun dimasa mendatang siapakan dapat menjamin..?

Kami rasa engku dan encik telah mendengar kabar perihal penelitian beberapa ahli (akademisi) mengenai peralihan jenis hiburan di Minangkabau dari seni tradisional ke seni kontemporer. Yang menjadi pokok pengkajian bukan hanya jenis hiburannya melainkan juga aksi pada saat pertunjukan. Perempuan dengan pakaian seronok dengan musik yang berdentum-dentum. Tentulah engku dan encik pernah pula melihat dan mendengar mengenai hal serupa yang terjadi di Tanah Jawa.

Adat di beberapa nagari telah hancur dikarenakan perkara Orgen ini. Janganlah sampai hal ini sampai berlaku di kampung kita. Kemajuan atau moderen tidak dipandang pada hal yang tampak seperti rumah bagus, pakaian sampik, peralatan dan perkakas terbaru (up to date) di dalam rumah, bahasa yang dipakai (Bahasa Indonesia, Bahasa Gaul), makanan yang dimakan, dan lain sebagainya..

Kemajuan itu dipandang dari perubahan cara berfikir, gaya hidup yang semakin Islami dan Beradat, dan Kehalusan Budi Bahasa. Serupa slogan di Kampung kita: Nan Kuriak iolah Kundi, Nan Sirah iolah Sago-Nan Baiak iolah Kundi, Nan Indah iolah Baso..

Komentar

  1. Alangkah indahnya kalau randai atau saluang kembali hadir dalam pesta-pesta adat ya Pak. Tapi untuk diterima dan kembali diapresiasi orang Minang harus bangga dulu pada dirinya sendiri. Disamping mereka harus upgrade perangai dengan memahami bahwa modernisasi tak harus menghilangkan jati diri. Upgrade perangai itu kayaknya yang paling susah Pak..Orang harus moderen dulu. Benar-benar moderan, gak icak-icak alias kulitnya doang :)

    BalasHapus
  2. Benar pendapat rangkayo itu agaknya..
    mata kebanyakan orang kampung terlalu silau, telah salah memahami, dan telah beralih pemahaman perkara diri, masyarakat, dan bangsa.
    Semoga saja masih dapat kita selamatkan.
    ^_^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum