[caption id="attachment_1059" align="alignleft" width="224"] Maaf gambar tak ada hubungan dengan tulisan engku dan encik. Namun gambar ini diambil pada salah satu perak di kampung kita[/caption]
Bilakah terakhir kalinya engku dan encik bermain kuciang mandok dengan kawan-kawan sama gedang? Kalaulah sekarang kita lakukan juga permainan ini, tentulah akan digelakkan orang kita ini.
“Sudah tak patut..” kata mereka.
Adalah suatu keanehan tatkala kita menengok di televisi, bahwa rupanya kanak-kanak di Jakartapun melakukan permainan yang serupa “Awak kira, hanyalah di awak saja ada permainan ini..”
Namun, bentuk permainan mereka ada berbeda. Selain nama yang juga berbeda yakni Petak Umpet. Petak ialah sama dengan pamehaman kita di Minangkabau ini yakni persegi atau persegi panjang, dapat pula tempat, atau kawasan, dan lain-lain pengertian. Sednagkan umpet berarti sembunyi sama dengan mandok dalam bahasa awaknya.
Permainan mereka ialah satu orang menutup mata, apakah dengan kedua belah tangannya, dengan punggung tangan, ataupun dengan mengalasnya ke dinding. Kemudian yang lain pergi menyembunyikan diri. Setelah menghitung dari satu sampai sepuluh lalu yang menutup mata kemudian membuka matanya dan mulai mencari kawan-kawannya tersebut. Kawannya dicari ke semua tempat yang kemungkinan dijadikan tempat bersembunyi.
Berbeda dengan permainan kuciang mandok kita tentunya. Walau dalam menjalankan permainan terdapat beberapa kesamaan. Permainan kuciang mandok dimulai dengan balasuk guna mencari siapa yang menjadi[1]. Dimulai dengan balasuk tangan hingga akhirnya nanti yang tersisa hanya satu orang yang akan menjadi manjadi. Namun apabila yang tersisa dua orang, maka balasuk tangan ditukar dengan balasuk jari. Orang yang menjadi akan menutup kedua matanya dengan punggung tangan dengan mengalaskannya ke dinding.[2] Lalu dia akan mulai menghitung dari satu sampai sepuluh.
Pada saat menghitung inilah akan terjadi beberapa kejenakaan[3] seperti yang menjadi menghitung kencang-kencang sehingga tak memberi kesempatan kepada kawan-kawannya untuk bersembunyi dengan sempurna. Dimana hal ini akan diprotes oleh kawan-kawan yang lain, ada yang bertura-tura[4], kesal, ataupun hanya tertawa dan tersenyum. Akhirnya penghitunganpun kembali diulang.
Bentuk kejenakaan lainnya ialah yang menjadi mencoba membuat curangan (Bhs. Min; Galia) dengan berusaha mengintip kemana kawan-kawannya bersembunyi. Kalau ketahuan, maka kejadian memprotes, bertura-tura, dan lain sebagainya akan kembali diulang. Selanjutnya hitunganpun akan kembali pula diulang.
Setelah selesai menghitung, maka orang yang manjadi akan mulai mencari, namun dia tidak boleh pergi jauh-jauh dari tempat dia menutup mata tadi. Apa sebab? Karena dalam permainan ini yang bernama kuciang mandok. Makna sesungguhnya ialah yang manjadi merupakan seekor kucing yang menjaga makanan yang dijadikannya sebagai umpan untuk menangkap para tikus. Sehingga apabila ada tikus yang keluar dari persembunyian segera di tangkapnya.
Dalam permainan ini dianalogikan yang menjadi ialah kucing dan yang lain ialah tikus, sedangkan tempat menutup mata ialah makanan pemancing. Para pemain yang bersembunyi, mereka mencari tempat persembunyian yang tidak begitu jauh dari tempat kawannya yang manjadi tersebut menutup mata. Sebab apabila yang menjadi lengah atau berada cukup jauh dari tempat tersebut. Maka kawan-kawannya yang lain akan berlarian ke tempatnya menutup mata tersebut, setelah sampai mereka akan menepuk-nepukkan tangan mereka ke dinding tempat yang menjadi menutup mata sambil berteriak dengan keras “mancik-mancik-an..mancik-mancik-an..mancik-mancik-an..” sambil berulang-ulang.
Apabila berhasil, maka mereka berhasil lepas dari tahapan selanjutnya yakni mencari siapa yang menjadi berikutnya. Sedangkan apabila gagal maka itu berarti mereka tertangkap dan akan diseleksi dalam peruntungan mencari yang menjadi berikutnya.
Namun apabila yang menjadi yang lebih dahulu melihat kawan-kawannya tersebut di tempat persembunyian mereka. Maka dia akan berlari ke tempat menutup mata tadi (kalau berada cukup jauh) dan melakukan hal yang sama yakni menepuk-nepukkan tangan ke dinding tempat menutup mata sambil berteriak “mancik-mancik-an..mancik-mancik-an..mancik-mancik-an..” dengan berulang-ulang.
Jika semua kawan-kawannya telah tertangkap maka akan dimulai tahapan selanjutnya yakni proses seleksi. Caranya ialah yang menjadi kembali menutup mata di tempat yang sama sedangkan kawan-kawannya berbaris di belakangnya. Proses berbaris telah dimulai sebelum yang menjadi menutup mata. Kemudian tatkala yang menjadi telah menutup mata sambil kembali menghitung. Maka kawan-kawannya akan saling bertukar posisi untuk mengaburkan anggapan yang menjadi mengenai siapa yang hendak disasarnya.
Yang menjadi cukup menyebutkan nomor barisan untuk menentukan siapa yang akan menjadi yang menjadi selepas dirinya. Setelah dihitung maka orang yang berada pada nomor yang disebutkan itulah yang selanjutnya yang manjadi berikutnya.
Bagi yang berhasil mancik-mancik-an, yakni yang berhasil menepuk-nepukkan tangannya kedinding tempat yang manjadi menutup mata tadi. Maka dia tidak akan ikut dalam berbaris, dan juga mendapat hak istimewa yakni untuk menyelamatkan salah seorang kawannya (ini tergantung kesepakatan semenjak awal permainan, apakah dibolehkan atau tidak). Apabila banyak yang mancik-mancik-an dan banyak pula yang diselamatkan bahkan pada beberapa keadaan semua orang berhasil diselamatkan. Maka orang yang manjadi ialah sama dan kembali menjalani hukumannya tersebut.
Selain disebut dengan orang yang manjadi, juga disebut dengan orang yang parah. Namun istilah parah terkadang digunakan juga untuk orang yang manjadi apabila terjadi berturut-turut atau sering menjadi orang yang manjadi.
Permainan kuciang mandok ini juga dinamai juga dengan nama mancik-mancik-an, sesuai dengan bunyi kata-kata yang diteriakkan dalam permainan ini. Sedangkan kana-kanak yang lebih dahulu menamakannya dengan Kuceh Mandok.
Begitulah engku dan encik sekalian, sungguh asyik bukan. Apakah kanak-kanak di kampung kita masih memainkan permainan ini pada masa sekarang?
[1] Menjadi atau manjadi maksudnya disini ialah orang yang mendapat tugas atau kena hukum mencari kawan-kawannya. Kata manjadi yang bermakna yang kena hukum, dalam hal ini dipakai dalam setiap permainan kanak-kanak. Ada juga yang menyebutnya dengan parah.
[4] Sebenarnya bahasa aslinya dalam Bahasa Minangkabau ialah Baturo-turo yang artinya ialah mengomel.
Bilakah terakhir kalinya engku dan encik bermain kuciang mandok dengan kawan-kawan sama gedang? Kalaulah sekarang kita lakukan juga permainan ini, tentulah akan digelakkan orang kita ini.
“Sudah tak patut..” kata mereka.
Adalah suatu keanehan tatkala kita menengok di televisi, bahwa rupanya kanak-kanak di Jakartapun melakukan permainan yang serupa “Awak kira, hanyalah di awak saja ada permainan ini..”
Namun, bentuk permainan mereka ada berbeda. Selain nama yang juga berbeda yakni Petak Umpet. Petak ialah sama dengan pamehaman kita di Minangkabau ini yakni persegi atau persegi panjang, dapat pula tempat, atau kawasan, dan lain-lain pengertian. Sednagkan umpet berarti sembunyi sama dengan mandok dalam bahasa awaknya.
Permainan mereka ialah satu orang menutup mata, apakah dengan kedua belah tangannya, dengan punggung tangan, ataupun dengan mengalasnya ke dinding. Kemudian yang lain pergi menyembunyikan diri. Setelah menghitung dari satu sampai sepuluh lalu yang menutup mata kemudian membuka matanya dan mulai mencari kawan-kawannya tersebut. Kawannya dicari ke semua tempat yang kemungkinan dijadikan tempat bersembunyi.
Berbeda dengan permainan kuciang mandok kita tentunya. Walau dalam menjalankan permainan terdapat beberapa kesamaan. Permainan kuciang mandok dimulai dengan balasuk guna mencari siapa yang menjadi[1]. Dimulai dengan balasuk tangan hingga akhirnya nanti yang tersisa hanya satu orang yang akan menjadi manjadi. Namun apabila yang tersisa dua orang, maka balasuk tangan ditukar dengan balasuk jari. Orang yang menjadi akan menutup kedua matanya dengan punggung tangan dengan mengalaskannya ke dinding.[2] Lalu dia akan mulai menghitung dari satu sampai sepuluh.
Pada saat menghitung inilah akan terjadi beberapa kejenakaan[3] seperti yang menjadi menghitung kencang-kencang sehingga tak memberi kesempatan kepada kawan-kawannya untuk bersembunyi dengan sempurna. Dimana hal ini akan diprotes oleh kawan-kawan yang lain, ada yang bertura-tura[4], kesal, ataupun hanya tertawa dan tersenyum. Akhirnya penghitunganpun kembali diulang.
Bentuk kejenakaan lainnya ialah yang menjadi mencoba membuat curangan (Bhs. Min; Galia) dengan berusaha mengintip kemana kawan-kawannya bersembunyi. Kalau ketahuan, maka kejadian memprotes, bertura-tura, dan lain sebagainya akan kembali diulang. Selanjutnya hitunganpun akan kembali pula diulang.
Setelah selesai menghitung, maka orang yang manjadi akan mulai mencari, namun dia tidak boleh pergi jauh-jauh dari tempat dia menutup mata tadi. Apa sebab? Karena dalam permainan ini yang bernama kuciang mandok. Makna sesungguhnya ialah yang manjadi merupakan seekor kucing yang menjaga makanan yang dijadikannya sebagai umpan untuk menangkap para tikus. Sehingga apabila ada tikus yang keluar dari persembunyian segera di tangkapnya.
Dalam permainan ini dianalogikan yang menjadi ialah kucing dan yang lain ialah tikus, sedangkan tempat menutup mata ialah makanan pemancing. Para pemain yang bersembunyi, mereka mencari tempat persembunyian yang tidak begitu jauh dari tempat kawannya yang manjadi tersebut menutup mata. Sebab apabila yang menjadi lengah atau berada cukup jauh dari tempat tersebut. Maka kawan-kawannya yang lain akan berlarian ke tempatnya menutup mata tersebut, setelah sampai mereka akan menepuk-nepukkan tangan mereka ke dinding tempat yang menjadi menutup mata sambil berteriak dengan keras “mancik-mancik-an..mancik-mancik-an..mancik-mancik-an..” sambil berulang-ulang.
Apabila berhasil, maka mereka berhasil lepas dari tahapan selanjutnya yakni mencari siapa yang menjadi berikutnya. Sedangkan apabila gagal maka itu berarti mereka tertangkap dan akan diseleksi dalam peruntungan mencari yang menjadi berikutnya.
Namun apabila yang menjadi yang lebih dahulu melihat kawan-kawannya tersebut di tempat persembunyian mereka. Maka dia akan berlari ke tempat menutup mata tadi (kalau berada cukup jauh) dan melakukan hal yang sama yakni menepuk-nepukkan tangan ke dinding tempat menutup mata sambil berteriak “mancik-mancik-an..mancik-mancik-an..mancik-mancik-an..” dengan berulang-ulang.
Jika semua kawan-kawannya telah tertangkap maka akan dimulai tahapan selanjutnya yakni proses seleksi. Caranya ialah yang menjadi kembali menutup mata di tempat yang sama sedangkan kawan-kawannya berbaris di belakangnya. Proses berbaris telah dimulai sebelum yang menjadi menutup mata. Kemudian tatkala yang menjadi telah menutup mata sambil kembali menghitung. Maka kawan-kawannya akan saling bertukar posisi untuk mengaburkan anggapan yang menjadi mengenai siapa yang hendak disasarnya.
Yang menjadi cukup menyebutkan nomor barisan untuk menentukan siapa yang akan menjadi yang menjadi selepas dirinya. Setelah dihitung maka orang yang berada pada nomor yang disebutkan itulah yang selanjutnya yang manjadi berikutnya.
Bagi yang berhasil mancik-mancik-an, yakni yang berhasil menepuk-nepukkan tangannya kedinding tempat yang manjadi menutup mata tadi. Maka dia tidak akan ikut dalam berbaris, dan juga mendapat hak istimewa yakni untuk menyelamatkan salah seorang kawannya (ini tergantung kesepakatan semenjak awal permainan, apakah dibolehkan atau tidak). Apabila banyak yang mancik-mancik-an dan banyak pula yang diselamatkan bahkan pada beberapa keadaan semua orang berhasil diselamatkan. Maka orang yang manjadi ialah sama dan kembali menjalani hukumannya tersebut.
Selain disebut dengan orang yang manjadi, juga disebut dengan orang yang parah. Namun istilah parah terkadang digunakan juga untuk orang yang manjadi apabila terjadi berturut-turut atau sering menjadi orang yang manjadi.
Permainan kuciang mandok ini juga dinamai juga dengan nama mancik-mancik-an, sesuai dengan bunyi kata-kata yang diteriakkan dalam permainan ini. Sedangkan kana-kanak yang lebih dahulu menamakannya dengan Kuceh Mandok.
Begitulah engku dan encik sekalian, sungguh asyik bukan. Apakah kanak-kanak di kampung kita masih memainkan permainan ini pada masa sekarang?
[1] Menjadi atau manjadi maksudnya disini ialah orang yang mendapat tugas atau kena hukum mencari kawan-kawannya. Kata manjadi yang bermakna yang kena hukum, dalam hal ini dipakai dalam setiap permainan kanak-kanak. Ada juga yang menyebutnya dengan parah.
[4] Sebenarnya bahasa aslinya dalam Bahasa Minangkabau ialah Baturo-turo yang artinya ialah mengomel.
Komentar
Posting Komentar