Engku dan encik tentulah pernah mendengar kata ampang atau ampangan. Banyak dijadikan oleh orang sebagai nama nagari, kampung, atau suatu kawasan. Namun dalam keseharian kita, kata tersebut jarang dipakai oleh orang Minangkabau pada masa sekarang. Sehingga banyak diantara kita yang tidak mengetahui arti atau makna dari kata ampang tersebut.
Ampang atau ampangan bermakna bendungan. Suatu tempat yang digunakan untuk menampung atau menghambat laju air. Kebanyakan yang diampang ialah batang aia (sungai) guna dimanfaatkan untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk di kampung-kampung.
Di Kamang terdapat tiga buah ampangan yang dibangun dalam masa yang berbeda. Ketiga ampangan tersebut ialah Ampangan di Joho, Bancah, dan Binu. Kami kurang memahami dengan baik bila masanya ampangan ini mulai dibangun. Menurut sebagian sumber ampangan permanen di Joho dibuat oleh orang sekitar tahun 1978-80-an sedangkan di Binu dan Bancah belakangan. Ada pula yang mengatakan kalau Ampangan Bancah dibuat oleh orang pada sekitar tahun 1990-an. Entah mana yang benar duhai engku dan encik sekalian.
Namun sebelum dibuat oleh orang dengan menggunakan batu dan coran semen, sesungguhnya ampangan tersebut telah lama ada di kampung kita. Orang-orang kampung kita (dan juga orang Minangkabau) dahulunya telah memiliki kepandaian dan pengetahuan yang sangat baik sekali di bidang pertanian dan pengairan. Kegunaan ampangan ini masihlah sama dengan kegunaannya pada masa dahulu yakni sebagai sumber air untuk dialirkan ke sawah-sawah penduduk di kampung kita.
[caption id="attachment_1416" align="alignright" width="300"] Ampangan Bancah[/caption]
Dahulu, orang kampung kita menggunakan batuang[1] dan mariau[2] yang disusun berjajar (vertikal) kemudian mengikatnya supaya kuat menahan laju air. Susunan batuang (atau mariau) ini dinamai oleh orang kampung kita dengan samia. Begitulah cara orang kampung kita membuat bendungan pada masa dahulunya duhai engku dan encik sekalian. Itulah tandanya bahwa orang tua kita pada masa dahulu bukanlah orang-orang yang pandir. Kita sudah punya teknologi namun sayang pengetahuan semacam itu tak dipelihara, dijaga, dipertahankan serta diwariskan kepada generasi kemudian.
Begitulah dahulunya di kampung kita ini engku dan encik sekalian. Ramai kanak-kanak bermain-main ke bendungan tersebut. Ada yang mandi-mandi di sana karena asyik nian mandi di ampangan sebab airnya tergenang dengan baik, tenang, dan dapat dibawa bersantai. Masihkah ada kanak-kanak di kampung kita pada masa sekarang pergi bermain-main ke ampangan itu duhai engku dan encik sekalian?
tulisan menarik... mohon zin copas... salam kenal ... terima kasih..
BalasHapushttps://www.facebook.com/relawanampangan.marapi.3
[…] Ampangan Engku dan encik tentulah pernah mendengar kata ampang atau ampangan. Banyak dijadikan oleh orang sebagai nama nagari, kampung, atau suatu kawasan. Namun dalam keseharian, kata tersebut jarang dipakai oleh orang Minangkabau pada masa sekarang. Sehingga banyak diantara kita yang tidak mengetahui arti atau makna dari kata ampang tersebut. Ampang atau ampangan bermakna bendungan. Suatu tempat yang digunakan untuk menampung atau menghambat laju air. Kebanyakan yang diampang ialah batang aia (sungai) guna dijadikan untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk di kampung-kampung. Di Kamang terdapat tiga buah ampangan yang dibangun dalam masa yang berbeda. Ketiga ampangan tersebut ialah Ampangan di Joho, Bancah, dan Binu. Kami kurang memahami dengan baik bila masanya bendungan ini mulai dibangun. Menurut sebagian sumber ampangan Joho dibuat oleh orang sekitar tahun 1978-80-an sedangkan Binu dan Bancah belakangan. Ada pula yang mengatakan kalau Ampangan Bancah dibuat oleh orang pada sekitar tahun 1990-an. Entah mana yang benar duhai engku dan encik sekalian. Namun sebelum dibuat oleh orang dengan menggunakan batu dan coran semen, sesungguhnya ampangan tersebut telah lama ada di kampung kita. Orang-orang kampung kita dahulunya telah memiliki kepandaian dan pengetahuan yang sangat baik sekali di bidang pertanian dan pengairan. Kegunaan ampangan ini masihlah sama dengan kegunaannya pada masa dahulu yakni sebagai sumber air untuk dialirkan ke sawah-sawah penduduk kampung kita. Dahulu, orang kampung kita menggunakan batuang[1] dan mariau[2] yang disusun berjajar (vertikal) serta mengikatnya supaya kuat menahan laju air. Susunan batuang (atau mariau) ini dinamai oleh orang kampung kita dengan samia. Begitulah cara orang kampung kita membuat bendungan pada masa dahulunya duhai engku dan encik sekalian. Itulah tandanya bahwa orang tua kita pada masa dahulu bukanlah orang-orang yang pandir. Kita sudah punya teknologi namun sayang tak dipelihara dan dijaga serta dipertahankan. Begitulah dahulunya di kampung kita ini engku dan encik sekalian. Ramai kanak-kanak bermain-main ke bendungan tersebut. Ada yang mandi-mandi di sana karena asyik nian mandi di bendungan karena airnya tergenang dengan baik, tenang, dan dapat dibawa bersantai. Masihkah ada kanak-kanak di kampung kita pada masa sekarang pergi bermain-main ke ampangan itu duhai engku dan encik sekalian? https://nagarikamang.wordpress.com/2013/11/29/ampangan/ […]
BalasHapusTerima kasih, silahkan engku
BalasHapusSalam kenal pula dari Kamang Darussalam