Manuruk (Manuruik, Meminang)
Pada tulisan yang dahulu telah kami jelaskan langkah awal dalam mencari jodoh untuk anak-kamanakan di kampung kita ini. Maka apabila kata sepakat telah didapat maka dilanjutkanlah kepada langkah selanjutnya.
Setelah jelas keputusan dari Si Buyuang, dan telah mendapat kabar pula Si Upiak, maka itulah pertanda pernikahan akan menjelang. Kedua keluarga akan segera bertautan, hubungan kerabat akan bertambah, dan tali silaturahim akan diperpanjang.
Maka dikabarilah mamak kedua belah fihak, disampaikanlah “Si Buyuang/Si Upiak telah gedang[1], yang dahulu bajunya lapang sekarang telah menjadi sempit, dahulu pekawan sekarang telah bersobok[2] dengan jodohnya, telah bersua ruas dengan buku, telah didapat tulang rusuk nan hilang/ telah didapat imam untuk Si Upiak..”
Dijelaskan pula oleh orangtua Si Buyuang kepada mamak yang mendapati “Beberapa masa yang lalu telah datang menurut kepada kita Sutan Fulan, kamanakan Datuak Itu dan bersukukan Anu. Bertanya perihal Si Buyuang, adakah jodohnya? Berceritalah ia akan anak/kamanakannya yang seorang. Sudah gadis pula rupanya Si Upiak ini, sudah patut pula kiranya mencari imam untuk dunia dan akhirat. Manalah elok pada masa sekarang perempuan berlama-lama belum menikah, godaan semakin buruk..”
“Telah pula kami kaji dari alif hingga ya, telah pula kami selidiki tabi’at, akhlak, dan bangsanya. Siapa ayahnya dan siapapula mamaknya. Bagaimanakah pergaulannya dan serupa apapula agamanya? Adakah dia pandai mengaji dan ke dapur? Semuanya telah terang pada kita..”
Begitu pula pada keluarga Si Upiak, kurang lebih serupalah agaknya. Maka bermufakatlah para mamak pada keluarga itu, kalau ada yang patut rasanya maka diimbau atau berpitaruh kepada mamak tersebut. Kalaulah dalam sekaum itu telah banyak anak buahnya[3] maka sudah selesailah oleh para mamak yang banyak itu semuanya. Namun apabila tidak, maka dijemputlah mamak-mamak yang dekat dalam pertalian adat untuk pulang guna bermufakat perkara perjodohan ini. Begitulah adat orang Kamang dan juga sebagian besar orang Minangkabau dahulunya[4], tidak ada sendiri-sendiri, tidak ada upah-mengupah, semuanya dikerjakan atas dasar tanggung jawab dan rasa ukhwah (persaudaraan).
Maka bermufakatlah ayah-ibunda, etek/maktuo, dan mamak. Bila kiranya akan pergi meminang ke rumah Si Buyuang? Biasanya perutusan ialah dua orang mamak fihak perempuan datang ke rumah keluarga lelaki. Mereka datang bila taico[5] dan mamak-mamak dari fihak lelaki telah lebih dahulu dikabari. Mereka telah siap sedia menerima kedatangan perutusan dari fihak perempuan.
Begitulah engku dan encik sekalian, langkah diplomasi resmi resmi diantara kedua keluarga telah dimulai. Dan ini barulah awalnya saja, karena berikutnya akan penuh dengan berbagai diplomasi yang menguras tenaga, kesabaran, dan ketabahan dari kedua fihak.
Kami tidak pula faham betul, apa yang dipercakapan oleh para mamak ini ketika pertemuan itu. Namun yang pasti ialah menyampaikan maksud hendak meminang Si Buyuang untuk Si Upiak kamanakan perempuan mereka.
Pada tulisan yang dahulu telah kami jelaskan langkah awal dalam mencari jodoh untuk anak-kamanakan di kampung kita ini. Maka apabila kata sepakat telah didapat maka dilanjutkanlah kepada langkah selanjutnya.
Setelah jelas keputusan dari Si Buyuang, dan telah mendapat kabar pula Si Upiak, maka itulah pertanda pernikahan akan menjelang. Kedua keluarga akan segera bertautan, hubungan kerabat akan bertambah, dan tali silaturahim akan diperpanjang.
Maka dikabarilah mamak kedua belah fihak, disampaikanlah “Si Buyuang/Si Upiak telah gedang[1], yang dahulu bajunya lapang sekarang telah menjadi sempit, dahulu pekawan sekarang telah bersobok[2] dengan jodohnya, telah bersua ruas dengan buku, telah didapat tulang rusuk nan hilang/ telah didapat imam untuk Si Upiak..”
Dijelaskan pula oleh orangtua Si Buyuang kepada mamak yang mendapati “Beberapa masa yang lalu telah datang menurut kepada kita Sutan Fulan, kamanakan Datuak Itu dan bersukukan Anu. Bertanya perihal Si Buyuang, adakah jodohnya? Berceritalah ia akan anak/kamanakannya yang seorang. Sudah gadis pula rupanya Si Upiak ini, sudah patut pula kiranya mencari imam untuk dunia dan akhirat. Manalah elok pada masa sekarang perempuan berlama-lama belum menikah, godaan semakin buruk..”
“Telah pula kami kaji dari alif hingga ya, telah pula kami selidiki tabi’at, akhlak, dan bangsanya. Siapa ayahnya dan siapapula mamaknya. Bagaimanakah pergaulannya dan serupa apapula agamanya? Adakah dia pandai mengaji dan ke dapur? Semuanya telah terang pada kita..”
Begitu pula pada keluarga Si Upiak, kurang lebih serupalah agaknya. Maka bermufakatlah para mamak pada keluarga itu, kalau ada yang patut rasanya maka diimbau atau berpitaruh kepada mamak tersebut. Kalaulah dalam sekaum itu telah banyak anak buahnya[3] maka sudah selesailah oleh para mamak yang banyak itu semuanya. Namun apabila tidak, maka dijemputlah mamak-mamak yang dekat dalam pertalian adat untuk pulang guna bermufakat perkara perjodohan ini. Begitulah adat orang Kamang dan juga sebagian besar orang Minangkabau dahulunya[4], tidak ada sendiri-sendiri, tidak ada upah-mengupah, semuanya dikerjakan atas dasar tanggung jawab dan rasa ukhwah (persaudaraan).
Maka bermufakatlah ayah-ibunda, etek/maktuo, dan mamak. Bila kiranya akan pergi meminang ke rumah Si Buyuang? Biasanya perutusan ialah dua orang mamak fihak perempuan datang ke rumah keluarga lelaki. Mereka datang bila taico[5] dan mamak-mamak dari fihak lelaki telah lebih dahulu dikabari. Mereka telah siap sedia menerima kedatangan perutusan dari fihak perempuan.
Begitulah engku dan encik sekalian, langkah diplomasi resmi resmi diantara kedua keluarga telah dimulai. Dan ini barulah awalnya saja, karena berikutnya akan penuh dengan berbagai diplomasi yang menguras tenaga, kesabaran, dan ketabahan dari kedua fihak.
Kami tidak pula faham betul, apa yang dipercakapan oleh para mamak ini ketika pertemuan itu. Namun yang pasti ialah menyampaikan maksud hendak meminang Si Buyuang untuk Si Upiak kamanakan perempuan mereka.
Komentar
Posting Komentar