Tulisan ini merupakan Pidato yang diucapkan oleh tokoh masyarakat Kamang tatkala menyambut kedatangan keluarga besar Djambek ketika mereka Pulang Basamo pada tahun 2008 silam. Mereka disambut di halaman heuler Joho dimana di sana dahulu pernah berdiri Surau Nyiak Djambek.
SAMBUTAN NAPAK TILAS KELUARGA BESAR “DJAMBEK”
DI KAMANG. SENIN, 04 FEBRUARI 2008
[caption id="attachment_1746" align="alignleft" width="300"] Heuler di Joho, kepunyaan salah seorangKamanakan Kaum Dt. Palindih. Dahulu sebelum ada heuler, disinilah kantor Angku Lareh Garang Dt. Palindih dan kemudian dipinjamkan untuk dijadikan Surau Oleh Inyiak Djambek[/caption]
Sesuai dengan peredaran waktu, sambutan ini dibagi dalam 3 periode:
- Kamang Pasca Perang 1908
Inyiak Syekh Muhammad Djamil Djambek berkenan mangabulkan permintaan mantan Laras Kamang Garang Dt. Palindih untuk meluruskan kegalaun fikiran masyarakat Kamang pasca Perang 1908.
Perang Kamang 1908 telah membawa malapetaka bagi masyarakat Kamang. Rakyat Kamang kehilangan pimpinan. Sebagian mereka telah gugur di medan juang. Yang tinggal dipenjara, dihukum, dan dibuang. Yang lolos dari penangkapan lari meninggalkan nageri.
Tanggal 19 Juni 1908, Angku Lareh Kamang Garang Dt. Palindih bersama kedua orang kemenakannya Dt. Siri Marajo Penghulu Kepala Tangah bersama adik kandung beliau A. Wahid Kari Mudo sebagai penggerak Perang Kamang 1908 ditangkap, kemudian dipindahkan ke tangsi Glodok di Jakarta.
Bulan Juni tahun 1910 Dt. Siri Marajo meninggal dalam penjara. Beberapa waktu kemudian Garang Dt. Palindih dibebaskan dan diizinkan pulang ke Kamang. A. Wahid Kari Mudo di vonis pembuangan ke Makassar untuk masa yang tidak ditentukan. Kepulangan Garang Dt. Palindih telah memberikan angin segar bagi masyarakat Kamang. Walaupun telah dipecat sebagai Angku Lareh, namun kharisma beliau menempatkan beliau sebagai tokoh yang menentukan bagi perkembangan masyarakat Kamang selanjutnya.
Perang Kamang bukanlah peristiwa satu malam saja. Garang Dt, Palindih menyadari bahwa Belanda tidak dapat dikalahkan dengan senjata golok, ilmu bela diri baik berupa sihir, tarekat, atau mantra-mantra jimat, tidak dapat menghadapi peluru Belanda. Beliau memahami benar bahwa disamping Belanda, masih ada lagi musuh yang lebih besar, yaitu kebodohan. Kebodohan inilah yang selama ini dimanfaatkan Belanda selama ini.
Sepulang dari penjara dari Betawi/Jakarta, didapatinya Kamang dicekam oleh bermacam-macam rasa ketakutan. Sebagai ekses yang timbul dan sengaja ditimbulkan sesudah perang oleh kaki tangan Belanda. Pemerintahan dipegang oleh Jaar Dt. Batuah, Laras Tilatang yang kekuasaanya diperluas sampai ke Kamang karena sikapnya yang memihak Belanda. Garang Dt. Palindih bekas Kepala Laras Kamang tanpa ragu-ragu terjun ke medan juang baru untuk mencerdaskan anak nagari. Beliau mengadakan kerja sama dengan Inyiak Syekh Muhammad Djamil Djambek seorang ulama terkemuka di Bukittinggi.
Beliau meminta supaya Inyiak Djambek mengadakan pengajian di Kamang dengan mengambil tempat di rumah beliau (bekas kantor Laras Kamang) di tepi Batang Agam di Joho. Pada masa sekarang ini di lokasi tersebut berdiri gilingan padi. Permintaan Inyiak Garang Dt. Palindih dikabulkan oleh Inyiak Djambek. Murid pada mulanya sedikit, kemudian dari waktu ke waktu bertambah banyak juga.
Sayang, pada tahun 1915 rumah tempat pengajian ini dibakar oleh tangan jahil tak bertanggung jawab. Alhamdulilah, pada tahun itu juga berhasil dibangun sebuah suarau yang cukup besar sebagai pengganti dan terkenal dengan nama Surau Inyaik Djambek. Jadi sebenarnya Suarau Inyiak Djambek ada dua, satu terletak di Bukittinggi yang sedang diadakan milad sekarang ini, kemudian yang satu lagi di Kamang.
Selama kurang lebih 30 tahun Inyiak Djambek selalu berulang setiap minggu memberikan dakwah ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat Kamang. sekali-sekali bawa juga secara berganti-ganti beberapa ulama terkenal, diantaranya Inyaik Syekh Daud Al Rasyidi dari Balingka, Inyiak Syekh Ibrahim Musa Parabek, dan banyak yang lainnya. Usaha keras tak kenal lelah beliau ini telah berhasil memantapkan kembali tauhid dan aqidah umat, sehingga bebas dari syirik, sihir, tarikat yang selama ini telah memasyarakatkan jimat-jimat tahan tangan, tahan benda-benda tajam, tahan peluru, dan segala macam yang berkaitan dengan yang menyesatkan sudah ditinggalkan.
Selain dari pada itu, beliau langsung memberantas buta huruf. Murid yang mengikuti pengajian harus tahu dan pandai tulis baca huruf Arab Melayu dan Latin apalagi membaca Al Qur’an. Kami masih mendapati banyak orang-orang tua kami lancar membaca buku-buku hikayat tulisan Arab Melayu. Tengah Inyiak Djambek sedang memberikan pengajian sering terjadi pemukulan meja tanda pengajian harus dihentikan oleh seorang anggota VID, yaitu anggota intelejen Belanda yang bertugas memata-matai gerak gerik rakyat yang menghasut memusuhi pemerintah Belanda.
Pada permulan tahun 1926 Inyiak Djambek terpaksa menghentikan kunjungan beliau ke Kamang, karena situasi panas. Setelah reda, beliau kembali dibolehkan meneruskan pengajian. Malah belakangan, beliau mendapat penghargaan dari pemerintah Belanda atas jasa-jasa beliau menghapus faham komunis. Peranan Inyiak Djambek bersama Inyiak Lareh dalam perjuangan melawa kebodohan mulai menampakkan hasil. Telah tersemai kader baru untuk meneruskan perjuangan. Pemuda-pemuda Kamang yang sudah mulai belajar ke sekolah-sekolah agama terkemuka seperti ke Padang Panjang, Pada Jopang dekat Payakumbuh, Parabek dekat Bukittinggi. Sekolah-sekolah ini telah memperluas cakrawala berfikir pemuda-pemuda Kamang.
Sebagai langkah awal pada tahun 1923 pemuda-pemuda Kamang; Ismail Labai Isa, Kasasi Labai Mudo, H. Jamiak, H. Abdul Malik, H. Mahmud, H. Bustaman Umar, Talut St. Parpatiah, M.Nur Labai Batuah, Tuanku Bagindo, dan lain-lain. Berhasil mendirikan madrasah dengan nama “Diniyah School” ala Diniyah school Labai el yunusi di Padang Panjang.
Di rumah tempat tinggal Inyiak Djambek di samping surau beliau di Bukittinggi, beliau peruntukkan sebuah kamar khusus untuk para da’i muda berkumpul, bermusyawarah, dan bermuzakarah, berdialog cara sekarang. Beliau itu, antara lain Inyiak Jamain Abdul Murad, H.Abdul Rahman, H.Bustaman Umar, Habullah Ibrahim, Inyiak Manan, Inyiak H. Ali, dan lain-lain. Tempat itu berstatus juga sebagai posko, mempermudah orang mencari guru/mubalig untuk memberi pengajian di daerahnya. Beliau para da’i ini dihormati dan dihargai oleh anak-anak Inyiak Djambek, dianggap sebagai anggota keluarga, sehingga terjalin hubungan baik sampai kini.
Mengenai kegiatan bersama Inyiak Djambek ini kita cukupkan sedemikian dahulu. Semoga amal beliau diterima di sisi Allah SWT. Amiin!
- Kamang Dimasa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Tanggal 19 Desember 1948, Belanda mulai menyerang Bukittinggi. Besoknya Senin, 20 Desember banguan vital di kota Bukittinggi dibumi hanguskan. Dua hari kemudian Rabu tanggal 22 Desember 1945 Bukittinggi jatuh ke tangan Belanda.
Pimpinan sipil dan militer meninggalkan kota Bukittinggi. Kemudian malam itu juga mengadakan rapat di kampung Batu Baraguang di Kamang, menyusun strategi menghadapi pendudukan Belanda di Bukittinggi. Rapat memutuskan untuk membentuk Komando Pertempuran Agam (KPA), dan terpilih Letkol Dahlan Djambek sebagai komandan, beliau bermarkas di rumah Mardiun di Batu Baraguang. Di samping itu beliau juga menjabat sebagai Bupati Militer Agam dengan Sekretaris Daerah Miral Manan, berkantor di rumah orang tua Miral Manan di Koto Nan Gadang. Selanjutnya ditetapkan;
- Rumah sakit KPA di rumah Sawi/Dt.Sinaro di Cegek Jorong Dalam Koto.
- Kantor Polisi di Guguak Rang Pisang.
- Kantor polisi Militer di Ladang Darek.
- Kantor Penerangan di Binu.
- dll
Setelah diadakan konsilidasi maka KPA sektor Bukik Kuririak, Bukit Kawin, Kaluang, Sonsang, dan Tanah Sirah mempunyai kekuatan sebagai berikut;
- Pasukan Beruang Agam sebagai pasukan inti dengan Komandan Hasrul Dt. Rangkayo Basa.
- Pasukan Letnan Sutan Badar
- Pasukan Letnan Muis
- Pasukan Letnan Syuib
- Pasukan Udara Letnanangkatan Udara Legino
- Pasukan Penembak 12,7
Dengan demikian, Kamang otomatis menjadi tempat kedudukan pemerintahan militer beserta instansi terkait lainnya. Banyak pejabat dan petinggi militer mundur ke Kamang, diantaranya ada yang mengambil tempat tinggal di Rumah Gadang inyiak Lareh. Selain yang dikemukakan di atas, Kamang adalah tempat pengungsian pemimpin dan tokoh masyarakat serta aparat pemerintahan yang daerahnya dikuasai Belanda.
Yang tak pula kalah pentingnya ketika itu menjaga keamanan sanak keluarga Kolonel dahlan Djambek. Mereka ditempatkan di rumah Siti Hara di Ladang Panjang.. serta rumah-rumah penduduk lainnya. Untuk menjaga keamanan agar tetap rahasia, Kolonel dahlan Djambek sendiri berdiam di rumah keluarga Dt. Marah Sutan di guguak Rang Pisang.
Potensi Kamang yang demikian rupa, memancing Belanda untuk mengadakan serangan pertama ke Kamang. Serangan pertama ini segera dicegat oleh Sofyan St.Saidi. Pencegatan pertama ini menyebabkan Belanda memilih untuk mundur sambil melepaskan tembakan yang membabi buta, untuk kembali e hari kemudian dengan pasukan yang lebih besar. Inilah kontak pertama dengan Belanda di sekitar Bukittinggi. Peristiwa ini terjadi pada hari Jum’at tanggal 24 Desember 1948 sekitar jam 11.00 siang. Dari hari sesudah Bukittinggi diduduki Belanda.
Dalam masa ini seluruh lapisan masyarakat Kamang terlibat langsung dalam perang mempertahankan kemerdekaan. Peran BPNK dan BPKKP tidak dapat dianggap kecil. Anggota BPNK langsung menjadi pasukan rakyat bersenjata dengan nama Pasukan Mobil Teras (PMT), dengan tugas;
- Melakukan pencegatan-pencegatan.
- Ikut bergrilya bersama tentara.
- Menyediakan anggota yang bertugas sebagai kurir.
- Yang tidak memanggul senjata, aktif dalam penyediaan pangan.
- dll
BPKKP siap dengan dapur umum dan nasi bungkus.
Letak lokasi Kamang yang membujur sepanjang Bukit Barisan, dan berpagar bukit arah ke selatan ke Bukittinggi dengan Bukit Kuririk, Bukit Kawin, Bukit Kalung, dan Bukit Sonsang. Dukungan optimal yang diberikan masyarakat menjadi Kamang sebagai daerah yang menentukan bagi perjuangan kemerdekaan RI didaerah Agam. Bahkan merupakan front terdepan dari arah Barat dalam mengamankan pemerintahan pusat di Koto Tinggi.
Tidak mengherankan, apabila seluruh kekuatan Belanda di Koto Tinggi yang diperkuat dengan angkatan udaranya dari padang diarahkan ke sasaran Kamang. Hampir setiap hari ada serangan ke daerah ini.
Hantaman mortir yang membabi buta, telah merupakan sajian sehari-hari. Tembakan roket serta hujan peluru mitralyur, serta curahan howitser, tidak terhitung lagi. Begitu pula halnya dengan desingan peluru dari senapan mesin patroli Belanda, mereka menyelusuri semak belukar sampai kehutan-hutan mencari pejuang. Semua ini tidak membuat para pejuang gentar, bahkan membuat semangat semakin berkobar dalam membela kemerdekaan tanah air Republik Indonesia tercinta.
Rapanaya dendam Belanda terhadap Kamang tidak kunjung berakhir. Setelah Yogya dikembalikan ke pangkuan RI, dan tercapainya perjanjian Roem Roeyen pada awal Mei tahun 1949. Walaupun demikian Belanda masih tetap melancarkan berbagai serangan terhadap Kamang. Dan walaupun hanya untuk 48 jam saja, sebuah gol yang dicetak Belanda setelah peluit panjang berbunyi.
- Kamang Dimasa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
Tujuan Dewan Banteng di Sumatera Tengah bersama daerah lainnya untuk mengoreksi tindak kebijaksanan Pemerintah Pusat, dijawab tegas oleh Presiden selaku Panglima Tertinggi Republik Indonesia Ir. Soekarno dengan diumumkannya Dekrit 5 Juli 1959, yang isinya;
- Mulai saat ini Republik Indonesia kembali kepada UUD 1945.
- Dewan Konstituante dibubarkan.
- Negara Republik Indonesia dinyatakan dalam keadaan darurat.
Namun, selama kurang lebih 6 bulan masih diadakan pendekatan, pertukaran pengiriman delegasi juru damai antara Pemerintah Pusat dengan Dewan Banteng. Masing-masing pihak tidak terdapat kesamaan pandangan, akhirnya Pemerintah Pusat habis kesabaran. Presiden Republik Indonesia mempergunakan Undang-undang Negara Dalam Keadaan Darurat. Kepada daerah yang masih menentang, akan dilakukan kekerasan.
Tanggal 15 Februari 1958, Presiden/Panglima Tinggi memerintahkan untuk melakukan penyerangan dan menguasai daerah yang masih menentang Pemerintah. Kolonel Ahmad Yani sebagai Komandan Operasi langsung melaksanakan perintah menyerang Kota Padang, dari arah laut dan udara. Beberapa Hari kemudian dapat dikuasai. Begitu juga halnya dengan Kota Bukittinggi.
Beberapa saat sebelumnya oleh, oleh pemimpin yang berada di Padang tantangan ini ditangkis dengan membentuk sebuah pemerintahan yang diberi nama Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia. Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Mentri, lengkap dengan susunan mentri kabinetnya.
Selanjutnya terjadilah dua kubu yang bersebrangan. Tentara yang mundur mengikuti PRRI dipanggilkan tentara PRRI, dan yang datang menyerang disebut Tentara Pusat. Bagi masyarakat Kamang, Kolonel Mohammad Dahlan Djambek yang memimpin mereka dimasa PRRI, masih sama dengan Letkol Mohammad Dahlan Djambek diwaktu PDRI dahulu, walau sudah menjadi atase militer, lama bermukim di London dan menjabat Kepala Deputi III, di Markas Besar Angkatan Darat (M.B.A.D)
Perasaan dekat seperti ini disebabkan karena setelah Bukittinggi resmi dikuasai Tentara Pusat atau A.B.R.I, Bapak Kolonel Dahlan Djambek beserta keluarga, staf, dan famili mundur ke Kamang. Jabatan beliau sebagai Komadan Komado Daerah Pertempuran Utara (K.D. P.U). KDPU ini daerah lengkapnya ialah; Kabupaten Agam, Kabupaten 50 Kota, Kabupaten Tanah Datar, dan Kabupaten Pasaman disamping jabatan Mentri dalam Kabinet PRRI.
Kewajiban masyarakat terhadap perjuangan, penempatan pasukan, kesengitan pertempuran sama tak jauh berbeda antara masa PDRi dengan waktu PRRI. Setelah daerah Tilatang Kamang seluruhnya dikuasai Tentara Pusat, tentara PRRI mundur ketempat yang dirasa aman dan mudah melakukan serangan kembali.
Pada Bulan Agustus 1961, Presiden/Panglima Tertinggi RI mengumumkan Amnesti Abolisi, tiada penuntutan hukum bagi yang datang melaporkan diri ke pos-pos yang ditentukan sampai batas tanggal 5 Oktober 1961. Semua pemimpin dan bersama pengikut PRRI menggunakan kesempatan yang diberikan pemerintah ini. Begitu juga keluarga dan staf Bapak Kolonel Mohammad Dahlan dan Bapak M.Natsir yang melapor agak terakhir di awal September 1961.
Kedua pemimpin ini merencanakan tidak akan mempergunakan kesempatan Amnesti Abolisi ini. Kalau semua jalan sudah tertutup, beliau akan melewatkan tanggal 5 Oktober dan bersedia dituntut menurut hukum.
Kesempatan ini dipergunakan oleh musuh, sehingga kolonel Mohammad Dahlan Djambek dapat ditembak ditempat kejadian di Lariang Palupuah, mendengar kejadian ini rencana Bapak Mohammad Natsir semula berubah dan akhirnya memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh Soekarno dengan adanya amnesti abolisi. Kemudian bergabung dengan rombongan Mr. Syafruddin Prawiranegara di Sumatera Utara.
Pada mulanya, kematian Kolonel Mohammad Dahlan Djambek ini akan didiamkan saja di Bukittinggi, tapi atas desakan Bapak Mohammad Natsir, akhirnya dimumkan disurat kabar berupa berita pendek dengan dalih telah berlaku tembak menembak dengan 1 pleton pengawal Kolonel Mohammad Dahlan Djambek.
Komentar
Posting Komentar