Langsung ke konten utama

Kamang Dalam Lintasan Sejarah Perjuangan_2

Tulisan ini merupakan bagian kedua dari Buku: Kamang Dalam Lintasan Sejarah Perjuangan  nan dibuat oleh orang kampung kita sekitar 20 tahun nan silam (1995). Kalau kami tiada salah almarhum Engku Haji Nasrullah bersama Engku Haji Adnan gelar St. Samiak ikut dalam tim pembuat buku ini. Mohon engku, rangkayo, serta encik sekalian nan mengetahui perihal buku ini membantu kami. Postingan ini kami bagi kepada beberapa bagian, semoga menambah pengetahuan kita semua perihal kampung nan teramat dicintai ini..


__________________


KAMANG SESUDAH PROKLAMASI




[caption id="attachment_1756" align="alignright" width="225"]Tugu Komando Pertempuran Agam di Batu Baraguang Tugu Komando Pertempuran Agam di Batu Baraguang[/caption]

Usaha Jepang untuk menghalangi tersiarnya berita Proklamasi Kemerdekaan RI ternyata gagal. Berita ini sampai ke Kamang tanggal 18 Agustus 1945 di bawa oleh Miral Manan, seorang pemuda asal Kamang. Miral Manan sendiri mendengarnya langsung dari siaran radio gelap ditempat tinggalnya di Pasar Ambacang Padang.


Sesampainya di Kamang ia langsung menemui pemuka-pemuka masyarakat dan memberikan penjelasan seperlunya. Setelah mendengar penjelasan dari Miral Manan perihal pernyataan kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta di Jakarta maka para pemuka masyarakat Kamang masa itu memutuskan, antara lain:




  1. Mendidik pemuda-pemuda untuk mempertahankan kemerdekaan di bawah wadah Organisasi Pemuda Republik Indonesia (PRI) Ranting Kamang yang diketuai oleh Miral Manan sendiri, yang anggotanya terdiri dari:

  2. Barisan Istimewa (BI) yaitu anggota yang dipersiapkan untuk perang melawan Belanda. Mereka diberi latihan kemeliteran dengan pelatih-pelatih yang terdiri dari anggota Gyu Gun dan Hei Ho yang telah kembali ke kampung halamannya. Mereka itu diantaranya; Slm. Mayor (purn) Yus Khaidir, Inyiak Maas, H. Syofyan St. Saidi, Jamalus St. Sati, A. Gafar dan lain-lain. Latihan ini memakan waktu lebih kurang tiga bulan.

  3. Puteri Kesatria, terdiri dari putri-putri yang diberi latihan ke Palang Merahan, diantaranya pelatihnya terdapat nama Ismail Jamin St. Majo Indo.

  4. Pemuda-pemuda yang tidak tergabung dalam Barisan Istimewa dan Puteri Kesatria bertugas menjaga keamanan, mempersiapkan makanan/pangan dan perbekalan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi perang.

  5. Mengadakan rapat-rapat akbar untuk memberi pengertian yang seluas-luasnya kepada masyarakat tentang arti kemerdekaan dan tanggung jawab semua warga negara yang merdeka, antara lain kerja keras untuk meningkatkan perekonomian, ikut serta dalam bela negara dan bersedia berkorban moril dan materil, bahkan jiwa sekalipun.

  6. Mendorong para pemuda untuk turut serta membela negara dalam wadah barisan yang ada seperti BKR, TKR, Sabilillah dan barisan lainnya. Tahun 1947 di Kamang diadakan latihan opsir Sabilillah untuk tingkat Sumatera Barat yang di ikuti juga oleh pemuda-pemuda dari Kamang.


Pada tahun 1948, barisan-barisan dan organisasi-organisasi pejuang yang ada bergabung dalam satu wadah dengan nama Badan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK). Badan ini bertugas untuk membantu tentara dalam mempertahankan Nagari dan Kota jika terjadi serangan Belanda, anggotanya terdiri dari pemuda.


Para perempuan menerjunkan diri dalam organisasi yang bernama Badan Penolong Keluarga Korban Perang atau BPKKP yang bertugas membantu dan menyediakan perbekalan untuk para pejuang sekiranya terjadi serangan Belanda. Anggota BPKKP juga mempunyai fungsi ganda sebagai mata-mata. Pada waktu itu memang sudah terlihat tanda-tanda, bahwa Belanda tidak lagi menghargai persetujuan Renville.


Apa yang diperkira semula memang terjadi, tanggal 19 Desember 1949 Belanda mulai menyerang Bukit Tinggi dan 3 hari kemudian tanggal 22 Desember kota Bukittinggi jatuh ke tangan Belanda. Pimpinan Meliter dan Sipil segera meninggalkan kota Bukit Tinggi. Malam itu juga di Jorong Batu Baragung Nagari Kamang diadakan rapat pimpinan meliter untuk menyusun strategi menghadapi tentara pendudukan Belanda di Bukit Tinggi. Rapat memutuskan untuk membentuk Komando Pertempuran Agam (KPA) dan terpilih Letkol Dahlan Jambek sebagai Komando KPA. Disamping itu juga beliau menjabat pula sebagai Bupati Meliter Agam dengan Sekretaris Daerah Miral Manan. Jabatan ini kemudian diserah terimakan kepada Said Rasad dan bermarkas di Rumah Tinggi. Pada masa ini Kamang menjadi tempat kedudukan/pusat Pemerintah Meliter beserta instansi terkait lainnya. Selain sebagai Pusat Pemerintahan Militer, Kamang merupakan tempat pengungsian pemimpin-pemimpin, tokoh masyarakat dan aparat pemerintahan yang daerahnya telah dikuasai Belanda.[1]


Potensi Kamang yang demikian rupa, memancing Belanda untuk mengadakan serangan pertama ke Kamang. Serangan pertama ini segera dicegat oleh kelompok yang dipimpin Syofian St Saidi. Pencegatan ini menyebabkan Belanda mengambil langkah seribu sambil melepaskan tembakan yang membabi buta, untuk kembali lagi 4 hari kemudian dengan pasukan yang lebih besar. Inilah kontak senjata pertama dengan Belanda di sekitar Kota Bukittinggi. Peristiwa ini terjadi pada hari Jum`at tanggal 24 Desember 1948 sekitar jam 11.00 siang, 2 hari sesudah kota Bukittinggi diduduki Belanda.[2]


Dalam masa inilah pean BPNK dan BPKKP yang disebutkan di atas, tidak dapat dianggap kecil. Anggota BPNK langsung menjadi pasukan rakyat bersenjata dengan nama Pasukan Mobil Teras atau PMT. Pasukan BPNK atau PMT yelah memperlihatkan kepahlawananya selama Perang antara lain :




  1. Melakukan pencegatan-pencegatan terhadap serdadu Belanda yang datang dari arah Salo (arah timur). Pencegatan terhadap serangan Belanda yang ke dua pada hari Selasa tanggal 28 Desember 1948 di Labuah Sampik Kubualah[3] berhasil dengan baik sekali. Pasukan PMT dibawah Komando Abdullsh Banso mencegat musuh yang akan kembali ke Bukittinggi dengan lemparan Granat dan tepat masuk kedalam iring – iringan truk Belanda tersebut. Korban dipihak musuh cukup banyak, ternyata ada potongan mayat yang tertinggal dan darah berceceran. Sampai perang berakhir Front labuah sampik Kubualah tetap menjadi trauma bagi serdadu Belanda. Pencegatan – pencegatan seperti ini terus dilakukan sampai perang berakhir.



  1. Ikut bergerilya ke kota bersama – sama dengan tentara serta pejuang – pejuang dari daerah lain sekitar kota Bukittinggi.



  1. Menyediakan anggota – anggota yang akan bertugas sebagai kurir penghubung antara pimpinan pemerintah meliter dan sipil yang kedudukan mereka terpencar – pencar di daerah Agam dan 50 Kota, seperti : Gadut, Matur, Koto Tinggi ( 50 Kota ) dan lain – lain.



  1. Anggota BPNK yang tudak memanggul senjata aktif dalam penyediaan perlemgkapan pangan, mengumpulkan iyuran perang, mengamankan tempat-tempat yang penting, memantau gerakan musuh, antaralain membunyikan puput tanduk, tontong dan sebagainya, sesuai dengan Instuksi Gubenur Meliter Sumatera Barat No. 2/DPD/INSTR tanggal 22 Desember 1948.



  1. BPKKP siap dengan dapur umum, nasi bungkus dan menyusup sebagai mata-mata ke daerah yang dikuasai musuh.



  1. Anak-anak pun tidak mau ketinggalan dengan jalan ikut mematai-matai gerak gerik dan kedudukan musuh apabila mereka menyerang Kamang. Mereka ini lebih dikenal dengan Tentara Samuk (Tentara Samuik/Tentara Semut).


Letak atau lokasi Kamang yang membujur sepanjang Bukit Barisan dan dukungan masyarakat masyarakat yang optimal menjadikan Kamang sebagai daerah yang menentukan bagi perjuangan kemerdekaan RI di daerah Agam, bahkan merupakan front terdepan dari arah Barat dalam mengamankan Pemerintah Pusat di Koto Tinggi.[4]


Hal ini sangat disadari oleh Pemerintah Pusat di Koto Tinggi, terbukti dengan diperkuatnya Front Kamang dengan pasukan tambahan yang diperlengkapi dengan senjata berat dari Suliki di bawah Komandan Letnan Sutan Badaruddin. Pengiriman pasukan tambahan ini adalah atas perintah Gubenur Meliter Sumatera Barat di Koto Tinggi.[5]


Dengan datangnya pasukan tambahan ini maka sektor I KPA (Bukit Kuririak , Bukit Kawin, Kaluang, Sonsang dan Tanah Sirah) mempunyai kekuatan sebagai berikut:




  1. Pasukan Beruang Agam sebagai pasukan inti dengan Komandan Hasrul Dt. Rangkayo Basa.

  2. Pasukan Letnan Sutan Badaruddin yang didatangkan dari Suliki.

  3. Pasukan Letnan Mu’is

  4. Pasukan Letnan Syu’ib

  5. Pasukan Letnan Udara Legino

  6. Pasukan penembak 12. 7


Tidak mengherankan apabila hampir seluruh kekuatan Belanda di Bukittinggi yang diperkuat dengan angkatan udaranya dari Padang diarahkan kesasaran baru yakni Kamang. Hampir setiap hari ada serangan ke daerah ini. Hantaman mortir yang membabi buta hampir terjadi tiap hari, tembakan roket serta hujan peluru mitralyur dan curahan Howitser tidak terhitung kali, begitu pula halnya dengan desingan peluru senapan dari patroli Belanda yang menyelusuri semak belukar sampai kehutan-hutan mencari para pejuang. Dalam dialek Kamang dikatakan Disigono ajak mancari cegek.


Semua ini tidak membuat mereka gentar, bahkan membuat semangat mereka semakin menyala. Tekan mereka hanya satu Hidup terhormat sebagai bangsa yang merdeka atau mati sebagai syuhada. Maka berjatuhanlah korban dari barisan pejuang dan tentara dalam membela kemerdekaan Republik Indonesia mereka itulah sebagiannya terbaring dimakam pejuang 1945-50 di Kamang[6] yang nilai-nilai perjuangannya harus kita lestarikan.


Rupanya dendam Belanda terhadap Kamang tak kunjung habis, setelah Jogyakarta dikembalikan sebagai Ibu Kota Republik Indonesia dan tercapainya persetujuan Roem-Royen pada awal Mei 1949, namun Belanda masih tetap melanjutkan serangan-serangannya ke Kamang.


Dan Kamang dapat diduduki Belanda tanggal 31 Juli 1949 walaupun hanya untuk 48 jam saja.[7]


Demikianlah Kamang sebuah nagari yang penuh dengan sejarah perjuangan. Semenjak Belanda mulai menginjakkan kakinya di Darek pada awal abad 19 hingga pertengahan abad 20 dimana seluruh anak Bumi Putera bersatu mengusir penjajah Belanda. Perjuangan tentu belum usai dengan kepergian penjajah karena masih ada musuh baru yang tak kalah ganasnya yakni ketamakan dan haus akan kekuasaan yang dipertontonkan oleh salah seorang pendiri negara yang kemudian memerintahkan tentaranya untuk menginfansi Kamang dan seluruh Alam Minangkabau, Sumatera Tengah serta daerah lainnya di Pulau Sumatera dan Sulawesi pada tahun 1958.


___________________ bersambung


Catatan Kaki:


[1] Selanjutnya lihat Darwis Abdullah, Buku catatan harian.


[2] Pagi itu, Jumat 24 Desmber1948, dua hari sesudah Bukit Tinggi jatuh ke tangan Belanda, satu pleton CPM dengan Komandan Bakhtiar bergerak dari markas Batu Baragung menuju pos di Pintun Koto yang berjara 1,5 Km dari Batu Baragung. Pintu Koto satu-satunya jalan masuk ke Batu Baragung yang dapat dilewati dengan kendaraan bermotor. Sampai di pos Pintu Koto lalu diadakan taktik penjagaan. Tiga orang ditempatkan dimuka jalan arah ke Koto Panjang (Barat)., tiga orang arah ke Magek (Selatan) dan tiga orang pula arah ke Salo (Timur), yang arah Salo terdiri dari Syofyan, Jamaan Tembak dan Zulkarnaini Malako, Jamaan bersenjata Sub Machine Gun, Syofyan dan Malako hanya punya satu Key Gun. Pasukan selebihnya menunggu di Pos di Pintu Koto. Sekitar jam 11.00 terlihat sebuah truk muncul dari balik tikungan Kubu Gadang, Padang Sawah (arah Salo) pelan saja, sehingga ke tiga pengawal tadi tanpa halangan dapat melihat dengan jelas, bahwa truk itu berisi tentara Belanda. Dibagian depan seorang memegang senapan mesin, disamping kiri-kanan dan belakang berdiri dengan senjata di tangan, sekitar 15 orang tentara santai saja. Mungkin karena mengira kunjungan ke Kamang akan serupa dengan kunjungan ke Pakan Kamis. Satu hari sebelumnya tanggal 23 Desember 1948 lima truk tentara Belanda mengadakan patroli ke Pekan Kamis. Mereka datang dan pergi tanpa perlawanan, bahkan sempat membagi-bagikan roti, rokok dan gula-gula kepada penduduk. Tetapi penduduk tidak mau menerimanya, memang pada saat itu KPA masih dalam konsolidasi.


Syofyan dan kawan-kawan mengatur siasat, kalau diserang dari muka , kita hanya 3 orang berbahaya. Biarkan ia lewat dulu, baru diserang dari belakang, sekaligus memberi kode kepada pasukan yang di Pos Pintu Koto. Syofyan masuk dalam lubang bekas peramaan pisang, sementara Jamaan mengambil posisi dibalik batang durian.


Serangan dari belakang membuat mereka terkejut, lalu tancap gas dan melaju dengan cepat. Di Simpang Pintu Koto pasukan kita telah siap dengan Bren dan senjata lainnya. Kunjungan ke Kamang telah memberi pengalaman pahit. Segera mereka balik ke Bukittinggi, Syofyan dan kawan-kawan masih sempat melihat truk yang pada mulanya penuh, sekarang tinggal 3 orang . Mereka melepaskan tembakan yang membabi-buta sampai mereka lewat di tikungan Kubu Gadang, di pihak kita gugur satu orang yaitu Zainal Arifin, anggota CPM asal Padang Panjang. Inilah kontak senjata pertama dengan serdadu Belanda di daerah Komando Pertempuran Agam (Bukittinggi dan sekitar).


Sejarah juga mencatat, bahwa Pintu Koto juga sebagai sasaran terakhir pihak Belanda di daerah Bukittinggi dan sekitarnya sebelum mereka menghentikan permusuhan. Walaupun persetujuan Roem-Royen telah ditanda tangani dan Pemerintah Pusat telah kembali ke Yogyakarta 2 bulan yang lalu, Mei 1949, Belanda masih melanjutkan serangan-serangannya terhadap Kamang. Sampai Kamang didudukinya pada tanggal 31 Juli 1949, mereka membuat pos di Simpang Pintu Koto, tempat mereka dihajar oleh Satuan Pleton CPM tujuh bulan yang lalu.


Sumber :




  1. Wawan cara dengan H. Syofyan St. Saidi, pelaku sejarah.

  2. Catatan Harian Darwis Abdullah, Kepala Kaartening dan Dokumentasi KPA.

  3. Rasyid 70 olehPanitia Peringatan Mr. Mohd. Rasyid, halaman 96.


[3] Labuah Sampik merupakan perbatasan Nagari Kamang dengan Nagari Salo. Labuah berarti jalan, Labuah Sampik berarti Jalan Sempit. Pada masa perjuangan daerah ini merupakan tempat strategis untuk perjuangan karena selain jalannya yang sempit juga terdapat penurunan (tanjakan menurun), orang-orang yang datang dari arah Salo umumnya tidak mengetahui keadaan di atas (Labuah Sampik) sehigga mudah diserang.


[4] Koto Tinggi pada masa ini menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Masa ini lebih dikenal dengan Masa PDRI.


[5] Selanjutnya lihat Ahmad Husein dan kawan-kawan, Sejarah perjuangan …halaman125 – 126.


[6] Makam ini terletak di Rumah Tinggi. Jika bandingkan dengan makam korban Perang Kamanng tahun 1908, makam ini jauh tidak terawat.


[7] Panitia Peringatan Ulang Tahun Mr. Mohd. Rasyid ke 70 halaman 96, tanggal 17 Mei 1949, keluarlah statement Roem-Royen yang isinya antara lain menyetujui penyerahan kedaulatan melalui konfrensi Meja Bundar.


Namun perjanjian Roem-Royen ini bukannya menghentikan pertempuran di Sumatera Tengah, sebab disana pertempuran bahkan bertambah hebat. Pada bulan Juli 1949, Pemerintah RI telah dikembalikan ke Yogyakarta dan perundingan gencatan senjata di mulai. Meskipu begitu di Sumatera Tengah, Belanda masih terus melancarkan serangan, bahkan pada tanggal 31 Juli berhasil menduduki Kamang. Baru sesudah jam 24.00 tengah malam tanggal 14 Agustus 1949 terjadi penghentian tembak-menembak antara kedua belah pihak

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum