Tulisan ini merupakan bagian delapan dari Buku: Kamang Dalam Lintasan Sejarah Perjuangan nan dibuat oleh orang kampung kita sekitar 20 tahun nan silam. Kalau kami tiada salah almarhum Engku Haji Nasrullah bersama Engku Haji Adnan gelar St. Samiak ikut dalam tim pembuat buku ini. Mohon engku, rangkayo, serta encik sekalian nan mengetahui perihal buku ini membantu kami. Postingan ini kami bagi kepada beberapa bagian, semoga menambah pengetahuan kita semua perihal kampung nan teramat dicintai ini..
LAMPIRAN VI
Kilasan Sejarah Dan Peristiwa
- Penaklukan Benteng Kamang Tahun 1833 (Judul Dari Peny)
[caption id="attachment_1749" align="alignleft" width="300"] Sawah di Joho[/caption]
Daerah Kamang dan sekelilingnya sudah mempunyai tradisi revolusioner sejak zaman paderi. Salah satu pusat terpenting gerakan agama terdapat di Kamang. Merupakan daerah terakhir ditundukkan Belanda sebelum memusatkan perhatian pada pertahanan Bonjol. Disana letkol Raaf (lihat keterangan No. 4) dibuat kewalahan Agustus 1822, walaupun tentaranya dibantu meriam-meriam. Disana pula sepuluh tahu kemudian Vermeulen Krieger merasakan sendiri betapa gigihnya perlawanan rakyat. Sewaktu Belanda merebut Bukit Kamang yang Kosong itu disebut KEMENANGAN . Sebetulnya ini merupakan serangan yang tidak berhasil, kalau tidak mau dikatakan kakalahan. Baru tahu berikutnya (Juli 1833), setelah tidak kurang dari 8 kapal pengangkut tentara datang dari Jawa, di bawah seorang Jenderal Mayor membawahi 3.500 tentara ditambah 12.000 tentara bantuan (lebih dari separo dipersenjatai) Kamang akhirnya dapat direbut. Dan inipun setelah serangan hari pertama dari 4 jurusan gagal total dan seorang mayor meninggal.
Sumber : Sumatera Barat Pemberontakan Pajak 1908
Halaman136 – 137
Oleh : Rusli Amran.
- BELANDA MULAI MEMBAKAR PENDUDUK
Jum’at tanggal 15 Januari 1949, sebagaimana biasa setiap hari Selasa dan Jum’at, pagi-pagi kami telah meninggalkan rumah, pergi menyingkir kedaerah pinggiran. Pakaian dan barang-barang lainnya yang dapat dibawa. Biasanya setiap hari Selasa dan Jumat Belanda menyerang Kamang.
Rumah kami Rumah Gadang Angku Lareh, waktu itu dijadikan tempat berkumpulnya perwira-perwira militer beserta anak buahnya. Seluruh rumah dipakai dan kami hanya menempati satu ruangan kecil (bilik atau kamar) bersama-sama seluruh kemenakan dan cucu Angku Lareh.
Diantara perwira-perwira itu yang masih ingat antara lain Letkol M. Dahlan Jambek, mayor A. Thalib, Mayor Boerhanuddin, Kapten Mukhtar masing masing besertaf.
Sampai selesai orang shalat Jum’at, tidak terjadi apa-apa. Kami mengira keadaan sudah aman, dan kamipun bergerak pulang. Sampai di rumah kami beristirahat, melepaskan lelah. Tiba-tiba terdengar tembakan dari jarak yang sangat dekat sekali. Kami terperanjat dan dalam waktu sesaat saja si Panjang Hidung telah mengerahkan senapannya ke arah kami.
“Keluar!!” terdengar bantaknya kasar. Dengan ketakutan kami pun meninggalkan rumah. Rumah digeledah, mereka mendapatkan perlengkapan militer, seperti ransel, sepatu dan ikat pinggang. Empat orang pemuda yang ditemukannya di dalam rumah diseret keluar. Rumah kami dibakar, ke empat pemuda tadi ditembak dan tanpa mengenal prikemanusiaan mayatnya dilemparkan ke dalam kobaran api.
Sebuah lagi, rumah kami yang terletak didepan rumah gadang tersebut juga dibakar. Rumah Haji Ajisah Hassan, salah seorang kemenakan Dt. Rajo Pangulu Pahlawan Perang Kamang yang baru saja di bangun ikut jadi abu, hari itu juga rumah kediaman Angku Lareh yang dijadikan tepat pengajian Syekh M. Jamil Jambek (surau inyiak Jambek) di Joho, juga dibakar. Seakan dendam Westernenk kepada Angku Lareh dan Dt. Rajo Pangulu diwariskannya sampai ke anak cucu.
Kami merelakan semua itu dengan ikhlas, kata ibu Nursana Kamal seorang Veteran, cucu Angku Lareh, walaupun sampai saat ini, sudah 50 tahun Indonesia Merdeka, kami belum dapat membangun kembali rumah kebanggaan keluarga dan masyarakat Kamang pada umumnya.
- Pertempuran-Pertempuran Sekitar Tilatang Kamang dan Baso
Sejak akhir Desember 1948, daerah Tilatang Kamang dan Baso terus menerus menjadi sasaran serangan musuh. Terutama dengan tembakan-tembakan mortir dan meriam jarak jauh dan mengadakan gerakan-gerakan yang dikatakannya Operasi Pembersihan di mana-mana, sehingga banyak rakyat yang menjadi korban. Begitu juga tidak sedikit rumah yang habis dibakarnya. Pada catatan harian seorang perwira yang pernah berjuang didaerah tersebut terdapat sebagai berikut:
Tangga 18 Januari 1949, terjadi pertempuran dengan tentara Belanda yang memasuki daerah Kamang. Keesokan harinya daerah itu kembali diserang, demikian pula Baso.
Tanggal 22 Januari 1949, Ampek Angkek diserang musuh,
Tanggal 2 Pebruari 1949, kembali Belanda menyerang Kamang, pertempuran berulang kembali.
Tanggal 17 Pebruari 1949, musuh bergerak ke Kayu IV/Kamang.
Tanggal 18 April 1949, pasukan girilya kita mengadakan serangan ke Bukittinggi, menewaskan 3 orang tentara musuh.
Tanggal 2 Juni 1949, misuh dengan kekuatan 1 kompi memasuki Tilatang Kamang. Dalam pertempuran ini pihak musuh menderita banyak korban.
Tanggal 10 Juni 1949, Belanda dengan kekuatan 26 Truk penuh berisi anggota tentaranya kembali masuk ke daerah ini.
Tanggal 18 Juni 1949, kembali mereka mengulangi serangannya kedaerah Tilatang, rupanya mereka hendak membalas dendam atas kerugian yang dideritanya pada pertempuran-pertempuran yang terdahulu. Perlu dicatat bahwa pasukan kita yang terdiri dari pemuda dan termasuk PMT/BPNK. Lag-lagi musuh menderita banyak korban. Tanggal 22 Juni 1949, Ampek Angkek yang letaknya tak jauh dari Bukittinggi dihujani oleh musuh dengan tembakan-tembakan meriam dan mortir.
Tanggal 24 Juni 1949, musuh bergerak ke Koto Tangah Tilatang Kamang.
Tanggal 29 Juni 1949, Belanda memasuki Tanjung Alam.
Tanggal 1 Agustus 1949 Polisi Federal Belanda mengepung Kampung Jirek dalam kota Bukittinggi. Pada hari itu juga pukul 15.00 sore para gerilyawan kita memasuki Simpang Limau dan Simpang Manggis.
Ranjau darat yang ditanam di Jalan Biriugo meledak menewaskan 2 orang tentara musuh. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 2 Agustus 1949,
tanggal 3 Agustus 1949, kembali gerilyawan kita menyusup kedalam kota Bukittinggi dan menyerang musuh di Jalan Landbouw dan menewaskan anggota pasukan mereka beberapa orang.
Tanggal 4 Agustus 1949, musuh bergerak ke Tilatang dan Sungai Tuak. Mereka rupanya menjelang cease fire ingin melancarkan serangan besar-besaran untuk menduduki Kamang.
Tanggal 5 Agustus 1949, nyatanya mereka mundur kembali.
Kaum ibu selama pertempuran berkobar di daerah Tilatang Kamang sangat giat menyelenggarakan perbekalan untuk kepentingan perjuangan, terutama sekali mengadakan dapur umum dan menyapkan nasi bungkus untuk bakal para pemuda pejuang berangkat ke front atau sekembalinya. Pengawal dari bukit-bukit yang mengawasi dari jauh terhadap kemungkinan adanya gerakan musuh menuju daerah ini juga diperhatikan baik siang maupun malam.
Puput tanduk sebagai alat yang ditiup untuk memberitahukan bahwa adanyabahaya mempunyai peranan penting untuk mengurangi jumlahnya korban, jika musuh datang menyerbu. Kalau kelihatan musuh bergerak, menuju suatu daerah, makaterdengarlah puput tanduk ini berbunyi bersahut-sahutan dari bukit ke bukit menggema di lurah dan ngarai sampai ke kampung-kampung. Dengan adanya tanda bahaya ini, pihak kita mendapat kesempatan untuk bersiap-siap menghadapi kedatangan musuh. Mereka yang dianggap tidak begitu diperlukan tenaganya untuk bertempur, terutama sekali kaum wanita dan anak-anak disingkirkan ke daerah yang dianggap aman, sehingga korban dipihak rakyat dapat ditekan sekecil-kecilnya.
Sumber : SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN
RI SUMATERA BARAT / RIAU
Jilid II halaman 300 – 301
Oleh. Amad Husein Dkk.
______________ bersambung
Komentar
Posting Komentar