Tulisan ini merupakan bagian kesembilan dari Buku: Kamang Dalam Lintasan Sejarah Perjuangan nan dibuat oleh orang kampung kita sekitar 20 tahun nan silam. Kalau kami tiada salah almarhum Engku Haji Nasrullah bersama Engku Haji Adnan gelar St. Samiak ikut dalam tim pembuat buku ini. Mohon engku, rangkayo, serta encik sekalian nan mengetahui perihal buku ini membantu kami. Postingan ini kami bagi kepada beberapa bagian, semoga menambah pengetahuan kita semua perihal kampung nan teramat dicintai ini..
- Rapat Bupati Militer Agam Yang Diserang Belanda
[caption id="attachment_1747" align="alignright" width="225"] Jambatan di Bungo Tanjuang[/caption]
Pada suatu hari Bupati Militer Agam Dahlan Jambek mengadakan rapat dengan Wedana Militer, Camat Militer dan Wali Perang disekitar Agam. Juga turut diundang Wedana Militer Pamako (Palembayan – Matur – IV Koto) Soetan Bahroemsyah.
Wedana Militer Soetan Bahroensyah bersama 2 orang Camat Militer dan beberapa orang wali perang di kawal 2 orang prajurit menghadapi rapat yang diadakan oleh Bupati Militer Agam itu meninggalkan Matur pukul 22.00 malam. Keberangkatan dari Matur itu sengaja diwaktu malam karena mereka harus milintasi jalan raya ke Palupuh dan melalui Gadut, pelabuhan Kapal Terbang yang di duduki Belanda. Perjalanan yang paling berbahaya adalah melintasi lapangan ini karena lampu sorot yang ada disitu selalu disorotkan ke segala penjuru. Sepanjang 2 kilometer rombongan melintasi sawah dan lapangan terbuka disekitar Gadut. Mereka lebih banyak merangkak dari berjalan dan tiarap diam dikala lampu sorot diarahkan ketempat yang mesti dilalui rombongan.
Baru kira-kira pukul 02.00 malam mereka berhasil tiba diluar daerah bahaya. Karena terlalu letih mereka sehingga disuatu surau. Kira-kira 2 jam mereka dapat tidur di daerah tersebut dan pukul 05.00 pagi perjalanan di lanjutkan. Setelah setengah jam berjalan, dari jauh surau tepat mereka singgah tadi menjadi lautan api yang dibakar oleh Belanda.
Pada hari itu juga rapat Bupati Militer bersama para Wedana Militer, Camat Militer dan wali-wali perang disekitar Agam dilangsungkan mulai pukul 08.00 bertempat disuatu rumah di kaki Bukit Barisan, terletak di seberang sungai yang tidak berjembatan di Kamang. Rapat dihadiri lebih kurang 25 orang, acara meliputi keadaan wilayah masing-masing, saling tukar menukar informasi dan pada penutupannya Dahlan Jambek Memberikan pengarahan bagaimana meneruskan perjuangan, apapun yang terjadi. Bupati Militer Agam yang merangkap Komandan pertempuran itu menekankan secara khusus pentingnya peranan para Wedana, Camat dan Wali-wali perang dalam perjuangan.
Pukul 13.00 siang sebelum rapat ditutup dengan jamuan kapelo ba abuh tiba-tiba terdengar bunyi tembakan di seberang sungai. Rupanya beberapa tank ringan Belanda sedang memuntahkan peluru senapan mesinnya ke arah tepat rapat. Para hadirin berlompatan keluar melalui jendela dan pintu, dalam beberapa menit itu saja rumah itu telah ditinggalkan kecuali Dahlan Jambek dan Soetan Bahroemsyah.
Dahlan Jambek memegang tangan Bahroemsyah sambil mengeluarkan kata-kata yang meyakinkan “Nyawa kita ada ditangan Allah dan sebelum ajal tidak akan mati. Baik kita keluar dari pintu dapur, dibelakang ada parit dan Belanda tidak akan mungkin akan menyeberangkan tanknya, karena tidak ada jembatan, sedang di belakang kita ada hutan lebat Bukit Barisan”.
Memang sebelumnya masalah keamanan ini sudah diperkirakan sebaik baiknya. Ternyata sikap tenang Dahlan Jambek benar, teman-teman yang berlompatan keluar, ada yang tewas dan ada yang cidera kakinya.
Malam hari rombongan dari Matur berangkat pulang, sedang Soetan Bahoemsyah bersama seorang Camat Militer besok paginya meneruskan perjalanan, menuju gunung-gunung yang terjal dan lurah-lurah yang dalam menuju KotoTinggi.
Besok malamnya Soetan Bahroemsyah ketika sedang ikut main bridge bersama Mr. M. Rasyid dan Mr. Syafruddin Prawiranegara, tiba-tiba jatuh pingsan, kemudian menggigau. Untunglah dr. Ali Akbar dengan suntikan dapat menangkanya. Mungkin Soetan Bahroemsyah pingsan disebabkan kejadian-kejadian terakhir yang dialami karena letih sekali.
Sumber : SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN
RI DI MINAGKABAU / RIAU
JILID II Halaman 422 – 423.
- Markas Komando Daerah Pertempuran Agam di Batu Baragung Menurut Serangan Belanda
Musuh rupanya merencanakan penyerangan atas Komando Daerah Pertempuran Agam di Batu Baragung, pada waktu subuh kira-kira pukul 04.00 musuh bergerak dari Baso. Di suatu tempat dekat Batu Baragung, mereka berhenti lalu naik bukit sampai di belakang markas Komando KPA.
Pada waktu itu Letkol, Dahlan Jambek beserta staf sedang berada ditempat. Karena kelengahan tentunya BPNK tidak mengetahui bahwa musuh sudah masuk daerah Batu Baragung, tidak ada puput tanduk dan tontong kedengaran.
Dahlan Jambek beserta staf segera menyingkir. Salah seorang anggota staf Letnan Dua Bakhtiar mencari tempat berlindung lain. Ia naik bukit Batu Baragung. Sesampai disana ia ditangkap oleh tentara Belanda yang memang sedang menunggu (hinderlaag) semenjak pagi hari itu. Bakhtiar pada waktu itu dipaksa musuh untuk menunjukkan dimana markas komando KPA dan Dahlan Jambek berada. Letnan Bakhtiar tidak mau menunjukkan, maka Belanda naik pitam dan langsung menembak Letnan Bakhtiar sehingga tewas. Mayatnya dibiarkan tergeletak di tengah jalan tak jauh dari markas Komando yang berlumuran darah.
Usaha Belanda untuk menyergap Ko. DPA telah gagal, korban di makamkan dengan iringan do’a dan pidato sambutan dari Dahlan Jambek.
Sumber : SEJARAH PERJUANGANKEMERDEKAAN RI
DI MINANG KABAU / RIAU 1945 – 1950
Jilid II Hal . 306
Oleh : Ahmad Husein dkk
- Pencegatan Sekitar Bukit Keririk Dan Bukit Kawin
Untuk menghindarkan banyaknya rakyat menjadi korban tembakan musuh, maka kepada rakyat diberi tahukan, bila musuh menanyakan di mana tentara, sampaikan saja, bahwa tentara dan pertahanan kita berada di Bukit Kalung.
Hal ini dimaksudkan sebagai siasat untuk meloklisir pertempuran di daerah Bukit Kalung saja dan mengurangi kerugian masyarakat. Oleh karena itu musuh memasuki Kapau, Songsang, Tarusan,Bukit Keririk, Magek, Bukit Kawin, sekitar Baso dan Air Tabit, tanpa gangguan dari pasukan kita.
Namun kemudian tibalah saatnya musuh harus dicegat dan digempur. Komandan memerintahkan pasukan mengadakan steling di Bukik Kaririak dan Bukit Kawin. Antara kedua bukit itu ada jembatan yang harus dirusak sewaktu Belanda memasuki daerah Magek, rencana itu ternyata tepat sekali.
Keesokan harinya pukul 08.00 kedengaran bunyi puput tanduk dan tontong bersahut sahutan menandakan musuh memasuki daerah tersebut, pasukan kita siap siaga dan rakyat serta BPNK telah sip pula dengan tugasnya merusak jembatan.
Musuh tanpa gangguan melewati dua pertahanan kita menuju Magek. Setelah beraksi ditempat ini mereka hendak kembali melalui jalan semula. Begitu musuh mendekat Bukit Kurirk, mereka dihantam oleh pasukan kita dengan senjata ringan. Mereka lari menghindar sampai di jembatan yang dirusak itu, mereka terpaksa harus turun. Pada sat itulah berhamburan peluru senjata ringan dan 12,7 kita. Serdadu-serdadu musuh yang muda usia menjerit jerit minta tolong, memanggil “Mamie… mamie…”,dan merekapun berguguran. Mayat-mayat mereka di naikkan oleh kawan-kawan mereka ke atas truk dan diangkut lari di bawah lindungan bantuan tembakan houwitser musuh. Ketika itu korban yang gugur di pihak kita tidak ada, kecuali hanya luka-luka ringan.
Kepada rakyat Belanda mengancam bahwa mereka akan membalas kematian kawan-kawannya dua kali lipat. Selesai pertempuran itu semua senjata berat dan pasukan kita diperintahkan kembali kepertahanan semula di Bukit Kalung untuk menjaga segala kemungkinan musuh kembali menyerang kita.
Beberapa kali sesudah itu memang musuh datang hendak menuntut balas dengan kekutan yang cukup besar, menggunakan pantser, bren carrier dan houwtser mereka memasuki daerah Tilatang.
Rencana mereka ialah mengobrak-abrik Markas Sektor dan akan menangkap seluruh staf Komando. Kira-kira pukul 10.00 pagi telah terdengar tontong tanda bahaya dari jauh kelihatan kunvoi memasuki menuju prapatan Bukit Kawin. Disini mereka menurunkan sebagian dari pasukannya, terus melanjutkan perjalanan ke Bukit Keririk. Ditempat itu mereka menurunkan pasukannya terus ke Magek dan membelok kekiri. Mereka bertemu dengan pasukan yang datang dari arah timur Bukit Kawin. Sebagai tanda mulai penyerangan mereka melepaskan tembakan 3 kali ke udara dengan pistol. Mulai musuh bergerak bersama sama menuju Bukit Kawin.
Dari udara musuh melakukan pengintaian posisi kita. Di sepanjang jalan musuh membakari rumah-rumah rakyat, menembakinya dan bahkan sampai ke anak gembala yang sedang diatas punggung kerbaupun mereka jadikan sasaran.
Sesampai di Bukit Kawin mereka menemukan Markae Sektor yang telah kosong. Setelah usaha mereka tidak berhasil merekapun kembali ke Bukittinggi. Tak lupa tentunya sepanjang jalan-jalan banyak rumah rumah rakyat yang di bakar. Waktu itu musuh tidak mendapat perlawanan karena hal tesebut memang disengaja menghidari. Kerugian di pihak kita seorang Bintara Basri Samat, adik Letnan Bakri Samad gugur, sedangkan dikalangan beberapa rakyat tewas terbunuh.
Sumber : Sejarah Perjuangan Kemerdekssn RI di
Minangkabau / Riau 1945 – 1950
Jilid II Hal. 304 – 305
Oleh : Ahmad Husein dkk.
________________ tamat
Komentar
Posting Komentar