Tulisan ini merupakan bagian keempat dari Buku: Kamang Dalam Lintasan Sejarah Perjuangan nan dibuat oleh orang kampung kita sekitar 20 tahun nan silam. Kalau kami tiada salah almarhum Engku Haji Nasrullah bersama Engku Haji Adnan gelar St. Samiak ikut dalam tim pembuat buku ini. Mohon engku, rangkayo, serta encik sekalian nan mengetahui perihal buku ini membantu kami. Postingan ini kami bagi kepada beberapa bagian, semoga menambah pengetahuan kita semua perihal kampung nan teramat dicintai ini..
LAMPIRAN II
Sekilas Tentang Perang Kamang
[caption id="attachment_1752" align="alignright" width="300"] Rumah Kamanakan Angku Lareh Tilatang Jaar Dt. Batuah[/caption]
Maka untuk mengusahakan berlakunya peraturan baru yang telah di umumkan pada tanggal 1 Maret 1908 itu dilaksanakan pula bermacam tipu muslihat.
Pejabat-pejabat Gubenur Belanda, berbangsa Belanda atau bukan, dipaksakan untuk melaksanakan peraturan itu. Begitu pulalah dengan pejabat Gubernemen bangsa Belanda yang bernama Westernenk yang ada di Bukittinggi ( For De Kock ).
Dikumpulkannya Tuangku Tuangku Laras di seluruh daerah Agam Tuo, yakni Tuangku Laras Kamang, Tuangku Laras Magek, Tuangku Laras Salo, Tuangku Laras Baso, Tuangku Laras Tilatang, Tuangku Laras Kapau, Tuangku Laras Candung, Tuangku Laras Sungai Puar, Tuangku Laras IV Angkek, Tuangku Laras Banuhampu dan Tuangku Laras Ampek Koto Koto Tuo.
Maksudnya untuk mempengaruhi pemimpin-pemimpin rakyat itu untuk menerima saja peraturan Gubernemen dan memaksakan kepada rakyat masing-masing. Berkatalah Westernenk dalam pertemuan itu dengan langgam dan bahasa daerah yang telah di pelajarinya dengan sebaik-baiknya lebih dahulu, antara lain :
Tuanku-tuanku Laras, Gubernemen Belanda tidak mau menyusahkan lagi anak nagari di sini. Tidak lagi disuruhnya menanam kopi dan menjualnya hanya kepada Gubernemen. Anak nagari boleh menanam kopi sesuka hatinya saja. Kini Gubernemen bikin peraturan baru, anak nagari harus membayar beberapa rupiah kepada Gubernemenuntuk segala macam kekayaannya, itu namanya blasting.
Tuanku-tuangku Laras yang mempunyai jiwa kepemimpinan dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya, cepat-cepat memberikan kata sanggahannya, berkatalah diantaranya Tuangku Laras Sungai Puar :
Tabek Tuan. Maksud Tuan menyuruh anak nagari bayar blasting terlalu sulit. Anak nagari kami banyak yang tidak ada di kampung dan pergi merantau.
Tuanku Laras Kamang menyambung sanggahan Tuanku Laras Sungai Puar itu :
Kami sangat sependapat dengan Tuanku Laras Sungai Puar. Angguak anggak geleng amuah. Itulah diantaranya sifat anak nagari kami. Lebih suka dihukum dari pada disuruh jual hasil kopinya kepada Gubernemen Belanda, Itu contoh diwaktu yang lalu.
Sanggahan-sanggahan Tuanku Laras itu membuat Westernenk mencari siasat baru. Didatanginya Tuanku-tuanku Laras itu dinagarinya masing-masing, dan bicara langsung kepada rakyat. Laras yang tertua di daerah Agam Tuo adalah Tuankun Laras Kamang. Kesanalah tujuan utama Westernenk, berkali kali sudah Westernenk adakan pertemuan dengan Tuanku Laras Kamang yang amat bijaksana itu senantiasa mengahadapi Westernenk dengan dihadapinya oleh pemimpin-pemimpin rakyat, baik dari kaum adat, kaum agama dan cerdik pandai.
Pernah seorang pemimpin yang sangat disegani, Dt. Rajo Pangulu, meningkah terhadap Westernenk :
Tuan, blasting tidak mungkin. kami telah Tuan tipu, Tuan yang harus membayar kepada kami, kenapa Tuan minta uang lagi kepada kami. Tuan kan pandai membuat uang, sesenpun tidak akan kami berikan, musuh tidak dicari, kalau datang tidak dielakkan. Asa hilang kedua terbilang.
Semangat rakyat makin begelora. Banyak sudah rakyat mendapat keterangan dan penjelasan dari pemimpinnya. Barisan demi barisan disusun, siasat diatur, pandai besi di Koto Baru mempersiapkan senjata alias rudus yang tahan besi.
Pimpinan dipegang oleh Dt. Rajo Pangulu dan Haji Abdul Manan dengan di bantu oleh Kari Mudo.
Kompeni Belanda Dihancurkan .
Semangat patriotik dan kepahlawanan yang diwarisi sejak zaman paderi itu dipertebal lagi dengan semboyan-semboyan ke Agamaan seperti haram hukumnya diperintahi si kafir. Apalagi memberi uang, berperanglah Fisabilillah, matimu Syahid dan lain-lain lagi.
Usaha Gubernemen Belanda dialihkan kepada kekuatan Kompeninya. Pada hari Senin malam Selasa tanggal 15 Juni 1908 beberapa pasukan Kompeni Belanda bergerak ke daerah Kamang, tujuan menangkap pemimpin-pemimpin barisan-barisan patriot disan. Pasukan- pasukan daerah Kompeni dipecah dalam beberapa jurusan mulai di simpang Ampek Sungai Tuak (di Tilatang). Ada yang melalui Kaluang menuju Bansa (di Kamang Mudik), markasnya Haji Abdul Manan, ada yang melewati Kasiak terus ke Magek untuk masuk ke Pintu Koto, menuju markasnya Dt. Rajo Pangulu dan Kari Mudo.
Tetapi, barisan-barisan rakyatpun siap menunggu kedatangan kompeni Belanda. Pasukan-pasukan kompeni dari beberapa jurusan itu dibiarkan saja oleh barisan rakyat bertemu di Kampung Tangah. Dan disanalah pasukan-pasukan kompeni itu diserang habis-habisan oleh barisan-barisan rakyat dalam beberapa jam saja.
Berpedati-pedati banyak mayat serdadu Kompeni Belanda dari medan pertempuran Mejan, Kampung Tangah dan Jambu di Magek yang dilarikan ke Fort De Kock ( Bukittinggi ). Para bantuan yang lebih besar didatangkan dari Fort De Kock dan diperkuat lagi dengan pasukan-pasukan dari tangsinya di Padang Panjag, semuanya nenuju Kamang.
Barisan patriot terpaksa mengatur siasat lain dan perlawanan di tangguhkan. Datuk Rajo Pangulu dan Haji Abdul Manan telah gugur, dengan cepat pula barisan patriot dibawah pimpinan Tuangku Laras mengurus mayat para syuhada yang telah gugur, kemudian barulah diketahui pada pagi harinya bahwa diantara patriot yang gugur itu terdapat dua wanita, yakni Siti Asiah isteri Dt. Rajo Pangulu dan Siti Anisah. Mereka telah mengenakan pakaian laki-laki ketika ikut menghadang kompeni Belanda.
Kari Mudo dan Tuangku Laras sendiri, Dt. Siri Marajo, Haji Muhammad Amin, Pendeka Mukmin, Dt. Mangkudun, Dt. Marajo dan banyak lagi pemimpin-pemimpin barisan patriot dapat ditangkap kompeni Belanda. Diantara mereka itu ada yang dipenjarakan di Kota Padang, Betawi (Jakarta), Magelang dan sebagainya. Datuk Siri Marajo wafat dalam penjara Glodok (Jakarta), Pendeka Mukmin wafat di tanah pembuangannya di Kota Makasar.
Kari Mudo yang telah menjalani 27 tahun masa pembuangan di Makasar kemudian dipindahkan ke Jakarta sampai akhir hayatnya pada tahun 1952.
Sumber : Perlawanan Rakyat Sumatera Barat
pada tahun 1908 menentang Penjajahan Belanda
oleh : Abdul Wahid
Deppen RI Penerbitan Chusus
No. 344 Tahun 1964
_____________ bersambung
Komentar
Posting Komentar