IKLIM
Nagari Kamang beriklim sedang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin pada waktu akhir-akhir ini banyak curah hujan dan panas musim kemarau panjang dan sekarang sekali-kali. Curah hujan sampai 2000 – 3000 mm.
Semua tanaman muda, musim dan tanaman tua seperti sayur-sayuran/ palawija, pisang, durian, manggis, kepundung, sirih, kopi, cingkeh, pala hanya satu-satu, petai, jengkol, kelapa, jeruk manis dan lain-lainnya, ditinjau dari kesuburan tanah cukup mengembirakan.
AIR
Di Nagari Kamang ada beberapa buah sumber air, diantaranya yaitu :
- Dari sekitar Bukit Barisan yang melingkari sebahagian Nagari Kamang, yaitu :
- Dari Rimba Guguak Rang Pisang, air disini boleh dikatakan tidak putus-putus walaupun musim kemarau panjang, hanya dapat mengairi sawah-sawah sebahagian kecil saja (10 Ha) di kampung Guguak Rang Pisang, lainnya masuk kekampung di Nagari Salo, Bungo Koto Tuo. Sekarang sumber air ini telah mulai dibangun oleh penduduk Guguak Rang Pisang seperti disebutkan dimuka.
- Dari sekitar bukit barisan Batu Bajak melalui Kampung Solok, airnya hanya diperdapat waktu musim penghujan, pada musim kemarau tidak ada lagi. Air ini mulai dimanfaatkan di Bandar Beruk, sekedar untuk keperluan makan, cucian dan tempat mandi penduduk. Untuk sawah tidak ada/ tak dapat sama sekali
- Dari Bukit barisan yang di Batu Baragung, airnya selain untuk keperluan sehari-hari hanya dapat mengairi sawah sekitar 10 Ha dan pada musim kemarau tidak ada airnya.
- Melalui Gunung Singgalang dan Merapi melalui Batang Air
- Melalui Agam[1] dari Nagari Magek mengalir melalui Kampung Joho, Limo[2] Kampung, Bancah, Solok, Binu, Koto Kacik dan Guguk Rampisang terus ke Salo. Batang Air atau Agam inilah dahulunya yang dijajaki oleh nenek moyang pendatang baru dan pembangun nagari Kamang sampai berhenti di Batu Manjulang / Bajolang.
- Tanggalau berasal dari Kamang Mudik, melalui Limau Kambing, Rawang, Cegek, Dalam Koto, sebagian Batu Baragung sampai di Bancah (Air Babaua) menjadi satu dengan Agam.
- Tali Banda[3] Koto Panjang berasal dari Tilatang, melalui Magek dan Kamang Mudik melalui Kampung Koto Panjang, Dangau Baru dan Dalam Koto, karena kecilnya sumber air yang lewat tali bandar hanya sekedar untuk sawah-sawah sekitar kampung-kampung tersebut.
Pada Agam ini telah dibangun oleh Pemerintah 2 (dua) buah empangan /Kepala Banda dan 2 (dua) buah AKUADUK, masing-masingnya :
- Kepala Banda Joho untuk mengairi persawahan rakyat seluar 100 Ha dan di Pasia Anyia diperbuat AKUADUK untuk mengairi sawah di Bancah dan Parupuak seluas 50 Ha.
- Kepala Banda Bukik Monggok, untuk mengairi sawah-sawah di Solok, Ladang Panjang Binu seluas 75 Ha dan Akuaduk di Batu Banjolang untuk mengairi sawah di Sawah Laweh Guguak Rangpisang dan Koto Kaciak seluas 50 Ha.
Sebelum kedua Kepala Banda Permanent tersebut dibangun oleh pemerintah, maka ada beberapa Kepala Banda di Batang Air ini sebanyak empat buah, masing-masingnya :
- Kepala Banda Joho
- Kepala Banda Pasia Anyia (Istilah P.U Kasiak Anyie)
- Kepala Banda Bukik Monggok
- Kepala Banda Batu Bajolang
Keempat Kepala Banda ini dahulunya diperbuat oleh penduduk dari Batang Kelapa dan Bambu, setiap turun ke sawah harus dibangun.
Mulai Tanggalau ada sebuah Kepala Banda dari Batang Kelapa dan Bambu dekat Dalam Koto, sampai sekarang demikian keadaannya. Tidak seperti Kepala Banda Joho dan Bukit Monggok serta Akuaduk Pasia Anyie dan Akuaduk Batu Bajolang yang telah dibangun dari batu/ beton oleh Pemerintah disebutkan diatas.
Persoalan air untuk persawahan rakyat ini, adalah suatu persoalan/ masalah yang sangat serius dihadapi oleh penduduk Kamang, karena disebabkan antara lain :
Bahwa sumber air Gunung Merapi dan Singgalang melalui Nagari Gadut, Kapau, Gadut, Koto Tangah dan Magek yang masuk ke Kamang di Koto Panjang dan di Agam (Batang Air), adalah sisa-sisa dari pemakaian penduduk petani sawah di keempat nagari tersebut, jadi yang sampai ke Kamang adalah kelebihannya.
Bahwa di keempat nagari tersebut penduduk/ petani sawahnya turun ke sawah berkepanjangan dengan bibit unggulnya. Kalau pada tahun 1968 ke bawah penduduk Tilatang Kamang umumnya turun ke sawah satu kali setahun. Oleh karena itu kelebihan air dari keempat nagari tersebut disebutkan yang dapat dipergunakan oleh penduduk/ petani sawah di Kamang, maka para petani sawah di Kamang hanya dapat turun ke sawah sekali setahun, kalau musim hujan baru dapat melaksanakan musim tanam yang ditentukan oleh pemerintah dengan program Bimas/Inmas. Demikian penyebab utama maka areal Bimas/Inmas pada setiap musim tanamnya tidka mencapai target.
Dalam pelaksanaan program meningkatkan hasil pertanian sawah tegasnya padi di Nagari Kamang, dibutuhkan sekali adanya satu sumber air baru yang didapat dari dalam tanah dengan pompa air serta diperbuatkan satu penyimpanan air berupa danau mini buatan. Alokasi danau mini buatan ini baik di Koto Panjang tempat agak tertinggi, bisa dialirkan kesegenap penjuru persawahan di nagari Kamang, baik digunakan untuk penambah air Agam, maupun untuk dapat dipergunakan pada musim kemarau.
Bahwa pada musim kemarau air Tangalau dan aiar Agam ini tidak dapat dinaikkan pada kepala-kepala bandar yang ada sekarang, bahkan sewaktu musim kemarau panjang Tangalau dan Agam ini kering tidak berair, hanya pasir saja yang ada.
Dengan adanya danau mini itu nanti, maka kebutuhan air penduduk untuk persawahan dan kebutuhan sehari-hari penduduk akan dapat terpenuhi sesuai dengan ketentuan ukuran kesehatan.
Pada bumi Kamang, untuk mendapatkan sumur yang baik, cukup menggali tanah sekitar 2 sampai dengan 10 meter dalamnya.
Dengan adanya air dan penyimpanannya pada dana mini dimaksudkan maka sendirinya akan terdapat seperti dialek Kamang yang berbunyi :
“mumilih di tapi aia
“mardeso di paruik kanyang
Dengan pengertian cukupnya air kebersihan dan kesehatan dapat dipelihara serta dengan makanan/ padi beras perut kenyang, sedang padi ini memerlukan air cukup.
______________________________
Catatan Kaki:
[1] Batang Agam yang mengalir melalui Nagari Kamang dikenal dengan sebutan Agam saja oleh orang Kamang.
[2] Aslinya ditulis [V] yang merupakan angka Romawi untuk Lima. Kami sengaja menukarnya dengan [Limo]
[3] Aslinya ditulis [Bandar] kami sengaja menggantinya dengan nama asli [Banda]. Hal ini karena Bandar dan Banda memiliki makna yang jauh berbeda. Yang satu bermakna [Kota] sedangkan yang lain bermakna [Saluran air, irigasi, selokan]
Komentar
Posting Komentar