2. Adat Batimbang Tando (Bertukar Cincin)
Batimbang tando (bertukar cincin)[1] ini maksudnya apa yang telah diselesaikan oleh manti nan barulang dengan mamak pihak lelaki/calon menantu dikuatkan, dengan kata pepatah, arek nan bapangabek, taguah nan bapangajang, batali buliah diirik, katambang buliak diasak.
Adat batimbang tando ini dilakukan Bapikek balam jo balam, mempunyai jenjang naik tanggo turunnyo pula atau mempunyai tingkatan-tingkatan seperti di bawah ini:
- Kalau nan mudo, nan mudo pula pergi mempertimbangkan tando
- Kalau ulama, maka tuankulah nan mampatandokan
- Kalau Penghulu bungka tungkek mampatandokan
- Kalau Penghulu pucuak, Penghulu Bungka nan mampatandokan
Rombongan untuk melakukan timbang tando ini sekurangnya 3 orang, sebanyak 5 orang, terdiri dari 1 orang anak kecil membawa carano, dua atau 4 orang lainnya pemuda dan orang tua, bagi ulama seorang tuangku, bagi penghulu bungka, seorang penghulu penungkek, dan bagi penghulu pucuak seorang penghulu bungka, sebagai pimpinan rombongan/tim rombongan.
3. Kita Tinjau Dulu Pihak Perempuan
Pada hari yang ditentukan untuk melakukan timbang tando itu, di rumah pihak perempuan berkumpul anggota rombongan yang akan melakukan timbang tando, dengan dihadiri oleh penghulu atau orang tua/tungganai rumah bersangkutan. Sesudah minum dan makan lalu dipersiapkan carano berikut dengan gambir, sadah, siriah saguguiah, pinang 3 buah, gambir 3 buah, sadah secukupnya dan sebentuk cincin. Isi carano/uncang ini diteliti lebih dahulu oleh Penghulu atau orang yang tertua, agar jangan terjadi kekurangan-kekurangan pada isinya. Sesudah itu baru berangkat ke rumah keluarga lelaki, biasanya dilakukan malam hari, kadang-kadang sore hari.
4. Pihak Lelaki
Pada hari yang ditentukan akan melakukan timbang tando ini, pihak mamak lelaki mengadakan sedikit kenduri dimana siangnya telah disiriah mamak-mamak, amai bapak, penghulu dari kaum pesukuan yang bersangkutan dan induak bako calon marapulai, dan berkumpul di rumah ibu calon marapulai itu, untuk menanti kedatangan pihak perempuan yang melakukan timbang tando (bertukar cincin). Demikian persiapan-persiapan pihak perempuan dan pihak lelaki untuk melaksanakan bertimbang tando dimaksud, sesuai dengan ketentuan mamikek balam jo balam.
Sesampainya rombongan pihak perempuan di rumah pihak lelaki dan sesudah minum dan makan pihak perempuan, disebutkan sialek oleh pihak lelaki minta izin apakah sudah pada waktunya menyampaikan maksud kedatangan rombongannya, dan penjabahan dari sipangka/pihak lelaki sesudah diperia-pertidakkan dengan yang patut-patut, sudah pada tempat dan waktunya.
Sesudah selesai alua pasambahan maka dipertukarkanlah cincin antara pihak perempuan dengan pihak lelaki. Oleh pihak lelaki cincin tando itu dilampiri pula dengan uang (zaman doeloe) f. 2,50 (seringgit gulden) kemdian dijadikan dan ditukari sesuai dengan dan keadaan masa, kini Rp. 500,- dan terakhir dan ketentuan kerapatan adat nagari yang menentukan uang lampiran tando ini, yaitu:[2]
- Bagi nan mudo Rp. 500,-
- Bagi Penghulu Rp. 1.000,-
- Bagi Ulama Rp. 1.000,-
Pada zaman doeloe itu, lampiran tando ini sama saja, yaitu f. 2,50 gulden, bedanya nanti adalah waktu adat ketangah di hari perhelatan, sesuai menurut jenjang naiknya antara Penghulu, Ulama dan nan mudo. Batimbang tando (batukar cincin) ini menurut yang lama hanya dengan cincin akiak ikat perak, permata batu bagi kedua belah pihak, kini telah dirubah oleh penduduk dengan cincin mas seberat 1 mas masing-masing pihak, baik pihak perempuan maupun pihak lelaki.
5. Manjalang Tando
Pada zaman doeloe, kira-kira 15 hari sesudah berlangsung timbang tando (bertukar cincin), pihak ibu yang lelaki datang ke rumah bakal menantunya dengan membawa makanan 2 jamba, beras satu sukat, dan minum makan di rumah calon menantu. Maksudnya kedatangan dari ibu lelaki itu adalah untuk menentukan hari perhelatan perkawinan akan dilangsungkan, sebab seperti dikatakan di atas, pihak perempuan telah bersedia semenjak kecilnya, sedang pihak lelaki mengadakan persediaan sesudah ada pelamaran padanya.
Demikian pula perundingan ibu lelaki dengan pihak perempuan dan apabila perhitungan telah selesai, hari nan baiak, kutiko nan elok, sudah diperdapat maka ditentukan hari perhelatan, biasanya waktu bulan baik dari tanggal 1 sampai 14 hari bulan Arab.
6. Putus Tando
Menurut biasanya sesudah batimbang tando, untuk hari perkawinan dan helatan perkawinan dilakukan, antara pihak perempuan dan pihak lelaki di perbuat janji paling lama 3 bulan. Dalam masa perjanjian itu si gadis biasanya pada orang zaman doeloe dipingit, kalau akan bepergian tidak dibenarkan sendirian, harus diantar dan ditemani, apabila ke tempat jauh harus minta izin dulu pada pihak lelaki, guna untuk menghindari segala sesuatu fitnahan dan perbuatan yang bukan-bukan akan mengakibatkan putusnya tando.
Kalau terjadi hal yang demikian, sering juga putus tando, baik yang berbuat si gadis, maupun si bujang. Kepada yang berbuat yang akan memutuskan tando itu, maka ia harus melipat tando itu, biasnaya dilampiri dengan kaing sarung pelikat, bahkan sarung bugis.
Untuk menghindari putus tando ini, sebab kebanyakan pihak lelaki yang memutuskannya, oleh Kerapatan Adat Nagari telah dikeluarkan suatu ketentuan memperbuat pagar yang kokoh dan tinggi.
Menurut orang tuo doeloe, pelaksanaan timbang tando ini dilakukan pada malam hari, sekalipun sifatnya resmi, namun orang tuo-tuo dahuu itu sangat waspada sekali, dengan maksud jangan begitu terserak ke bumi, jangan begitu besar terbayang ke langit, siapa tahu nanti terjadi hal tidak diingini dengan Akhir Tando putuih, itulah maka dilakukan pada malam hari, ibarat ayam hitam tabang malam, hinggok di kayu nan rimbun (setengah rahasia kaum).
Sebab kalau tando putuih hal ini sangat memberatkan/memalukan kepada pihak si gadis, merupakan suatu penghinaan, yang nanti akan mengakibatkan sulitnya si gadis mendapat jodoh.
Itulah sebabnya maka timbang tando dilakukan pada malam hari dan si gadis kalau tak dapat dikatakan dipingit harus memelihara dirinya begitu pun pihak kaum si gadis harus meneliti/menjagainya sampai hari-hari perhelatan perkawinan dilangsungkan.
______________________________
Catatan Kaki
[1] Orang sekarang sering menyamakan dengan Bertunangan. Namun sesungguhnya berbeda, bertunangan terjadi antara dua insan yang saling memasangkan cincin kepada tunangannya di hadapan kedua keluarga mereka. Sedangkan Batimbang Tando dilakukan oleh perutusan dan perwakilan kedua belah pihak dan dilakukan di rumah Lelaki. Pada masa sekarang orang menggunakan cincin sebagai Timbang Tando namun sesungguhnya tidak demikian pada masa dahulu, orang tua-tua masa dahulu pada sebagian Nagari menggunakan benda pusaka keluarga mereka sebagai alat untuk dipertukarkan dalam Timbang Tando mereka. Selepas menikah maka pusaka keluarga itu dikembalikan, demikian juga pada masa sekarang, selepas menikah cincin yang dijadikan sebagai alat dalam Timbang Tando dikembalikan kembali. Siiteri mengembalikan kepada suami, si suami mengembalikan kepada isterinya.
[2] Nilai ini ialah Nilai Uang pada masa Tahun 1980-an
Komentar
Posting Komentar