7. Adat Japuk Manjapuk (Adat Jemput Menjemput/ Menjemput Marapulai)
Adat japuik manjapuik nan dipaturun-panaik di Nagari Kamang semenjak Nenek Moyang doeloe sampai sekarang ada 4 macam, masing-masing :
- Manjapuik marapulai
- Manjapui Penghulu nan barusan diangkat
- Manjapuik lelaki sudah menunaikan ibadah haji
- Manjapuik lelaki yang kematian isteri
- Manjapuik Marapulai
Selesai janji nan diukua sesudah batimbang tando disebutkan dimuka, maka pada hari H-nya dilakukan suatu kenduri baik di pihak perempuan, maupun dipihak kaum lelaki. Tiga hari sebelum hari H tersebut setelah dilakukan penyiriahan oleh masing-masing pihak kepada karib-baid, keluarga masing-masing dengan panggilan bahasa pekerjaan: sipolan dengan sipolan akan disampaikan pada hari H itu. juga termasuk pemanggilan dari kedua belah pihak untuk mendatangi perjamuan kedua pihaknya. Sekira jam 1.00 WIB tengah hari berangkatlah rombongan panjapuik anak marapulai dilepas oleh Penghulu/urang tuo di pihak perempuan dengan membawa carano tertutup berisikan siriah lengkap ke rumah pihak lelaki. Di rumah pihak lelaki telah dinanti dengan suatu perhelatan pula.
Sesampai di rumah pihak lelaki, carano diserahkan kepada helat di pihak lelaki, diminta supaya siriah dikunyah, santo mintak diisok. Penantian di rumah pihak lelaki itu cukup dengan Penghulu, mamak-mamak, amai bapak, dan sebagainya, kalau tidak cukup umpamanya yang penting-penting dalam perhelatan itu, menjadi pertanyaan dan menjadi permasalahan bagi si penjemput (sialek). Dimana ketika itu dilakukan pasambahan siriah. Sesudah minum dan makan, maka pihak penjemput, menyampaikan maksudnya setelah dilakukan pehitungan dan pasambahan, tujuannya ditampuahkan kaki nan kanan, dilayangkan kaki nan kiri, mancari labuah nan golong, jalan nan pasa, santak nak sampai ka manuang, manjuluak nak sampai ka buah, ibarat mamanggang naknyo masak, maabuh nak nyo kampuah, mamanggia nak tabao, manjapuik nak bairingkan.
Selanjutnya oleh panjapuik/sialek dimintak pula kepada sipangka, kok nyampang sumando nan baru, batamu ditapian, dijalan nan golong di labuah nan pasa, ketek basabuik namo, lah gadang bapangiakan gala, mintak ditelenglah siangkan bak ari, tarangkan bak bulan. Permintaan nama setelah diperhitungkan dengan yang patut-patut oleh sipangka, dikabulkan.
Dengan demikian resmilah gelaran panggilan melekat pada marapulai, untuk dipanggilkan oleh mertua dan mamak-mamak rumahnya nanti untuk selanjutnya. Peresmian panggilan gelar pusako nanti, diperdapat waktu akan kawin dan waktu batagak pangulu. Dalam hal ini gelar tersebut disandangkan ketika penjemputan. Di Nagari Kamang ini gelar pusako berupa Sutan, Malin, Bagindo, Kari, dan sejenisnya diberikan oleh keluarga ibunya dan diumumkan serta disandang semenjak ia mulai turun dari rumah orang tuanya menuju rumah isterinya.
Selesai itu, maka berangkatlah marapulai dengan diiringkan oleh penjemput dan disertakan pula oleh kaum marapulai beberapa orang yang akan mengantar. Dalam rombongan tersebut ikut serta seorang anak kecil membawa sebuah bungkusan pengganti pakaian marapulai nanti apabila telah selesai pula acara di rumah anak daro.
Pada hari bersejarah itu marapulai dipakaikan dengan pakaian-pakaian kebesaran adat, disertai sebuah uncang yang berisikan salapah, daun rokok dan tembakau, sekarang telah ditambah dengan rokok buatan. Sepanjang jalan jika ditemui orang-orang melihat marapulai, senantiasa disirihi dengan tembakau sebagai basa-basi.
Komentar
Posting Komentar