Suatu adat istiadat yang tidak dapat diabaikan pula dan harus dilaksanakan menurut adat adalah adat Manjalang Saha[1] dan Mahanta Kanji (Perbukaan/ Pabukoan) yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan, sekitar 7 dan 15 Ramadhan, pelaksanaannya dilakukan seperti dibawah ini :
Bagi yang tengah dalam Batimbang Tando
Pada kira-kira tujuh hari (tanggal 7) bulan Ramadhan pihak ibu lelaki datang menjalang Saha kerumah bakal menantu dengan membawa beras dan uang. Merupakan suatu panggilan agar calon menantu datang kerumahnya. Beras dibawa satu sukat dan uang Rp. 2.000,- (menurut takaran masa itu, tahun 1980). Selesai itu bakal mertua kembali kerumahnya, biasanya karena hari puasa acara panggilan ini demikian pendek saja.
Pada suatu hari yang ditentukan pihak calon menantu menyampaikan pesan pada mertuanya bahwa pada hari itu ia akan datang. Oleh pihak calon mertua lalu diimbau[2] dengan cara disirihi karib-kerabat terdekat untuk nanti berbuka puasa dirumahnya, karena calon menantunya akan mengantar kanji.[3] Mengantar kanji ini yang dibawa adalah gulai ayam, kalio daging, nasi, gulai ikan, pulut (beras ketan) sari kayo (nasi lamak sarikayo) diantarkan oleh kakak, adik, atau famili terdekat calon menantu.
Dalam Mengantar Kanji ini, calon menantu bermalam dirumah calon mertua. Paginya baru pulang ke kerumahnya.
Bagi yang sudah mengikat perkawinan
Sekira tujuh hari (tanggal 7) bulan Ramadhan pihak mertua bersama karib terdekat (saudara perempuan sesuku) datang Manjalang Saha dengan membawa beras, ditambah dengan uang seperti yang disebutkan diatas (Pada maanta kanji yang masih dalam pertunangan). Bedanya adalah bagi yang sudah menikah wajib Maanta Kanji kerumah mertua, kemudian juga mesti datang sesudah lebaran kerumah mertua. Tidak hanya ke rumah mertua saja melainkan juga ke rumah etek, matuo, ataupun kakak dari suami dimana mereka juga ikut semasa Manjalang Saha pada tanggal 7 (tujuh) di awal Ramadhan.
Menantu datang berhari raya ke rumah mertua dengan membawa makanan sebanyak 2 (dua) jamba dengan piring besar, disebut juga dengan istilah pinggan gadang. Kemudian juga pergi kerumah karib suami lainnya dengan pembawaan makanan 2 (dua) jamba, tetapi tidak dipinggan gadang, ada yang menengah dan ada pula pinggan biasa saja.
Dengan kedatangan sang istri ke rumah mertua dan karib-kerabatnya itu juga menunjukkan dekat dan jauhnya karib baid itu sesuai dengan pinggan yang dibawa si istri tadi.
Kalau umpamanya pihak kaum istri kurang hampir/dekatnya dia berkarib, terbawa pinggan kecil ke rumah yang seharusnya pinggan gadang, maka yang harus menerimanya tidak mau menerima pinggan biasa saja, harus ditukar dengan pinggan gadang juga.
Begitu pula pelepasan dari karib terdekat dengan beras satu sukat lainnya 3 cupak, juga berdasarkan dekat/ hampirnya tanda perkariban mereka.
Pada prosesi ini selain diperlukannya pengetahuan adat juga pengetahuan silsilah keluarga, perhubungan antara orang berkampung, serta yang terutama Raso jo Pareso. Karena tanpa itu maka akan seringlah terbuat kesalahan yang terkadang kalau tidak dapat disikapi dengan arif dan bijak dapat menimbulkan persengketaan, berkekurangan hati, tersinggung, dan lain sebagainya.
____________________________________________________
Catatan Kaki:
[1] Saha berarti puasa.
[2] Dipanggil, diundang
[3] Biasanya dalam maimbau (mengundang) tersebut disebutkan bahwa; berbuka puasa hari itu di rumah di kampung ini karena calon menantu hendak mengantar kanji.
Komentar
Posting Komentar