Langsung ke konten utama

Monografi Nagari Kamang 1980_44

[caption id="" align="alignright" width="236"] Sumber Gambar: Disini[/caption]

Adat Istiadat Kematian


Buruak ba-ambauan, elok baimbauan, mujua sapanjang hari, malang sakijok mato. Kata pepatah, kalau terjadi sesuatu kematian, maka penduduk buek arek di kampuang tersebut akan bersegera berdatangan, pertama untuk takziah, kedua untuk menjalankan tugas kewajiban masing-masing, mana yang harus pergi ke pekuburan untuk menggali kubur, mengerjakan kayu (untuk penutup lahat) dan yang perempuan mengambil air untuk mandi si mayat[1] dan sebagainya.


Maka dalam soal kematian ini, ada pula adat istiadatnya yang berlaku yang dilaksanakan oleh dan antara anak dengan bapak, ipar dengan bisan. Adat tersebut antara lain ialah mati anak bakalang bapak, mati bapak bakalang anak. Dasar dari pepatah ini dan pelaksanaannya bukan karena adat saja, malah juga karena berdasarkan agama, adat nan basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.


Kalau seorang anak mati/ meninggal dunia maka kewajiban dari si bapak untuk  mengafaninya, dengan menyerahkan uang Rp. 500.- menurut adat,[2] kaganti kain nan sacabiak, papan nan sahalai, begitupun sebaliknya jika si bapak yang meninggal maka kewajiban si anak yang mengafani. Hal yang sama seperti di atas juga berlaku antara suami dengan istri dan sebaliknya.


Kalau ipar bisan, induak bako yang meninggal dunia, kewajibannya ialah membawa ayam dan beras bagi yang punya kewajiban untuk itu. Seperti meninggalnya sanak/ saudara dari istri, maka pihak kaum suami hanya wajib membawa ayam demikian pula sebaliknya bila fihak suami yang meninggal adat yang sama juga berlaku.


Kalau seorang Penghulu yang meninggal dunia atau ibu dari Penghulu maka selama 7 (tujuh) hari marawa dikibarkan, tanda berkabung. Dikibarkan siang dan malam.


Selanjutnya selain dari upacara penyerahan kapan dan sebagainya itu maka ada suatu acara yang diadakan di perkuburan sesudah mayat ditanamkan. Acara tersebut ialah memintakan rela dan maaf bagi yang meninggal dunia dan ucapan terima kasih kepada buek arek,[3] nan lain-lain fihak yang telah melakukan tugas masing-masing sampai si mayat di hantarkan ke tanah nan lambang.


_____________________________________________


Catatan Kaki:


[1] Zaman dahulu belum ada pompa air listrik, air diambil ke luak (sumur) yang terkadang letaknya jauh dari rumah atau batang aia (sungai).


[2] Nilai udang berdasarkan tahun 1980


[3] Orang Kampung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum