PERISTIWA PENTING YANG PERNAH TERJADI
DI NAGARI KAMANG
Zaman Perang Paderi Tahun 1821
Pada zaman Perang Paderi, oleh para ulama dan pengikut-pengikutnya di Nageri Kamang menjadikan Masjid di Taluk Kamang sebagai markasnya yang dipimpin oleh Tuanku Bajangguh Hitam yang berasal dari suku Jambak Kampung Taluak. Menurut tutua dari orang tuo-tuo yang dapat dikumpulkan, bahwa sebelum arena perang Paderi sampai ke Kamang dan sekitarnya. Masjid Taluak oleh Tuanku Bajangguk Hitam dijadikan sebagai tempat untuk mengadakan pengajian-pengajian dan rapat-rapat dengan pemuka-pemuka dan pemimpin-pemimpin Perang Paderi yang ada di Luhak Agam. Masjid Taluak inilah yang dijadikan sebagai tempat pendidikan bagi kader-kader Kaum Paderi.
Pengajian yang diadakan oleh Tuanku Bajangguk Hitam ini tidak hanya semasa Paderi saja melainkan jauh sebelum Gerakan Paderi dikumandangkan. Masjid Taluak inilah yang menjadi saksi dari dakwah beliau guna melakukan pemurnian aqidah umat Islam di Minangkabau yang ketika itu telah bercampur dengan adat lama serta jauh dari ajaran Islam. Konon menurut tutua orang tua-tua Tuanku Nan Renceh termasuk salah saatu seorang dari murid beliau.
Pada zaman beliau inilah disini terjadi peraturan yang keras untuk menghukum orang-orang yang lalai menjalankan syari’at Agama Islam, antara lain terjadi pemeriksaan Batu Tapak an (sebuah batu datar yang diletakkan dibawah jenjang untuk naik ke atas rumah). Bila kedapatan setiap waktu subuh batu tapak an pada tiap rumah yang diperiksa tidak basah, dianggap penghuni rumah tersebut tidak menunaikan shalat subuhnya. Apabila hal demikian sudah berlaku maka mereka yang melalaikan kewajiaban utama setiap muslim tersebut dihukum atau didenda sesuai dengan peraturan yang berlaku pada waktu itu. Hal ini dilakukan sesuai dengan perkembangan setelah kaum Paderi melakukan ekspansi kedaerah-daerah, sebagaimana yang dapat dibaca pada buku beberapa studi tentang adat Minangkabau, kumpulan karangan oleh Prof. Mr. Dr. Iskandar Kemal, penerbitan fakultas hukum dan pengetahuan masyarakat Universitas Andalas Pandang th. 1971, halaman 43 antara lain berbunyi :
“...... salah seorang pelopor di Koto Tuo bernama Tuangku Nan Tuo, ingin menyebarkan hervoming ini dengan jalan kekerasan. Segera Bukit Kamang (Kamang Bukit-peny) dikuasai oleh kaum Paderi, mereka mengeluarkan peraturan-perutan untuk menghukum atau mendenda yang lalai hidup secara hukum Islam..”[1]
Sewaktu Perang Paderi sampai di Kamang, yang pada waktu itu Nagari Kamang sebelah selatannya yang berbatas dengan nagari Magek, lama sebelumnya telah ditanami dengan Aur Berduri yang dinamai dengan Padang Rajo. Yang dimaksud dengan Padang Rajo ini ialah semenjak batas dengan Nagari Salo sampai ke batas dengan Nagari Kamang Mudik sekarang, yang menyebabkan sulitnya untuk dilalui oleh manusia. Oleh tentara Belanda Aur Berduri tersebut dibinasakan dengan jalan melemparkan uang logam kedalam rumpun-rumpun Aur Berduri tersebut. Akal bulus dari Belanda ini dimakan mentah-mentah oleh sebagian penduduk yang tinggal berdekatan dengan Padang Rajo. Dimana keras hati mereka melihat uang logam nan berharga itu berserak begitu saja, maka dimasukilah Aur Berduri tersebutguna mencari uang yang dilemparkan Belanda itu. Rumpun aur tersebut dirambah/ disiangi dan akhirnya perlahan-lahan menjadi rusak bahkan dapat dilalui oleh para serdadu yang hendak menaklukan Nagari Kamang.
Dengan siasat seperti tersebut, maka habislah aur berduri dan semak-semak di Padang Rajo tersebut, dan bebaslah Belanda masuk ke nagari Kamang untuk memerangi tentara Padri yang ada di Kamang. Maka terjadilah pertempuran-pertempuran di Kubu Alah dekat batas dengan Nagari Salo, di Alahan di Jorong Solok dan Ladang Darek dan tempat itu sampai sekarang bernama Kubu Alah, Alahan, Sikaduduk dan sebagainya. Karena tentara Belanda menang dari kedua pertempuran itu maka Kaum Paderi beristirahat dan duduk-duduk di suatu padang rumput yang sampai sekarang dinamai dengan “SIKADUDUK” terletak antara jorong Dalam Koto dan Koto Panjang. Sewaktu Belanda menyerang markas kaum Paderi di Kampung Taluak, mereka telah membakar Mesjid Taluak, sebab mereka tidak menemui Tuangku Bajangguk Hitam disana.
Pada zaman itu pulalah lesung-lesung batu kepunyaan penduduk Nagari Kamang disuruh angkat/ dipindahkan oleh penduduk lain sehingga terkenal dan menjadi sejarah serta menjadi buah bibir dari mulut ke mulut bahwa Orang Kamang kehilangan lasung. Juga zaman itu pulalah menjadi sejarah bagi penduduk bahwa di rimba-rimba/ bukit barisan yang dan tumbuh bambu seperti bambu yang ada di kampung-kampung di Kamang. Konon asal dari bibit daribambu terbut ialah dari bambu kampung yang diperbuat/ dipakai penduduk sebagai alat pembawa bekal makan - yang di namakan kiding-kiding – ketika melarikan diri ke rimba-rimba menghindari serangan Belanda. Sesudah keadaan aman kiding-kiring ini (batung atau bambu seruas) itu ditinggalkan dirimba dan itulah yang tumbuh di rimba sekitar Kamang. Sekarang terkenal dengan istilah “Batuang Rimbo”.
Pada waktu mengalahkan Kamang itu tentara Belanda berbenteng di bukit Kuliriak Nagari Koto Tangah sekarang. Menurut sejarahnya sehingga bernama Bukit Kuliriak ialah karena di sana dimakamkan seorang perwira tentara Belanda yang mati dibunuh oleh kaum Paderi. Perwira tersebut bernama DEKLERK dengan tanda salibnya. Kemudian bukit tersebut bernama Bukit Kuliriak Benteng Lamo. Benteng lama ini dijadikan Sekolah Dasar di dekat situ.
Tuanku Bajangguk Hitam meninggal sebagai seorang tentara/ Pahlawan Perang paderi, beliau dimakamkan di Muka Masjid Taluk (Pahlawan Pertama yang dimakamkan disana) dan pada tahun 1908 Pahlawan Perang Kamang dimakamkan pula disana, dan sampai sekarang tempat itu terkenal dengan nama MAKAM PAHLAWAN PERANG KAMANG 1908.
[1] Mengenai Kamang Bukit ini masih terjadi perdebatan, salah satu suara yang nyaring menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kamang Bukit tersebut ialah Jorong Babukik di Nagari Kamang Mudiak sekarang.
Komentar
Posting Komentar