Langsung ke konten utama

Monografi Nagari Kamang 1980_49

[caption id="attachment_2175" align="alignleft" width="400"]L.C Westenenk Foto diambil ketika menjabat sebagai Residen Bengkulu pada, sekitar tahun 1919. Sumber Gambar: KITLV.NL L.C Westenenk
Foto diambil ketika menjabat sebagai Residen Bengkulu pada sekitar tahun 1919.
Sumber Gambar: KITLV.NL[/caption]

Peristiwa Penting yang Pernah Terjadi di Nagari Kamang

Perang Kamang 1908

Perang Kamang 1908 adalah kelanjutan semangat Perang Paderi yang menjadi suatu kenyataan, bahwa penduduk Kamang tidak tinggal diam dalam usaha menentang penjajahan Belanda dengan mempergunakan alasan menolak kebijaksanaan Belanda untuk melaksanakan BELASTING.[1]


Seperti diketahui dengan VOC nya Belanda telah menduduki Pantai Barat Sumatera pada kira-kira tahun 1638. VOC memperkuat perjanjian lisan dan tulisan pada tahun 1641 dengan Kepala Adat, dimana Kepala VOC diberikan kesempatan memonopoli dagang, dan dil autan Belanda membantu Kepala Adat melawan Perang Aceh yang pada sebelumnya telah menduduki Pantai Barat Pulau Sumatera.


Adalah sudah menjadi tabi’at bagi Kaum Kapitalis yang tidak pernah puas. Belanda tidak puas hanya menguasai Pesisir Barat saja melainkan juga hendak menguasai Darek. Hal ini karena sebagian besar komoditi pasar – seperti hasil panen, rempah-rempah, bahkan emas – didatangkan dari Darek.


Ibarat kata pepatah, Pucuk dicinta Ulampun tiba maka, kesempatan Belanda untuk memasuki Darek justeru datang dengan sendirinya. Sekelompok penghulu dari Luhak Tanah Data datang menemui Belanda guna meminta bantuan untuk menghadapi Kaum Paderi. Maka semenjak tahun 1822 Belanda resmi ikut campur dalam urusan internal orang Minangkabau.


Disangka akan mudah, rupanya sulit yang didapat, rupanya tentara Paderi tidak mudah ditaklukan. Maka ditempuhlah satu siasat atas izin dari pimpinan mereka di Batavia. Siasat itu ialah dengan mengeluarkan suatu peraturan pada tahun 1833 yang dikenal dengan nama “PELAKAT PANJANG”. Peraturan ini lebih tepat disebut dengan perjanjian yang digunakan untuk menenangkan orang Minangkabau agar tidak lagi melawan kepada Belanda.


Sebagaimana diketahui, bahwa peraturan-peraturan yang dibuat oleh Belanda mengalami kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaannya, maka berpuluh tahun kemudian Belanda mengingkari sendiri janjinya pada Plakat Panjang dengan mengeluarkan peraturan baru untuk melaksanakan INKOMSTEN BLASTING. Pengganti “Tanaman Paksa Kopi”.


Dikala Pemerintah Belanda di Luhak Agam di bawah Ass. Residen C.a. Yanes dan Controleur (kemendur) J. Westennek, yang membawahi 13 Kelarasan, masing-masing dikepalai oleh Tuangku Laras, di Kamang Tuanku Larasnya bernama GARANG gelar Dt. Palindih, yang bersukukan Sikumbang dari Jorong Pintu Koto.


Pada tanggal 16 Maret 1908 semua Tuanku Laras dipanggil berapat di Kantor Kontroleur oud Agam di Bukit Tinggi untuk menyampaikan kebijakan baru dari pemerintah perihal Belasting. Tuanku Laras Kamang mempertahankan dalam rapat itu kalau Belasting dijalankan pada rakyat, berarti menambah beban rakyat saja. Kemudian pendapat ini disokong oleh Tuanku Laras Sungai Puar serta Tuanku Laras lainnya . Karena kerapatan tegang, akhirnya Tuanku-tuanku Laras berjanji akan membawa mufakat kepada Ninik Mamak/ Penghulu, Alim Ulama dan Cerdik Pandai masing-masing  kelarasannya. Rapat dihentikan dengan perasaan tidak senang di masing-masing pihak. Keadaan serupa terjadi di seluruh Minangkabau dan disusunlah organisasi Perlawanan Rakyat untuk memberontak terhadap Pemerintahan Belanda. Di Kamang pemberontakan dipimpin oleh orang Tiga Jinih, yaitu :




  1. SALEH DT. RAJO PENGHULU dari pihak adat

  2. HAJI ABDUL MANAN di pihak Ulama

  3. WAHID KARI MUDO dipihak cerdik pandai


Semangat jihad dikomandokan di masjid-masjid, surau, penduduk diberi ajaran dan dilatih pencak silat (bela diri), ditambah dengan ilmu batin tahan peluru dan senjata lainnya, dikuatkan lagi dengan ajimat-ajimat. Masjid dan surau dijadikan tempat latihan. Konsolidasi di seluruh Minangkabau diadakan. Pada tanggal 2 Juni 1908, diadakan rapat bersama di masjid Taluk Kamang yang dihadiri oleh utusan-utusan dari Agam Tuo, Lubuk Basung, Manggopoh, Padang Panjang, Batu Sangkar dan lain-lain, dengan hasil semufakat menyatakan tekad perjuangan melawan Belanda dan mengadakan aksi. Memperhatikan yang demikian memanas, Pemerintahan Belanda mulai tanggal 10 Juni 1908 mulai menyebarkan tentaranya, katanya untuk menjaga keamanan. Untuk Agam Tuo Nageri Kamang dicurigai dan Onderafldeling Maninjau, Nageri Manggopoh dicurigai pula, sedang di Padang Panjang, Pauh Kamba, Lintau, Muaro Labuah dan lain-lain ditempatkan tentara Belanda. Pendek kata di Minangkabau suasananya sedang bergejolak.


Hari Senin tanggal 15 Juni 1908 tentara Belanda bergerak dari Bukittinggi dengan melalui tiga jurusan. Patroli pertama terdiri atas Penghulu Kepala Pauh dan seorang polisi, mereka akan berjalan melalui Mandiangin, Gaduik, dan Koto Malintang menuju Pauh (di Kamang Mudik sekarang). Dipimpin oleh Letnan Heine dan Cheriex, terdiri atas 30 tentara.


Patroli ke dua dipimpin langsung oleh Westenenk bersama Kapten Lutz, Letnan Leroux, Letnan Dua Van Keulen dengan 80 orang tentara. Mereka berjalan melalui Manggis, Pakan Kamis, Ambacang, dan Tapi, menuju Ilalang dan Tangah.


Patroli ketiga, dipimpin oleh Letnan Boldingh dan Letnan Dua Schaap dengan 50 orang tentara. Patroli ini bergerak melalui Nagari Kapau, Tigo Lurah (Magek), dan Tangah (Kamang).


Sebenarnya Westenenk akan memimpin pasukan pada Patroli Ketiga namun dia berubah fikiran setelah mendapat informasi dari Laras Tilatang perihal pergerakan Haji Abdul Manan di Bansa (Kamang Mudiak sekarang). Maka dari itu akhirnya Westenenk memilih untuk memimpin rombongan Patroli Kedua.


Senja hari tentara Belanda mengepung rumah Haji Abdul Manan, ia dapat meloloskan diri, lalu pergi mencari Dt. Rajo Penghulu. Keduanya menyiapkan barisan/ pasukan untuk bertempur. Pada jam 12 malam tentara Belanda berkumpul di suatu tempat perbatasan Kamang Hilir - Kamang Mudik yang bernamakan Kampung Tangah. Ini diketahui benar-benar oleh Dt. Rajo Penghulu bersama pemimpin lainnya (kecuali H.Abdul Manan yang telah kembali ke kempungnya guna mengkoordinir gerakan disana) memutuskan untuk pergi menyongsong musuh. Pertimbangan dari Dt. Rajo Pangulu ialah karena Kp.Tangah merupakan daerah lengang dengan perumahan penduduk yang tidak seberapa.


Pukul 02.00 malam ton-tong dibunyikan, diikuti oleh tabuh bersahut-sahutan tanda bersiap-siap dan perang akan dimulai. Tentara rakyat dimpimpin oleh Dt. Rajo Penghulu berkumpul di Masjid Taluak. Sesudah bersembahyang berjemaah, kemudian dikomandokan oleh Ulama ALLAHU AKBAR dan LA ILAAHA ILLALLAH, lalu berangkar menuju Kampung Tangah. Pasukan dari Taluak yang paling besar dikomandoi oleh INYIAK KADHI ABD. GANI dan sesampai di kampung Tangah sebagian pasukan itu bersembunyi dalam sawah yang ketika itu padi sedang menguning.


Sewaktu J. Westenneck mengetahui pasukan Inyik Kadhi datang dimana Kemendur masih punya harapan membujuk rakyat dan dia melihat adanya Dt. Rajo Penghulu dan Haji Abdul Manan. Maka dia menyuruh pasukan supaya pulang karena kekuatan kompeni cukup banyak dengan senjatanya, lantas dijawab oleh Dt. Rajo Penghulu “BAHWA PASUKAN TIDAK AKAN MUNDUR SETAPAK DAN BERSEDIA untuk SYAHID”. Mendengar itu maka tentara Belanda pada menembakkan senjatanya keudara sebagai peringatan.


Sementara tembakan Belanda ke udara itu, maka keluarlah pasukan rakyat dengan bersenjatakan kelewang, pedang, rudus dan pisaunya dan terjadilah perang basosoh, suatu keuntungan bagi tentara/ pasukan rakyat mempergunakan senjatanya sehingga senapan/ bedil tentara Belanda tidak berguna waktu itu. J. Westennek dapat menyelamatkan diri langsung ke Bukit Tinggi untuk meminta bala bantuan.


Sewaktu fajar menyingsing bala bantuan datang cukup banyak dari Bukit Tinggi, dan pasukan rakyat mengundurkan diri. Dalam pertempuran itu 67 (enam puluh tujuh) orang mujahid Kamang syahid di medan perang. Mujahid asal Kamang diantaranya dua orang perempuan yaitu masing Siti Aisyah dan Siti Annisah, yang kehilangan anggota badan sebanyak 20 orang, 4 orang diasingkan.


Diantara yang diasingkan itu ialah Garang Dt. Palindih Tuangku Laras Kamang, A.Wahid Kari Mudo, Dt. Siri Marajo dan Pandeka Malin, semuanya suku Sikumbang dari Jorong Pintu Koto Kamang. (Mereka dibuang ke Betawi dan 2 orang ke Makassar). Dihukum di Padang 6 orang, yang dapat meloloskan diri 6 orang. Yang berhasil meloloskan diri itu ialah Manan Lb. Sampono, Abd. Gani Tk. Kadhi, Tuanku Bulaan, H. Jamik, Labai Saidi dan Kamaluddin Tk. Abdullah. Sedang Dt. Rajo Penghulu syahid di medan pertempuran. Para mujahid yang 67 orang tersebut dimakamkan di Komplek Masjid Taluk (pada Makam Pahlawan Perang Kamang di Taluak) yang setiap tahun diziarahi oleh rakyat untuk mengenang perjuangan menentang penjajahan Belanda.


Perang Kamang dan Manggopoh 1908 pernah diseminarkan pada tahun 1963 di hotel Jakarta, dengan kata sambutan dari :




  1. Bapak Menteri Ruslan Abdul Gani

  2. Bapak Menteri Prof. M. Yamin, SH

  3. Dan lain-lainnya.


Dan kemudian di Bukit Tinggi oleh Bapak Menteri Pertahanan dan Keamanan Jendral A.H. Nasution dan Pemerintah Daerah Tk. II Agam. Selanjutnya Bapak Menteri beserta rombongan dan Pemda Tk. I dan II, para pembesar Sipil dan Militer langsung ziarah ke makam pahlawah Perang Kamang 1908 di Taluak Kamang.


Menurut fakta dan data-data yang ada dan tidak dapat dibantah antara lainnya :




  1. Ditinjau dari sudut strategis Militer, pihak penyerangan dalam suatu peperangan kecil maupun besar, apakah itu perang di zaman kuno, zaman pertengahan, zaman perang dunia ke II dan apalagi zaman modern sekarang, untuk melakukan suatu serangan, lebih dahulu diusahakan tempat/ daerah/ lokasi yang penduduknya satu ide (kawan) dengan pihak penyerang. Sekurang-kurangnya penduduknya di tempat itu apatis saja terhadap pihak penyerang, begitupun apatis pula kepada suatu ide nasional kekuatan kelompok yang akan diserang oleh pihak penyerang. Minim di tempat yang penduduknya tidak akan membahayakan pada siasat penyerang.

  2. Bahwa peranan yang dimainkan oleh Garang Datuk Palindih selaku Tuanku Laras Kamang yang mempunyai kekuasaan daerah hukum pada nagari Kamang (Kamang Hilir sekarang), Bansa dan Pauh Surau Koto Samik (Kamang Mudik sekarang) di daerah Agam, dan Suayan Sungai Balantik di daerah 50 kota sekarang dan berkedudukan di Joho Kamang, serta adiknya si Sadua Angku Palo, andai kata Tuanku Laras murni 100% pegawai penjajahan Belanda, mustahil akan bisa dilaksanakan latih-latihan kemiliteran di Pintu Koto, Taluak, Bungo Tanjung, Guguk Rang Pisang, Ladang Darek, Binu, Solok, Batu Baragung dan lain-lain, disetiap penjuru nagari Kamang, begitu pula rapat-rapat pemuka-pemuka perlawanan rakyat terhadap kolonial Belanda dari berbagai utusan dan pimpinan di Sumatera Barat, dalam mempersiapkan perang, penentuan hari H dan D nya pasukan rakyat berangkat dari markas besarnya di Masjid Taluak Kamang dengan kode pukulan tabuh larangan di Surau Tarandam Pintu Koto, kampung asli dan tempat kelahiran G.Dt. Palindih Tuangku Laras Kamang sendiri. Dan lain-lain persiapan perang jauh sebelum bulan Juni 1908 itu.


Seusai perang G. Dt. Palindih Tuanku Laras Kamang dibuah oleh Pemerintah Belanda ke Betawi (Jakarta sekarang).




  1. Peranan yang dimainkan oleh A. Wahid Karimudo kemenakan kandung sendiri dari Tuanku Laras Kamang, selaku seorang cendekiawan yang memiliki ilmu pengetahuan agama Islam yang luas dan pengethauan umum serta politik, sebagai seorang yang mempunyai otak dalam perencanaan peperangan 1908 ini. Hukuman yang dijatuhkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda kepada A. Wahid Kari Mudo ini, buang puluih (buang seumur hidup) dan dijalankannya di Makassar-Ujung Pandang sekarang, kemudian dipindahkan ke Betawi dan meninggal dunia di Betawi.

  2. Peranan dari Datuk Rajo Penghulu, Penghulu Pucuak Nan 22 di Nagari Kamang bersama istrinya Siti Aisyah, yang mendidik semangat juang Penghulu-penghulu dan anak kemenakannya serta kaum bundo kanduang di nagari, yang keduanya sama-sama meninggal dunia di medan tempur subuh dini hari 15-6-1908 bersama para shuhada lainnya sebanyak 67 orang, bukan orang Kamang saja, yang kesemuanya dimakamkan di Taluak Kamang.

  3. Bahwa prajurit dan patriot Kamang/pejuang perang 1908 yang bermarkas besar di Masjid Taluak Kamang, bukan diserang oleh Belanda, malah para pahlawan-pahlawan perang Kamang 1908 itulah yang menyerang ke tempat kumpulan tentara Belanda di Kampung Tangah, setelah mendapat informasi dari Haji Manan bahwa tentara Belanda berkumpul di Kampung Tangah.

  4. Begitu pula peranan Dt. Siri Marajo dan Pandeka Malin yang akhirnya divonis oleh Pemerintah Kolonial Belanda bersama G. Dt. Palindih Tuangku Laras Kamang dan A. Wahid Kari Mudo masing-masing ke Betawi dan Makassar.

  5. Bahwa yang dibuah hukum oleh Belanda itu adalah famili dari Tuanku Laras Kamang sendiri, satu suku/ Sikumbang, satu kampung yakni kampung Pintu Koto, sedekatan rumah lokasinya masuk kampung Joho, tegasnya di Gurun.

  6. Dengan data-data dan fakta-fakta yang nyata disebutkan di atas maka akan dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa bukanlah seorang saja yang punya peranan penting dalam kejadian ini. Seperti halnya disebutkan bahwa Haji A. Manan lah yang meminpin Perang Kamang 1908 ini.


Wajar sekalilah dan pada tempatnya pula manakala para generasi muda dengan segenap ilmu dan pengethauannya melakukan penggalian sejarah Perang Kamang 1908 sampai mendetail, agar sejarah ini jangan sampai diselubungi oleh nafsu-nafsu yang tidak pada tempatnya, sehingga ia merupakan sejarah yang murni dalam segala bentuk.




  1. Keterangan tentang lokasi Markas Besar, tempat-tempat latihan ilmu silat, kebal dan sebagainya dapat dilihat dari peta Nagari terlampir.


____________________________________________


Catatan Kaki:


[1] Belasting berasal dari Bahasa Belanda yang berarti Pajak.

Komentar

  1. Reblogged this on shahira site's and commented:
    Perang Kamang 1908, tiada pernah disebut, tiada pernah dibicarakan, kalah akan gema Manggopoh. Sering orang silap mengira Kamang, tiada tahu mereka nan mana Kamang itu sebenarnya..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum