Dzikry Subhanie
Sabtu, 22 November 2014 − 05:00 WIB
Diterbitkan di: http://daerah.sindonews.com/
[caption id="attachment_1218" align="alignright" width="300"] Salah satu relief pada Tugu Perang Kamang yang terletak di Simp. Pintu Koto[/caption]
SELAIN Perang Paderi atau Perang Padri, di Sumatera Barat juga pernah meletusPerang Kamang. Seperti apa ceritanya?
Cerita Pagi kali ini akan mengupas tentang Perang Kamang yang terjadi tahun 1908.
Mohammad Hatta dalam buku Untuk Negeriku, Sebuah Otobiografi (Penerbit Buku Kompas) menyebutkan, pada pertengahan 1908, terjadi Perang Kamang yang mengejutkan orang seluruh Bukittinggi. Kamang adalah sebuah kampung yang letaknya kira-kira 16 kilometer dari Bukittinggi. Rakyat di situ berontak terhadap kekuasaan Belanda. Laki-laki dan perempuan turut bertempur dan bersenjatakan parang, rencong, dan sabit.
Apa penyebab meletusnya Perang Kamang pada 15 Juni 1908? Pemerhati sejarah yang juga Dosen STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh Fikrul Hanif Sufyan mengatakan, rakyat Kamang sudah gerah dengan pungutan pajak (belasting) yang menyengsarakan mereka.
Awal dari peristiwa heroik itu dimulai dari keputusan Pemerintah Belanda mengumumkan mulai berlakunya peraturan pajak (incomstan belasting) tersebut untuk seluruh wilayah jajahannya.
Beberapa belasting yang pernah diberlakukan pada masa itu antara lain le personeel belasting (belasting badan), inkomesten belasting (belasting perusahaan), winst belasting (belasting perang), hounden belasting (belasting anjing), dan Sumatra Tabaksbelasting (pajak tembakau Sumatera). Beban pajak yang demikian besar inilah yang menyebabkan beberapa orang pemuka adat turut memprotesnya.
"Orang Belanda yang diterima dulu sebagai kawan sekarang bersikap sebagai penjajah dan penindas," demikian dituliskan Mohammad Hatta dalam buku Untuk Negeriku, Sebuah Otobiografi (Penerbit Buku Kompas), mengutip pernyataan orang dalam percakapan berbisik-bisik sampai dalam Kota Bukittinggi.
Masjid Taluak merupakan saksi sejarah dari Perang Kamang. Sebab, di tempat ini menjadi pusat pelatihan rakyat Kamang menghadapi Belanda. Di surau ini mereka belajar silat, ilmu batin tahan senjata tajam.
Ketika itu halaman masjid dan surau dijadikan tempat latihan. Pemerintah Fort de Kock pun tidak tinggal diam. Mereka mengerahkan 160 pasukan, 30 orang masuk dari Gadut yang dipimpin oleh Letnan Heyne dan Cheriek; 80 orang masuk dari Tanjung Alam dipimpin oleh J.Westennenk, 50 orang masuk lewat Biaro dipimpin oleh Letnan Boldingh dan Letnan Schaap.
Singkat cerita, perang basosoh (perang frontal) dengan tentara Belanda itu merenggut 70 jiwa, dimakamkan di sejumlah tempat, seperti Dusun Kampung Budi Jorong Pakan Sinayan, Kamang Mudik. Beberapa pimpinan Perang Kamang seperti Garang Dt.Palindih, Kari Mudo, Dt.Siri Marajo, Pandeka Sumin, HM Amin, dan lain-lain ditangkap tentara Belanda.
Keesokan harinya, mereka ditahan di Padang, Magelang, Makassar, dan Batavia. Beberapa orang pimpinan perang Kamang ini meninggal dalam pembuangan, seperti Dt.Siri Marajo meninggal di penjara Glodok, Pandeka Sumin di penjara Makassar, A.Wahid Kari Mudo di Jakarta.
Dalam sebuah arsip kolonial Belanda disebutkan, tentara Belanda yang dipimpin J Westennenk itu mengalami kerugian yang cukup besar. Belasan pedati kendaraan mereka yang ditarik kerbau, dipenuhi tumpukan mayat tentara Belanda untuk dibawa ke Fort de Kock.
Mohammad Hatta dalam buku Untuk Negeriku, Sebuah Otobiografi (Penerbit Buku Kompas) menyebut pihak tentara kolonial harus kehilangan 12 tentaranya. Sementara, yang luka-luka sekitar 20 orang.
Untuk memperingati peristiwa heroik ini, didirikan sebuah tugu yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Barat Azwar Anas pada 1982.
Demikian ulasan singkat Cerita Pagi tentang Perang Kamang. Semoga bermanfaat.
_____________________
Disalin dari: http://daerah.sindonews.com/read/927589/29/sejarah-perang-kamang-di-sumatera-barat-1416583194
Komentar
Posting Komentar