Langsung ke konten utama

Angku Damang Cingkuak


Minang Saisuak #42 – Datuak Batuah : Districtshoodf Tilatang IV Angkat (1873-1929)





datuak-batuah-districtshoodf-tilatang-iv-angkat


SOSOK yang kami tampilkan kali ini dalam rubrik Minang Saisuak bernama Datoek Batoeah (selanjutnya: Datuak Batuah).[1] Nama kecilnya adalah Si Djaa, bersuku Jambak, dan gelar adatnya adalah Datuak Bandaharo Panghulu Nan Baniniak. Datuak Batuah adalah Tuanku Kepala Distrik (Districtshoofd) kelas 1 Tilatang IV Angkat.[2] Rupanya ia adalah seorang pengawai pribumi kolonial Belanda yang dianggap sukses menjalankan tugasnya. Dalam kacamata alam kemerdekaan seperti sekarang orang tentu saja bisa berpandangan sebaliknya.


Riwayat hidup Si Djaa gelar Datuak Batuah dapat kita ketahui berkat buku peringatan untuknya. (Lihat repro sampulnya di atas). Datuak Batuah lahir hari Sabtu, 1 Maret 1873 di Kampung Surau Usang, Nagari Koto Malintang. Ibunya bernama Sirandi (Si Randi) dan ayahnya bernama Si Tagoen gelar Datuak Tan Mangedan, mantan Kepala Laras (Larashoofd) Tilatang. Ayah Si Tagoen adalah Si Mulia gelar Datuak Tan Mangedan, yang juga mantan Larashoofd Tilatang. Si Randi sendiri adalah anak dari Datuak Rajo Panghulu, saudara kandung Si Mulia. Jadi, rupanya Si Djaa adalah keturunan tuanku laras sunduikbasunduik. Dia pernah menjabat beberapa posisi lain sebelum menjadi Kepala Distrik Tilatang. Dalam buku di atas juga diceritakan sanak famili dan andan pasumandan Datuak Batuah yang mamacik di berbagai daerah di Minangkabau.


Datuak Batuah diangkat menjadi Kepala Distrik Tilatang IV Angkat pada 7 Juni 1923. (Waktu itu Distrik Tilatang disatukan dengan Distrik IV Angkat). Rupanya ia dianggap cekatan oleh kolonialis Belanda. Gajinya yang terakhir 525 Gulden per bulan. Dalam buku peringatan jasa-jasanya disebut: antara lain dikatakan bahwa masyarakat Tilatang sangat mencintainya. Tapi tak tahulah kita bagaimana pandangan rakyat yang sebenarnya kepadanya pada masa hidupnya. Dulu kakeknya, Si Mulia, mendapat sebuah bintang perak karena telah berjasa kepada Belanda: tahun 1868-1870 Si Mulia telah mengamankan kerusuhan anti Belanda di Tilatang. Dua pemimpin pemberontakan itu, Tuanku Bandaharo di Koto Tangah dan Haji Abdullah Pakih di Gadut dibuang oleh Belanda ke luar Minangkabau. Sikap pro Belanda keluarga Datuak Batuah agaknya dapat dipahami dengan melihat riwayat keluarga ini: tahun 1833 ninik Si Mulia dari pihak ibu, Si Elok Lenggang gelar Datuak Batuah, penghulu kepala dalam sukunya, mati dibunuh orang Paderi karena gigih mempertahankan adat Minangkabau.


Foto Datuak Batuah di atas dibuat lebih awal dari tahun 1929. Dua bintang di dadanya adalah: bintang mas besar (1909) dan bintang Ridder in de Oranje van Nassau (1923). Datuak Batuah meninggal di Rumah Sakit Militer di Padang pada hari Selasa, 16 April 1929 jam 8 pagi setelah menderita penyakit "oesoes jang berbahaja". Rumah duka di Tilatang dibanjiri oleh lebih 5000 pelayat. Para pejabat Belanda dan rekan pribuminya dari berbagai daerah di Minangkabau juga datang melayat, tak terkecuali Residen Rumatra Barat, G.F.E. Gonggrijp. Pada pukul 6 sore harinya jenazah Datuak Batuah dimakamkan di belakang Mesjid Koto Malintang.


Sebuah monumen untuk mengenang Datuak Batuah didirikan di Bukittinggi. Bianyanya mencapai 2000 Gulden. Sebuah komite dibentuk untuk itu yang diketuai oleh Sutan Parpatiah, Kepala Distrik Bukittinggi, dengan pelindung Residen Sumatra Barat. Monumen itu mulai dibangun pada 1 Januari 1930, letaknya di muka rumah bola Bevldre, dekat Jam Gadang. Monumen itu diresmikan tgl. 16 April 1930. Mungkin (sisa) monumen itu masih ada sekarang. Tapi barangkali juga sudah hapus, sebab segala yang berlabel kolonial di negeri ini terasa anyir dan cenderung disingkirkan.


Suryadi Leiden, Belanda. (Sumber foto: W. Groeneveld dkk., Riwajat kehidoepan Datoek Batoeah, Toeankoe Districtshoofd 1e Klas Tilatang IV Angkat. Fort de Kock: Drukkerij Agam, 1930: [1]).


Singgalang, Minggu, 20 Maret 2011


Disalin dari: https://niadilova.wordpress.com/2011/03/21/minang-saisuak-42-datuak-batuah-districtshoodf-tilatang-iv-angkat-1873-1929/


_______________________________


Catatan Kaki oleh Tuanku Bajangguk Itam:


[1] Orang-orang mengenalnya dengan sebutan Angku Damang Cingkuak, hal ini karena tangannya yang satu agak mengecil dan bengkok kedalam. Masih didapati dalam cerita-cerita dari orang tua-tua di Kamang bahwa apabila tiba masanya untuk membayar pajak maka Engku Damang ini ikut pula datang ke Kamang. Walau nan meminta pajak ialah anak buahnya. Apabila ada yang enggan membayar pajak maka Engku Damang ini cukup berseru dari tengah labuah (Jalan) "Tak adakah orang nan akan membayar pajak ini?" maka seketika bersegeralah orang-orang membayar pajak.


[2] Sebelum diubah menjadi Distrik - sebagai kesatuan teritori pemerintahan - dahulunya ialah Kelarasan. Wilayah kekuasaannya kelasarannya hanyalah Tilatang dia dikenal sebagai Kepala Laras Tilatang. Setelah Perang Kamang (1908) usai dimana Engku Laras ikut berjasa atas kerjasamanya dengan Belanda, maka wilayah kekuasaannya diperluas hingga mencakupi Kamang. Lazim juga ia dikenal sebagai Engku Lareh Kamang.







Komentar

  1. Assalamu'alaikum, saya mau nanya, kalau ingin membaca buku "Riwajat Kehidoepan Datoek Batoeah" lebih lanjut bagaimana? dimana saya bisa memperolehnya?
    terimakasih

    BalasHapus
  2. Wa'alaikum salam,
    Maaf encik, kami tiada memiliki keterangan (informasi) perihal buku tersebut. Bagaimanakah kalau encik langsung menghubungi Engku Suryadi melalui blog beliau nan alamatnya telah kami tautkan.

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum ,.Nama saya puan Rozita ..dari malaysia..saya ingin bertanya siapa kah KU LAREH ini..saya agak keliru sedikit dengan fakta yg saya baca di atas.mungkin saya tidak berapa faham dengan bahasa indonesia.Boleh kah pihak tuan memberitahu sedikit sebanyak latar belakang kehidupan KU LAREH ini.
    Terima Kasih..

    BalasHapus
  4. Engku Laras dalam Bahasa Melayu atau Angku Lareh dalam Bahasa Minangkabau merupakan sebuah jabatan yang diadakan oleh Belanda untuk memimpin beberapa orang Kepala Nagari. Engku Laras yang disebutkan pada tulisan di atas ialah salah seorang Kepala Laras yang sangat disayangi oleh Belanda karena keberpihakannya terhadap Pemerintaha Kolonial Belanda di Minangkabau.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum