Mengenang dua AMIR pejuang kemerdekaan di daerah pertempuran Agam
Di awal perjuangan revolusi kemerdekaan pada bulan-bulan akhir tahun 1945 keadaan dalam Bandar Padang tidak terhindar dari pergolakan rakyat menghadapi polah tingkah pihak Nederlandsch Indië Civil Administratie (Biasa disingkat dengan NICA)[1] yang berlindung dibelakang kekuatan Sekutu. Insiden-insiden ataupun tindakan-tindakan kekerasan dengan penggunaan senjata antara angkatan revolusioner Indonesia menghadapi gerakan anti revolusi makin meningkat. Culik-menculik atau saling curiga-mencurigai juga tidak dapat terhindar dalam sama-sama bertugas. Dalam suasana beginilah seorang kader Polisi RI (Amir Mahmud) diculik oleh salah satu kelompok pejuang revolusi dan dilarikan arah ke Marapalam (waktu itu masuk Padang Luar Kota). Di Markas BKR/ TKR[2] di Marapalam ini Amir Mahmud di “verhoor”[3] oleh seorang yang bertindak sebagai pemimpin kelompok revolusioner tadi, yang bernama Sidi Amir Hosen. Pertemuan yang dimulai dengan “kecurigaan” ini akhirnya diselesaikan dengan “persaudaraan” sama sama berjuang untuk menegakkan Republik Indonesia.
Waktu pusat pemerintahan Sumatera Barat dipindahkan dari Padang ke Bukittinggi, maka Bandar Bukittinggi ini juga menjadi tempat kedudukan markas TNI Divisi IX/Banteng (kemudian menjadi Sub Teritorium Sumatera Barat) dan Markas Kepolisian Keresidenan Sumatera Barat. Menjelang terjadinya gerakan aksi agresi militer Belanda II (19 Desember 1948) dua Amir yang berkenalan dalam “perjuangan di sekitar Padang”, masing masingnya mereka mempunyai jabatan atau kedudukan: (1) Sidi Amir Hosen, Letnan I sebagai Kepala Detasemen Staf, TNI Sub Teritorium Sumatera Barat.
Bukittinggi ternyata dalam aksi Agresi Belanda II telah menjadi sasaran dan penguasaan pendudukan militer Belanda. Tanggal 22 Desember 1948 pasukan pasukan Belanda memasuki Bukittinggi, setelah terlebih dahulu menerobos pertahanan pihak Republik Indonesia di Padang Area (Front Timur dan Front Utara). Sesuai dengan strategi dan taktik perjuangan yang digariskan masa itu, aparat-aparat pemerintah Republik Indonesia meninggalkan kota-kota dan melanjutkan perjuangan dengan jalan bergerilya dari daerah pedalaman mengadakan perlawanan terhadap kekuatan penjajah.
Konsolidasi pemerintahan beserta kesatuan angkatan bersenjata dan kekuatan rakyat semesta di keliling kota Bukittinggi, telah mewujudkan Daerah Pertempuran Agam dibawah pimpinan Letnan Kolonel Dahlan Jambek. Daerah pertempuran Agam ini terdiri dari sektor-sektor dengan pimpinannya masing-masing adalah sebagai berikut:
- Sektor I / DPA dikenal dengan Front Kamang dipimpin oleh Letnan I Sidi Amir Hosen
- Sektor II / DPA dikenal dengan Front Palupuh dipimpin oleh Inspektur Polisi I Amir Mahmud
- Sektor III / DPA dikenal Front Sungai Puar dipimpin oleh Kapten Jusuf Black Cat.
Sebagaimana juga terdapat di Daerah Pertempuran lainnya di Sumatera Barat, dalam DPA Agam pun terhimpun kekuatan-kekuatan rakyat bersenjata selain dari pada TNI dalam bergerilya tercatat kesatuan kesatuan Mobiele Brigade (MOBBRIG) Polisi, Tentara Pelajar (TP), Pasukan Mobil Teras (PMT) bersama Badan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK).
Sehabis bergerilya dan kembali masuk kota Bukittinggi, pula sebelum Amir Mahmud dan Amir Hosen berpisah untuk menempati kedudukan dan tempat perjuangan masing-masing selanjutnya mereka telah sempat bergambar bersama di awal tahun 1950 juga sebelum mereka akan membersihkan jenggot yang sengaja dipanjangkan semasa bergerilya.
Adrin Kahar (Haluan Minggu, 20 November 1994)
Sumber tulisan dari: aswilblog.wordpress.com
_______________________________________
Catatan kaki [oleh Tuanku Bajangguk Itam]:
[1] merupakan organisasi semi militer yang dibentuk pada 3 April 1944 yang bertugas mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum pemerintah kolonial Hindia Belandaselepas kapitulasi pasukan pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda (sekarang Indonesia) seusai Perang Dunia II (1939 - 1945). Untuk lebih lengkap silahkan lihat [klik di nama] : wikipedia
[2] Badan Keamanan Rakyat (BKR) adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan tugas pemeliharaan keamanan bersama-sama dengan rakyat dan jawatan-jawatan negara.[1] BKR dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI dalam sidangnya pada tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden Soekarnopada tanggal 23 Agustus 1945. [Lihat; wikipedia]
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) adalah sebuah nama angkatan perang pertama yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia, setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. TKR dibentuk pada tanggal 5 Oktober 1945 berdasarkan maklumat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. TKR dibentuk dari hasil peningkatan fungsiBadan Keamanan Rakyat (BKR) yang sudah ada sebelumnya dan tentara intinya diambil dari bekas PETA. [Lihat; wikipedia]
[3] Dari bahasa Belanda yang berarti mendengarkan atau gangguan. Mungkin maksudnya disini ialah dinterogasi.
terima kasih..mantab sekali
BalasHapus