Langsung ke konten utama

Kudo Palajang Bukik

[caption id="" align="aligncenter" width="800"]Sumber Gambar: Disini Sumber Gambar: Disini[/caption]

Apabila kami kenang-kenang kembali kejadian nan telah lalu dan kejadian-kejadian nan selalu berlaku setiap tahun serta kejadian-kejadian nan serupa tapi tak sama maka teramat sedihlah hati kami ini. Sebab apabila perkara ini dibiarkan berlaku maka besar kemungkinan masyarakat di nagari kita akan jadi kudo palajang bukik.


Ah, tentulah engku, rangkayo, serta encik sekalian kesal "Apa nan Tuanku hendak sampaikan ini ha..?"


Begini engku, rangkayo serta encik sekalian. Berdasarkan pengalaman kami nan sedikit di rantau orang ini. Kami dapati dalam sistem ekonomi nan dipakai dan dijalankan oleh orang-orang zaman sekarang ialah para pedagang selalu orang nan diuntungkan dalam dinamika "permainan harga pasar" oleh oknum jahat. Nan merasai ialah para produsen dalam hal ini para petani. Cobalah engku, rangkayo, serta encik tengok? Tatkala harga barang-barang kebutuhan pokok (sembako) naik apakah para petani menikmatinya?


Mungkin iya pada beberapa daerah, sebab kami tiada tahu dan tiada pula melakukan penyidikan, berbaik sangka saja kita. Namun kebanyakan tidak, para petani apakah itu petani sawah, petani lado, petani bawang, petani kerambil, dan berbagai macam jenis pertanian lainnya, mereka tiada menikmati. Nan menikmati ialah para pedagang, apakah itu toke, pedagang pengumpul, pedagang besar, atau nan lainnya.


Dalam kejadian di kampung kita, orang kampung kita hanya menduduki level paling bawah yakni produsen (petani). Sedangkan toke ataupun pedagang pengumpul sampai pedagang besar diduduki oleh orang lain atau besar kecurigaan kami ialah orang-orang berkulit kuning dan bermata sipit yang selama ini kita kenal memiliki jaringan luas dan modal yang besar.


Terkenang kami dimasa manggis berjaya di kampung kita, para agen nan membeli manggis dari orang kampung kita memanglah orang Kamang jua namun induk semang mereka bukan orang kampung kita. Kebanyakan orang Payakumbuh bahkan ada nan kami dengar orang Cina di Batam yang akan mengekspor manggis itu untuk difermentasi dan dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat tuak (minuman keras/beralkohol). Sungguh sedih kami mendengarnya dan cemas kami apabila kejadian serupa itu terulang kembali.


Demikian juga pabila musim durian, orang kampung kita hanya menjadi pedagang  pengumpul kelas bawah, kelas kampung pula lagi. Ada nan dijual langsung ke konsumen ada pula nan menjualnya kepada orang-orang nan datang dengan oto pick up ke kampung kita.


Demikian pula dahulu semasa limau berjaya, orang kampung kita menjualnya kepada para toke yang datang setiap hari ke kampung kita. Dan celakanya lagi para toke dapat memainkan harga semau mereka. Pernah ada usaha untuk mengumpulkan para petani, mengorganisir mereka hanya menjual kepada satu toke saja dengan tujuan para petani di kampung kita dapat menekan harga kepada toke tersebut. Namun usaha itu gagal, tampaknya orang kampung kita masih kurang arif dalam meletakkan sifat keras kepala yang merupakan warisan turun temurun itu.


Demikian juga untuk jenis hasil perak lainnya seperti coklat, kopi, kulit manis, dan lain sebagainya, dikumpulkan oleh pedagang yang berasal dari kampung kita atau luar Kamang lalu dijual ke gudang-gudang yang ada di Bukittinggi atau Payakumbuh. Atau kalau tidak agar mendapat harga lebih, petani itu sendiri nan mengantarkan hasil pertaniannya ke gudang tersebut.


Industri kerupuk dan makanan lainnya demikian pula, kita masih menjadi kudo palajang bukik. Untuk kerupuk misalnya, induak-induak di kampung kita pergi ke pasar Bukit Tinggi setiap pagi sebelum subuh atau selepas subuh lalu menjual kerupuk mereka itu di Pasar Aua Kuniang. Alangkah kasihannya kalau demikian.


Hanya di industri perabotlah yang keadaannya agak berlainan, selain ada nan membuka oloh sendiri mereka juga ada nan juga membuka kedai di Bukit Tinggi atau bahkan perusahaan. Dengan perusahaan mereka itulah mereka mencari proyek ke jawatan-jawatan milik pemerintah. Akhirnya banyak nan berhasil mereka. Selain itu, para tukang perabot nan telah menjadi saudagar (pengusaha) ini juga mengambil barang dari dunsanak-dunsanak mereka yang membuka oloh di rumah mereka.


Harapan kami, sebelum tanaman limau di kampung kita semakin menjadi, alangkah eloknya apabila kita fikirkan masalah ini bersama-sama. Jangan hendaknya orang kampung kita jadi kudo palajang bukik. Tidak hanya untuk limau saja melainkan untuk semua jenis produk yang dihasilkan oleh anak nagari kita. Hendaknya semenjak dari produsen, distributor, hingga sampai ke barang itu ke konsumen orang kampung kitalah nan menangani.


Jangan engku, rangakayo, salah faham pula. Bukan maksud kami hendak mendatangkan investor, sungguh tiada ada maksud demikian. Haram bagi kami mengundang para KAPITALIS itu untuk datang ke kampung kita, PANDIR ITU NAMANYA. Sama dengan MENGUNDANG ULAR MASUK KE RUMAH.


Maksud kami ialah, alangkah baiknya apabila para pengusaha atau orang bapitih di kampung kita berkumpul untuk membuat sebuah perusahaan distributor dan menjamin keuntungan berpihak kepada para produsen di kampung kita. Mereka dapat membuat perusahaan bersama. Beritahu pula kepada dunsanak-dunsanak kita di rantau orang. Selain memiliki modal mereka juga memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola perusahaan nan kami maksud itu.


Selain itu Yayasan Kamang Saiyo dapat kita efektifkan lebih lagi. Sudah saatnya kita membuat visi baru, buatlah sebuah kantor permanen sebagai Kantor Pusatkah itu untuk yayasan itu. Letakkan Ketua yang akan berkantor di sana bersama para stafnya yang akan mengelola Yayasan berikut cabangnya di seluruh daerah di Negeri Melayu ini. Jangan hendaknya Yayasan itu terasanya ketika Julo-julo dan Halal bi Halal saja.


Susah dan lama itu engku, namun kita mesti bisa bersabar dan menghargai proses. Sebab kalau kita jalani tiada akan lama itu. Asalkan kita kukuh pendirian dan keras hati kita untuk kemajuan anak nagari. Demi kejayaan Kamang, agar nama Kamang ini jangan sampai dikenal orang sekadar Negeri-negeri di sekeliling Tarusan Kamang. Sakit hati ini rasanya, kampung kita ini dikatakan orang sebagai Magek sebab nan Kamang itu hanya Kamang sebelah sana saja.


Kalau kita mulai dari sekarang maka tiada akan lama ia, sungguh kami sangat berharap agar usulan kami ini didengar dan menjadi pertimbangan. Mohon maaf apabila kami silap engku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum