Langsung ke konten utama

Panasnya Suasana 1926

[caption id="" align="aligncenter" width="960"] Gambar: http://historia.id[/caption]

Pada tulisan ini kita akan melihat bagaimana panasnya suasana pada tahun 1926 dan mencapai puncaknya pada tahun 1927 di Nagari Silungkang. Pada bulan Mei terjadi pembunuhan terhadap Kepala Nagari Tilatang dan pada bulan September berikutnya Ramaya kehabisan kesabaran dan melancarkan aksinya.


___________________________




Paco-paco Minangkabau #77 – Lajau, pembunuh Kepala Nagari Tilatang ditangkap (1927)





Beberapa hari jbl. di Sitjintjin, Soematera Barat, t. Ass. Demang Kota Tengah telah menangkap Ladjau, jang terda’wa toeroet tjampoer dalam perkara pemboenoehan Dt. Radja Menteri, negerihoofd di Tilatang, pada boelan Mei tahoen jtl. [1926]. Radja Batipoeh, saudara Ladjau jang terda’wa mendjadi pemboenoeh jang pertama beloem terdapat. Ladjaupoen moela-moela ta’ soeka memberi keterangan dimana tempat persemboenjian saudaranja itoe. Kemoedian ia menjeboet nama soeatoe tempat jang djaoeh dari tempat jang ramai.(Sum. Bode).


***







Laporan majalah Pandji Poestaka, No. 38, Tahoen V, 13 Mei 1927: 626 [Kroniek] tentang keberhasilan Asisten Demang Koto Tangah menangkap si Lajau yang didakwa ikut campur dalam perkara pembunuhan terhadap Kepala Nagari Tilatang, Dt. Radja Menteri (Datuak Rajo Mantari). Pembunuhan itu terjadi pada bulan Mei 1926. Itu adalah masa suasana tegang menjelang meletusnya pemberontakan Komunis Silungkang. Lajau ditangkap dalam persembunyiannya di Sincincin.


Laporan di atas juga menyebutkan bahwa saudara Lajau, Rajo Batipuah, yang juga ikut membunuh, belum tertangkap. Lajau memberi keterangan yang berbelit-belit sampai akhirnya ia memberi petunjuk samar bahwa saudaranya itu bersembunyi di suatu tempat terpencil. Kasus ini mungkin mengindikasikan rivalitas di antara elit nagari di zaman itu. Barangkali rivalitas itu terkait juga dengan perbedaan ideologi dan politik yang dianut.


Suryadi – Leiden University, Belanda | Padang Ekspres, Minggu, 18 September 2016


__________________


Disalin dari Blog Engku Suryadi Sunurihttps://niadilova.wordpress.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum