Apabila kita mengkaji Tarikh Perang Kamang maka kita akan acap bersua dengan seorang Belanda yang terkenal sangat dibenci di Agam Tuo pada masa awal abad ke-20, Lois Constant Westenenk namanya atau biasa disingkat dengan L.C.Westenenk atau oleh orang Minangkabau dipanggil dengan panggilan Si Teneng. Ketika Perang Kamang meletus dia menjabat sebagai Controleur Oud Agam yang merupakan jabatan terendah yang dipegang oleh seorang Belanda. Walau jabatan terendah, seorang Controleur (Malayu:Kontrolur) membawah pejabat pribumi yang paling tinggi jabatannya. Di Minangkabau pejabat pribumi paling tinggi itu diberi gelar Kepala Lareh atau orang Minang memanggilnya dengan panggilan Engku Laras (Angku Lareh).
Si Teneng lahir di Panawang-Semarang pada tanggal 2 Februari 1872 dan meninggal di Wassenar-Belanda pada tanggal 2 Mei 1930. Dia merupakan anak dari Jan Constantijn Westenenk, seorang pemilik perkebunan dan Françoise Josephine Emilie Louise Wardenaar. Westenenk besar bersama bibinya di Deventer dan belajar indologi di Delft. (Wikipedia). Untuk lebih jelasnya berikut kami lampirkan kutipan dari Wikipedia:
Setelah lulus ujian kepegawaian pada tahun 1892, Westenenk ditugaskan di Bandung. Kemudian setelah itu ia ditugaskan di Westerafdeeling van Borneo (sekarang di Kalimantan Barat).
Pada tahun 1896, Westenenk menangkap hidup-hidup pejuang Raden Paku, sehingga ia dianugerahi Militaire Willems-Orde. Pada tahun 1897, ia diangkat sebagai kontrolir di Pesisir Barat Sumatera.
Pada tahun 1901, Westenenk yang saat itu menjadi kontrolir di Idi, Aceh Timur bertengkar dengan GubJend. Joannes Benedictus van Heutsz akibat pecahnya pemberontakan di sana. Westenenk dimutasi ke Koetaradja (kini Banda Aceh) dan kemudian menjadi kontrolir di Oelèëlheuë. Di sana berdamai kembali karena jasa gubernur dan kontrolir juga.
Setelah cuti sejak tahun 1903, pada tahun 1905 Westenenk kembali lagi ke Pantai Barat Sumatera dan belajar bahasa Minangkabau sampai fasih.
Pada tahun 1908 meletus Perang Kamang dimana Westenenk merupakan pejabat yang menangani langsung pemberontakan tersebut.Pada tahun 1914, Westenenk yang kebetulan sedang mengambil cuti ke Belanda ditunjuk sebagai salah satu inspektur jenderal di Anatolia dan Armenia, Turki Utsmani. Di luar negeri, laporan pertama tentang penganiayaan dan pembantaian atas bangsa Armenia pada tahun 1894 sudah terdengar dan para pengamat dari negeri-negeri kecil datang setelah sejumlah sudah melihat bagaimana adanya negeri itu. Westenenk khususnya harus banyak bergantung pada informasi dari duta besar Jerman, Austria-Hongaria, dan Amerika Serikat di mana DuBes Jerman banyak memberikan informasi karena banyak memiliki jaringan agen dan konsul di Turki. Misi Westenenk tidak berhasil karena tidak disukai oleh pemerintah Turki Utsmani dan tak lama setelah kedatangannya di Turki, Perang Dunia I meletus.
Pada tahun 1915, ia menjadi residen Benkoelen dan anggota Volksraad (parlemen Hindia Belanda). 5 tahun kemudian, ia diangkat sebagai residen di Palembang, dan setahun kemudian menjadi Gubernur Pesisir Barat Sumatera. Dalam jabatan inilah, di sana ia menerima Louis Couperus. Pada tahun 1924, ia menjadi anggota Dewan Hindia.
Atas alasan kesehatan dan juga dorongan isterinya yang tidak cocok dengan iklim di Hindia Belanda, pada tahun 1929 Westenenk kembali ke Belanda dan di sana menjadi konsultan mahasiswa Fakultas Indologi. Kedudukan ini cocok bagi Westenenk yang mengetahui bahwa para mahasiswa tidak antusias untuk berbagi atas otonomi Hindia Belanda.
Pada bulan April 1930, pemerintah Britania Raya meminta Westenenk ke Yerusalem untuk menyelidiki mengadapi penduduk Yahudi dan Palestina yang hidup miskin dapat hidup bersama, namun sebulan kemudian Westenenk meninggal.
Westenenck dikenal sebagai pejabat yang memiliki minat yang sangat besar terhadap kebudayaan dan adat istiadat Minangkabau. Bahkan ia pernah menyusun buku tentang kebudayaan Minangkabau serta membuat sebuah selebaran tentang pelancongan ke Agam Tua. Dia juga memberi perhatian yang cukup besar kepada kemajuan penduduk pribumi dimana dia pernah berusaha mengirim Rangkayo Rohana Kudus untuk pergi ke Negeri Belanda. Namun niatnya tersebut tidak tersampaikan karena ditentang oleh keluarga Rohana Kudus padahal suaminya sudah memberi izin.
Banyak pihak menyayangkan keputusan keluarga Rangkayo Rohana Kudus tersebut. Namun apabila dilihat dari kesan yang terpatri di benak masyarakat Minangkabau di Agam Tua pada masa itu maka hal tersebut sangatlah wajar. Bung Hatta dalam Memoirnya menuliskan kesan tersebut melalui kisah ditangkapnya Rais, sahabat karib dari kakek beliau;
Kemudian ternyata, bahwa perlakuan terhadap beliau itu adalah tindakan kekuasaan belaka yang berpangkal kepada Tuan Westeneneck, waktu itu Asisten-Residen Agam di Bukit Tinggi. Westeneck adalah seorang pembesar kolonial yang terkenal pintar, tetapi dibenci oleh masyarakat karena kelakuannya yang tidak senonoh. Perbuatannya itu pernah dikecam oleh Rais dalam sebuah surat kiriman kepada surat kabar Utusan Melayu yang terbit di Padang dengan tidak menyebutkan nama orangnya. Tetapi semua orang tahu siapa yang dikritik itu. Penulis dan surat kabat tidak dituntut, sebab kalau diperkarakan perbuatan keji pembesar kolonial itu akan terbongkar. Maka "Perang Kamang" dijadikan alasan oleh Westeneck untuk membalas dendam (Muhammad Hatta. Memoir. Tintamas, Jakarta. 1979. Hal.11-12)
Demikianlah perihal Westenenk yang terkenal itu, dalam tulisan tentang riwayat hidupnya di Wikipedia apakah itu yang berbahasa Indonesia ataupun Belanda, tidak ada disebut-sebut tentang tahun 1908 dan Perang Kamang.
~Selamat Memperingati Perang Kamang 1908 ~
Komentar
Posting Komentar