Langsung ke konten utama

Negeri nan hampir tergadai

[caption id="" align="aligncenter" width="3088"] Gambar: Lukisan Kamal Guci[/caption]

Maota-ota dengan orang sekampung[1] memanglah dapat menjadi pengobat rindu dengan kampung halaman. Demikianlah nan berlaku pada kami, seorang engku yang merasa dekat dengan beberap orang pembuat kebijakan di Luhak Agam itupun berkisah bahwa pada zaman sekarang adat itu tiada perlu lagi karena negeri kita ini sudah banyak dihuni oleh orang asing.


"Dari di Bukik Tinggi usah ditanya sudah banyak tanahnya dimiliki oleh bukan orang Kurai demikian pula tanah-tanah di sekitar Bukik Tinggi itu semacam Gadut, Kubang Putiah, Ampek Angkek, Biaro, hingga ke Baso telah banyak nan dibeli oleh bukan anak nagari." demikian kisahnya.


"Benar engku, namun nan membeli kebanyakankan masih orang Minangkabau jua.." jawab kami

"Benar kata engku.." jawabnya dengan air muka berubah karena misinya hendak mempengaruhi kami sedikit terhambat "Nan hebat itu ialah Anak Nagari Kapau, ada peraturan di dalam nagari mereka bahwa tiada dibolehkan menjual tanah ke orang di luar nagari.." imbuhnya.


"Itu merupakan kebijakan nan bagus engku, alangkah baiknya semua nagari di Minangkabau menerapkan peraturan nan serupa. Akan selamatlah anak kamanakan kita nantinya.." jawab kami


"Benar, namun zaman telah berubah, kalau tak diberikan orang izin membeli tanah hendak dimanakah orang-orang itu akan tinggal?" tanyanya kesal.


"Telah menjadi aturan dalam adat kita, kearifan lokal kata orang sekarang. Apabila ada orang masuk ke dalam negeri kita maka hendaknya ia Mengisi Adat, malakok ke kaum nan ada di dalam nagari tersebut. Kalaupun ia bukan orang Minangkabau maka ia dapat pula menjadi orang Minangkabau dengan Mengisi Adat, tentunya dengan aturan dan tata cara berlainan dengan orang Minangkabau yang mengisi adat itu. Apabila telah demikian maka ia telah menjadi bagian dalam masyarakat suatu nagari, melekat padanya hak dan kewajiban sebagai anggota kaum, suku, dan anggota masyarakat suatu nagari.." terang kami.


Si engku acuh karena ia merupakan seorang teknokrat yang jemu dengan kehidupan beradat. Baginya adat itu menyusahkan dan tak cocok dengan kehidupan pada masa sekarang "Adat itu sudah tak cocok kita pakai pada masa sekarang, itulah hasil perundingan saya dengan datuk nan menjadi pengetua itu. Tak usah jauh-jauh, saya saja tiada kenal dengan orang nan tinggal di sebelah rumah saya. Saya ini telah lama hidup, telah banyak negeri yang saya kunjungi. Kalau hendak maju kita mesti berfikir di luar batas-batas negeri kita.."


"Benar kata engku, berfikir global namun bersikap lokal. Itulah kelebihan orang-orang hebat Minangkabau masa dahulu. Mereka menjadi besar dengan tetap memelihara jati diri mereka sebagai orang Minangkabau, bukan dengan cara menghilangkannya. Mereka bahkan tahu dan mendalami adat resam negeri kita. Berlainan dengan sekarang, tinggal di kampung namun tiada hendak tahu dengan adat.." jawab kami.


Si engku agaknya gemas karena kami tiada sependapat dengan dirinya. Karena sudah kehabisan akal maka mulai ia berkisah tentang pengalaman hidupnya, kuliahnya di salah satu perguruan tinggi ternama di Bandar Bandung, kontrak pekerjaannya dengan berbagai perusahaan besar, pendapatnya nan acap diminta oleh pembuat kebijakan, dan lain-lain sebagainya. Demikianlah si engku nan gelasnya telah penuh, merasa dirinya hebat, dan telah kehilangan jati dirinya sebagai orang Minangkabau.


_________________________

Catatan Kaki:

[1] Sekampung tak mesti sama-sama berasal dari Kamang saja, sebab dalam pandangan orang yang Kamang itu ialah yang termasuk Kecamatan Tilatang Kamang lama (sebelum pemekaran). Terlebih lagi, kalau di rantau apabila sama-sama dari Luhak Agam dipandang kita masih satu kampung jua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum