Sepekan setelah Hari Rayo Gadang atau enam hari setelah menunaikan puasa di Bulan Syawal, orang Minangkabau pada masa dahulu merayakan Hari Rayo Anam. Pada hari raya ini sekalian kaum kerabat nan tak dapat dijalang pada Hari Rayo Gadang diziarahi. Lazim dahulu ditemui kaum perempuan menenteng bungkusan berisi beraneka ragam makanan khas kita (pinyaram, sipuluk, limpiang, kalamai, godok, kue loyang, dsb) atau pada masa sekarang telah lazim ditemui dimana dicukupkan dengan kue gadang saja.
Hari Rayo Anam ialah kesempatan untuk menziarahi kaum kerabat yang tak dapat dijalang tatkala Hari Rayo Gadang. Maklumlah tuan, di kampung kita apabila berhari raya ke rumah kaum kerabat maka wajib hukumnya untuk makan nasi. Tak boleh hanya dengan memakan kue rayo saja. Akan sedih dan kecil hati kerabat kita apabila nasi di rumah mereka tak termakan, manisnya air di rumah mereka tak terkecap.
Hal ini menyebabkan dalam satu hari itu tak seberapa rumah yang terjelang oleh kita karena perut sudah sangiah karena kekenyangan. Berlainan sangat dengan orang sekarang nan menyepelekan hal tersebut dan menganggap hal tersebut sebagai perkara nan memberatkan yang tak patut untuk diikuti dan dipertahankan.
Namun salut kami dengan orang sekarang diaman telah banyak keluarga yang kembang karena beranak pinak namun dapat tercukupkan menziarahi keluarga pada dua hari pelaksanaan Hari Rayo Gadang bahkan masih sempat berfoto ria di tempat pelancongan. Dan bahkan mereka tak lagi merayakan Hari Rayo Anam sebab sudah terziarahi kesemua karib kerabat itu.
Sungguh, sebenar hemat orang pada masa kini. Salut kami..
Komentar
Posting Komentar